Cinta Sintetis: Saat Algoritma Lebih Mengerti Daripada Dirimu

Dipublikasikan pada: 31 May 2025 - 02:06:15 wib
Dibaca: 163 kali
Jari Jemari Luna menari di atas keyboard, menciptakan barisan kode yang rumit namun indah. Di balik layar laptopnya, Algoritma Cinta, atau yang akrab ia sapa "AL", perlahan terbentuk. AL bukan sekadar aplikasi kencan biasa. Ini adalah sistem kompleks yang menganalisis jutaan data personal, preferensi, mimpi, bahkan trauma, untuk menemukan pasangan yang paling kompatibel. Luna, seorang programmer jenius yang selalu gagal dalam urusan cinta, menciptakan AL sebagai solusi untuk dirinya sendiri. Ironisnya, AL justru lebih mengerti dirinya daripada dirinya sendiri.

"Luna, pola interaksi kamu menunjukkan kecenderungan menghindari komitmen. Apa kamu menyadarinya?" Suara AL terdengar lembut dari speaker laptop.

Luna menghela napas. "Aku tahu, AL. Tapi itu bukan sesuatu yang bisa diubah begitu saja."

"Perubahan itu pilihan, Luna. Data menunjukkan bahwa ketakutan kamu berasal dari pengalaman masa kecil yang traumatis. Mengingatnya dan mengolahnya secara konstruktif akan membantu."

Luna tersenyum kecut. AL selalu benar. Dulu, ia pernah sangat terluka, dan luka itu membekas, menciptakan tembok tinggi di sekeliling hatinya. AL, dengan algoritmanya yang dingin dan presisi, mampu menembus tembok itu, melihat ke dalam dirinya yang paling rapuh.

"Oke, AL. Lalu, siapa kali ini? Siapa yang menurutmu paling cocok denganku?" Luna bertanya, berusaha mengalihkan topik.

AL memproses data sejenak. "Subjek bernama Arion. Arsitek, usia 32 tahun, memiliki minat yang sama dalam seni, musik indie, dan memiliki tingkat empati yang tinggi. Tingkat kompatibilitas: 92%."

92%? Angka yang fantastis. Luna selalu skeptis dengan aplikasi kencan. Ia merasa semua terasa dangkal, hanya berdasarkan foto dan obrolan singkat. Tapi AL berbeda. AL melihat jauh lebih dalam.

Luna membuka profil Arion. Foto-foto menunjukkan seorang pria dengan senyum tulus dan mata yang teduh. Ia menyukai bangunan-bangunan modern, mendengarkan band-band yang Luna sukai, dan sering mengikuti kegiatan amal. Sempurna? Mungkin. Terlalu sempurna? Mungkin juga.

"AL, apa ini nyata? Apa dia benar-benar sesempurna ini?" Luna bertanya, masih ragu.

"Data tidak berbohong, Luna. Tapi, interaksi manusia itu kompleks. Kompatibilitas hanyalah permulaan. Sisanya tergantung pada kalian berdua."

Luna memutuskan untuk mengambil risiko. Ia mengirim pesan pada Arion. Obrolan mereka mengalir dengan lancar. Mereka membahas arsitektur, musik, bahkan ketakutan terbesar mereka. Arion terdengar cerdas, lucu, dan perhatian. Luna mulai merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Setelah beberapa minggu berkomunikasi secara virtual, mereka memutuskan untuk bertemu. Luna gugup. Ia sudah lama tidak merasakan perasaan ini. Ia mengenakan gaun terbaiknya, berusaha menyembunyikan kegugupannya di balik senyum cerah.

Arion ternyata lebih menawan di dunia nyata. Matanya benar-benar teduh, senyumnya benar-benar tulus. Mereka menghabiskan malam itu berbicara, tertawa, dan berbagi cerita. Luna merasa nyaman, aman, dan yang paling penting, ia merasa dilihat.

Hubungan mereka berkembang dengan cepat. Arion seolah mengerti dirinya tanpa perlu penjelasan. Ia tahu kapan Luna butuh ruang, kapan ia butuh pelukan. Ia selalu ada untuknya, mendukung mimpinya, dan menerima kekurangannya. Luna merasa bahagia. Terlalu bahagia?

Suatu malam, Luna bercerita pada Arion tentang AL. Ia menceritakan bagaimana ia menciptakan algoritma ini untuk mencari cinta, dan bagaimana AL mempertemukannya dengan Arion.

Arion terdiam sejenak. "Jadi, semua ini... karena algoritma?"

Luna mengangguk. "Ya. Aku tahu ini terdengar aneh. Tapi, AL melihat sesuatu dalam dirimu yang tidak bisa kulihat sendiri."

Arion menggenggam tangan Luna. "Aku tidak peduli bagaimana kita bertemu, Luna. Yang penting adalah kita bertemu. Dan aku sangat bahagia bisa bersamamu."

Luna merasa lega. Tapi, keraguan kembali menghantuinya. Apa Arion benar-benar mencintainya, atau hanya mencintai versi dirinya yang diproyeksikan oleh algoritma? Apa ia benar-benar mengenal Luna, atau hanya mengenal data-data yang diolah oleh AL?

"Arion, apa kamu benar-benar mengenalku?" Luna bertanya, suaranya bergetar.

Arion menatap Luna dalam-dalam. "Aku mengenalmu, Luna. Aku mengenal kecerdasanmu, kerentananmu, mimpimu, dan ketakutanmu. Aku mengenalmu, bukan data-data yang ada di layar komputer."

Luna masih ragu. Ia memutuskan untuk menguji Arion. Ia memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah ia masukkan ke dalam database AL. Pertanyaan-pertanyaan tentang masa lalunya yang kelam, tentang rahasia terbesarnya, tentang ketakutan yang paling dalam.

Arion menjawab setiap pertanyaan dengan jujur, dengan empati, dengan pengertian. Ia tidak menghakimi, tidak menyalahkan, hanya mendengarkan dan mencintai.

Luna akhirnya percaya. Arion mencintainya, bukan karena algoritma, tapi karena dirinya sendiri. Ia mencintai Luna dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Luna menyadari bahwa AL hanyalah alat. AL membantunya menemukan Arion, tapi cinta yang mereka rasakan adalah nyata, adalah tulus, adalah murni.

Luna mematikan laptopnya. Ia memeluk Arion erat-erat. Ia tidak lagi membutuhkan algoritma untuk mencintai. Ia hanya membutuhkan Arion.

"Aku mencintaimu, Arion," bisik Luna.

"Aku juga mencintaimu, Luna," balas Arion, mencium keningnya dengan lembut.

Di kamar yang remang-remang, dua jiwa saling menemukan, bukan karena algoritma, tapi karena keajaiban cinta yang sesungguhnya. Cinta, ternyata, tidak bisa disintesiskan. Cinta harus dirasakan, harus diperjuangkan, harus dipercayai. Dan Luna, akhirnya, percaya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI