Aroma kopi menyeruak di apartemen minimalis Sarah, bercampur dengan desing pelan dari server pribadinya. Di layar laptopnya, kode-kode rumit bergulir, hasil dari kerja kerasnya selama berbulan-bulan. Ini bukan sembarang algoritma. Ini adalah Algoritma Jodoh Abadi, AI yang ia rancang sendiri untuk menemukan pasangan hidup yang sempurna, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk semua orang.
Sarah, seorang programmer brilian dengan hati yang mendambakan cinta, merasa lelah dengan aplikasi kencan konvensional yang dangkal. Gesekan ke kanan dan ke kiri terasa kosong, percakapan seringkali hambar, dan harapan selalu berakhir dengan kekecewaan. Ia yakin, cinta sejati itu ada, hanya saja terlalu sulit ditemukan di tengah lautan manusia.
Algoritma Jodoh Abadi bekerja dengan cara yang berbeda. Ia tidak hanya mempertimbangkan hobi dan preferensi. Ia menganalisis data biometrik, ekspresi wajah, pola bicara, gelombang otak, bahkan microbiome usus untuk menemukan kecocokan yang mendalam, sesuatu yang melampaui sekadar ketertarikan fisik.
Setelah melalui serangkaian uji coba yang sukses dengan teman-temannya, Sarah akhirnya memberanikan diri untuk memasukkan datanya sendiri ke dalam sistem. Degup jantungnya berpacu saat algoritma itu bekerja, memindai jutaan profil di seluruh dunia.
Beberapa menit kemudian, layar laptopnya menampilkan satu nama: "Adrian. Kompatibilitas: 98.7%."
Sarah menahan napas. Adrian… Ia belum pernah mendengarnya. Ia mengklik profil Adrian dan terpana. Foto profilnya menampilkan seorang pria dengan mata teduh dan senyum lembut. Ia seorang astrofisikawan, menyukai musik klasik, dan aktif dalam kegiatan sosial. Profilnya tampak terlalu sempurna untuk menjadi kenyataan.
Keraguan mulai menghantuinya. Apakah ia benar-benar mempercayakan masa depannya pada sebuah algoritma? Apakah cinta sejati bisa dikuantifikasi dan diprediksi? Namun, rasa penasaran dan harapan yang membara mengalahkan keraguannya.
Ia mengirimkan pesan kepada Adrian.
"Halo, Adrian. Algoritma Jodoh Abadi milik saya merekomendasikan Anda sebagai pasangan yang sangat cocok. Saya Sarah."
Beberapa jam kemudian, ia menerima balasan.
"Halo, Sarah. Ini menarik sekali. Saya selalu skeptis tentang aplikasi kencan, tetapi Algoritma Jodoh Abadi Anda terdengar menjanjikan. Saya Adrian, dan saya tertarik untuk mengenal Anda lebih jauh."
Percakapan mereka berlanjut selama beberapa hari. Mereka membahas segala hal, mulai dari lubang hitam hingga filosofi eksistensial. Sarah terpesona dengan kecerdasan Adrian, humornya yang cerdas, dan perhatiannya yang tulus. Adrian pun terpukau dengan Sarah, dengan semangatnya yang membara, kecerdasannya yang tajam, dan hatinya yang penuh kasih.
Mereka memutuskan untuk bertemu. Sarah gugup saat berdiri di depan kafe tempat mereka janjian. Saat Adrian tiba, senyumnya terasa hangat dan familiar, seolah-olah mereka sudah saling kenal sejak lama.
Kencan pertama mereka berlangsung berjam-jam. Mereka tertawa, bercerita, dan saling bertukar pandang yang penuh arti. Sarah merasakan koneksi yang mendalam dengan Adrian, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Rasanya seperti algoritma itu benar-benar bekerja, membuka jalan bagi cinta sejati.
Namun, kebahagiaan Sarah tidak berlangsung lama. Algoritma Jodoh Abadi mulai menarik perhatian publik. Media massa memberitakan keberhasilannya, dan orang-orang berbondong-bondong mendaftar. Perusahaan-perusahaan teknologi besar menawarkan untuk membeli algoritma itu dengan harga yang fantastis.
Sarah menolak semua tawaran. Ia tidak ingin Algoritma Jodoh Abadi menjadi mesin pencetak uang. Ia ingin algoritma itu tetap menjadi alat yang membantu orang menemukan cinta sejati, bukan komoditas yang diperjualbelikan.
Namun, tekanan semakin besar. Perusahaan-perusahaan teknologi terus mengejarnya, dan pemerintah mulai tertarik untuk mengatur penggunaan algoritma itu. Sarah merasa terjebak. Ia menciptakan Algoritma Jodoh Abadi untuk menyebarkan cinta, tetapi ia justru menghadapi masalah yang tak terduga.
Suatu malam, Sarah dan Adrian sedang berjalan-jalan di taman, menikmati bintang-bintang. Sarah menceritakan semua kekhawatirannya kepada Adrian.
Adrian mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu menggenggam tangannya. "Sarah," katanya lembut, "kamu tidak bisa menyenangkan semua orang. Kamu menciptakan sesuatu yang luar biasa, dan kamu berhak untuk melindungi apa yang kamu yakini. Tapi ingatlah, cinta sejati itu bukan hanya tentang algoritma. Itu tentang kepercayaan, pengertian, dan komitmen."
Kata-kata Adrian menyentuh hatinya. Ia menyadari bahwa ia terlalu fokus pada teknologi, dan melupakan esensi dari cinta itu sendiri. Ia belajar bahwa algoritma hanya bisa membantunya menemukan seseorang, tetapi ia sendiri yang harus memelihara dan mengembangkan cinta itu.
Sarah memutuskan untuk tetap mempertahankan Algoritma Jodoh Abadi, tetapi dengan syarat. Ia akan menjaganya tetap gratis dan terbuka untuk semua orang, dan ia akan memastikan bahwa algoritma itu digunakan untuk kebaikan, bukan untuk keuntungan.
Waktu berlalu. Sarah dan Adrian menikah di bawah langit malam yang bertaburan bintang, dikelilingi oleh teman-teman dan keluarga yang mencintai mereka. Algoritma Jodoh Abadi terus membantu ribuan orang menemukan cinta sejati, menciptakan ikatan yang mendalam dan abadi.
Sarah tersenyum, menatap Adrian yang berdiri di sampingnya. Ia tahu bahwa cinta mereka adalah bukti bahwa teknologi dan asmara dapat berjalan beriringan, bahwa algoritma dapat menjadi jembatan menuju hati, dan bahwa cinta sejati, yang ditemukan dengan bantuan kecerdasan buatan atau tidak, selalu membutuhkan sentuhan manusia yang tulus. Ia akhirnya mengerti bahwa Algoritma Jodoh Abadi hanyalah alat, tetapi cinta sejati adalah kekuatan yang abadi. Dan kekuatan itu, pada akhirnya, berada di tangan mereka sendiri.