Perangkat Hati: Algoritma Cinta di Ujung Jemariku

Dipublikasikan pada: 25 Oct 2025 - 02:40:15 wib
Dibaca: 135 kali
Jemariku menari di atas layar sentuh, algoritma cinta bernama "HeartSync" perlahan tapi pasti mengurai benang kusut keraguanku. Di era ini, menemukan pasangan hidup sama rumitnya dengan memecahkan kode enkripsi. Terlalu banyak pilihan, terlalu banyak filter, terlalu banyak harapan palsu. HeartSync menjanjikan solusi: mencocokkan kepribadian, minat, dan nilai-nilai inti dengan akurasi yang diklaim mendekati 98%.

Awalnya, aku skeptis. Cinta, bagiku, adalah sesuatu yang organik, muncul dari pertemuan tak terduga, obrolan larut malam, dan tatapan mata yang saling mengerti. Bagaimana mungkin sebuah program komputer bisa mengukur getaran hati? Namun, rasa sepi yang kian menggigit membuatku menyerah pada rasa ingin tahu. Aku mengisi kuesioner panjang HeartSync dengan jujur, menyertakan foto terbaik (yang sudah diedit sedikit, tentu saja), dan menunggu.

Beberapa hari kemudian, notifikasi muncul: "Kandidat Potensial Terdeteksi." Jantungku berdebar aneh. Aku mengklik profil yang direkomendasikan. Namanya Aria. Fotografer lepas, pecinta kopi hitam, dan memiliki selera humor yang... lumayan, berdasarkan meme yang dia unggah. Persentase kecocokan kami mencapai 94,7%. Tertinggi yang pernah kulihat.

Aku ragu-ragu sebelum mengirim pesan. Apa yang harus kukatakan? Apakah rayuan gombal kuno masih relevan di dunia digital ini? Akhirnya, aku memilih pendekatan sederhana: "Hai Aria, HeartSync bilang kita cocok. Apa kamu percaya pada algoritma cinta?"

Balasannya datang hampir seketika: "Hai! Aku juga penasaran dengan keakuratan HeartSync. Mungkin kita bisa membuktikannya dengan secangkir kopi?"

Begitulah awal kisahku dengan Aria. Kencan pertama kami di sebuah kedai kopi kecil di pinggir kota terasa canggung sekaligus menyenangkan. Kami membahas hobi masing-masing, pekerjaan, dan tentu saja, HeartSync. Ternyata, kami memiliki banyak kesamaan, mulai dari genre film favorit hingga mimpi tentang memiliki rumah kecil di tepi pantai.

Hari-hari berikutnya dipenuhi dengan pesan singkat, panggilan video, dan kencan-kencan yang semakin sering. Aku mulai merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang lebih dari sekadar ketertarikan intelektual. Tawa Aria renyah seperti melodi indah, matanya berbinar saat menceritakan pengalamannya berburu foto di tempat-tempat terpencil, dan sentuhannya, meski hanya sekilas, terasa seperti aliran listrik yang menghangatkan.

Namun, di tengah kebahagiaan itu, keraguan kembali menghantuiku. Apakah ini cinta sejati, atau hanya produk dari perhitungan matematis yang cermat? Apakah aku mencintai Aria karena dia memang orang yang tepat untukku, atau karena HeartSync telah "memprogramku" untuk mencintainya?

Suatu malam, saat kami duduk berdua di balkon apartemenku, menikmati pemandangan kota yang gemerlap, aku memberanikan diri untuk bertanya. "Aria, apa kamu pernah merasa bahwa ini semua terlalu... terencana? Terlalu sempurna?"

Aria terdiam sejenak, menatapku dengan mata yang penuh kelembutan. "Aku mengerti maksudmu. Awalnya, aku juga merasa aneh. Tapi kemudian aku sadar, HeartSync hanyalah alat. Alat yang membantuku menemukanmu. Apa yang terjadi setelah itu, semua perasaan yang tumbuh di antara kita, itu adalah hal yang nyata. Itu adalah pilihan kita."

Kata-kata Aria menenangkanku. Dia benar. HeartSync memang telah mempertemukan kami, tetapi perasaan yang kami rasakan adalah murni milik kami. Itu adalah hasil dari interaksi, komunikasi, dan empati yang kami bangun bersama. Algoritma itu hanyalah permulaan, bukan akhir dari segalanya.

Beberapa bulan berlalu. Hubunganku dengan Aria semakin dalam. Kami saling mendukung dalam karier masing-masing, berbagi suka dan duka, dan belajar untuk menerima kekurangan satu sama lain. Kami merayakan ulang tahun HeartSync dengan makan malam romantis di restoran tempat kami berkencan pertama kali. Kami bahkan berencana untuk bepergian bersama, menjelajahi tempat-tempat baru dan menciptakan kenangan indah.

Suatu malam, saat kami sedang menonton film di sofa, Aria tiba-tiba meraih tanganku. "Aku mencintaimu," bisiknya, matanya menatapku dalam-dalam.

Kata-kata itu bagaikan simfoni indah yang menyentuh relung hatiku. Aku membalas tatapannya, merasakan kebahagiaan yang luar biasa. "Aku juga mencintaimu, Aria," jawabku, suaraku bergetar karena emosi.

Di saat itu, aku menyadari bahwa cinta sejati tidak mengenal algoritma. Cinta adalah kombinasi kompleks dari faktor-faktor yang tak terduga: kepercayaan, pengertian, kasih sayang, dan keberanian untuk mengambil risiko. HeartSync mungkin telah membantuku menemukan Aria, tetapi cintaku padanya tumbuh secara organik, tanpa campur tangan program komputer.

Jemariku kini menari di atas layar sentuh bukan lagi untuk mencari cinta, melainkan untuk mengirim pesan cinta kepada Aria. Aku mengetik sebuah pesan singkat: "Sampai jumpa nanti malam, sayang. Aku sudah tidak sabar."

Balasannya datang dengan cepat: "Aku juga, cinta. Bawa kopi hitam ya?"

Aku tersenyum. Algoritma cinta mungkin telah membawaku ke pintu hatinya, tetapi kini, aku memiliki kunci untuk membukanya sendiri. Dan aku berjanji, akan menjaganya dengan segenap jiwa dan raga. Karena cinta, seperti teknologi, akan terus berkembang dan beradaptasi, menghasilkan kemungkinan-kemungkinan tak terbatas. Dan aku, dengan Aria di sisiku, siap untuk menjelajahi setiap kemungkinan itu.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI