Algoritma Hati: Cinta Dalam Genggaman Layar Sentuh AI

Dipublikasikan pada: 23 Jul 2025 - 03:00:17 wib
Dibaca: 181 kali
Jemari Aira menari di atas layar sentuh, merangkai baris kode yang rumit. Di ruang kerjanya yang minimalis, hanya diterangi cahaya redup dari monitor, Aira tenggelam dalam dunianya. Dia seorang programmer AI yang brilian, namun ironisnya, kehidupan cintanya selalu nihil. Baginya, algoritma lebih mudah dipahami daripada teka-teki hati manusia.

Proyek terbarunya, "Aurora," adalah sebuah aplikasi kencan AI yang revolusioner. Aurora bukan sekadar mencocokkan profil berdasarkan hobi dan preferensi. Ia menggunakan algoritma pembelajaran mendalam untuk menganalisis pola perilaku, bahasa tubuh, dan bahkan ekspresi mikro melalui kamera ponsel untuk menemukan kecocokan yang paling optimal secara emosional dan intelektual.

"Sedikit sentuhan empati digital," gumam Aira pada dirinya sendiri sambil menambahkan baris kode terakhir. "Semoga saja ini bisa membantu orang-orang menemukan cinta sejati, bahkan jika aku sendiri tidak tahu bagaimana caranya."

Setelah berbulan-bulan bekerja keras, Aurora akhirnya siap diluncurkan. Aplikasi itu langsung menjadi viral. Pengguna memuji akurasinya yang luar biasa, dan kisah-kisah sukses mulai bermunculan di media sosial. Aira, yang biasanya menghindari sorotan, mendapati dirinya diundang ke berbagai acara dan wawancara.

Suatu malam, setelah sebuah acara peluncuran yang melelahkan, Aira memutuskan untuk mencoba Aurora sendiri. Ia memasukkan datanya dengan ragu-ragu, menjawab pertanyaan-pertanyaan aplikasi dengan jujur, dan membiarkan kamera ponsel menganalisis ekspresinya. Hasilnya mengejutkannya.

Aurora merekomendasikan seseorang bernama Elio.

Elio adalah seorang arsitek lanskap yang mencintai alam dan fotografi. Profilnya penuh dengan foto-foto taman yang indah dan kutipan-kutipan puitis tentang keindahan dunia. Aira, yang terbiasa dengan dunia digital yang serba cepat, merasa tertarik dengan ketenangan yang terpancar dari Elio.

Dengan jantung berdebar, Aira mengirimkan permintaan pertemanan kepada Elio melalui aplikasi. Beberapa saat kemudian, permintaannya diterima. Mereka mulai bertukar pesan. Percakapan mereka mengalir dengan lancar, membahas segala hal mulai dari arsitektur hingga musik, dari AI hingga mimpi-mimpi terpendam. Aira merasa seperti telah mengenal Elio seumur hidupnya.

Setelah beberapa minggu berkencan virtual, Elio mengajak Aira untuk bertemu langsung. Aira gugup. Ia terbiasa bersembunyi di balik layar komputer, merasa aman dalam dunia kode dan algoritma. Bertemu dengan Elio di dunia nyata terasa seperti melompat ke jurang yang tidak diketahui.

Mereka bertemu di sebuah kafe kecil di tepi sungai. Elio, dengan rambutnya yang berantakan dan senyumnya yang hangat, tampak persis seperti yang dibayangkan Aira. Mereka duduk dan berbicara selama berjam-jam, melupakan waktu dan tempat. Aira merasa nyaman dan diterima, seperti telah menemukan rumahnya.

Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka semakin dalam. Mereka saling mendukung, saling menginspirasi, dan saling mencintai. Aira menyadari bahwa cinta bukan sekadar algoritma, melainkan kombinasi kompleks dari emosi, pengalaman, dan pilihan yang tidak terduga.

Namun, bayangan keraguan mulai menghantui Aira. Apakah cinta mereka nyata, atau hanya hasil dari perhitungan cermat sebuah aplikasi AI? Apakah Elio benar-benar mencintai Aira, atau hanya mencintai versi ideal dirinya yang diproyeksikan oleh Aurora?

Suatu malam, Aira memberanikan diri untuk mengungkapkan kekhawatirannya kepada Elio. "Apakah kau benar-benar mencintaiku, Elio? Atau kau hanya mencintai apa yang Aurora katakan tentangku?"

Elio meraih tangan Aira dan menatapnya dengan lembut. "Aira, aku mencintaimu bukan karena algoritma. Aku mencintaimu karena siapa dirimu. Aku mencintai kecerdasanmu, kebaikanmu, dan bahkan kerentananmu. Aurora mungkin telah mempertemukan kita, tapi cinta kita tumbuh dari hati kita masing-masing."

Air mata mengalir di pipi Aira. Ia memeluk Elio erat-erat, merasa lega dan bahagia. Ia menyadari bahwa teknologi, meskipun canggih, hanyalah alat. Cinta sejati, pada akhirnya, tetaplah merupakan misteri yang indah dan tak terduga.

Suatu hari, Aira memutuskan untuk berhenti bekerja di bidang pengembangan aplikasi kencan. Ia ingin fokus pada penelitian AI yang lebih berdampak positif bagi masyarakat, seperti pengembangan teknologi untuk membantu orang-orang dengan disabilitas dan memecahkan masalah perubahan iklim.

Ia meninggalkan dunia yang dulu ia kuasai, dunia algoritma dan data, untuk merangkul dunia yang lebih nyata, dunia hubungan manusia dan emosi. Ia belajar bahwa cinta bukan sesuatu yang bisa diprediksi atau dikendalikan, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan dan dipelihara.

Beberapa tahun kemudian, Aira dan Elio menikah di sebuah taman yang indah, dikelilingi oleh teman dan keluarga. Di antara para tamu, ada beberapa pasangan yang bertemu melalui Aurora, berterima kasih kepada Aira karena telah membantu mereka menemukan cinta.

Aira tersenyum. Ia tahu bahwa Algoritma Hati-nya mungkin tidak sempurna, tapi telah memberikan dampak positif bagi banyak orang. Dan yang terpenting, algoritma itu telah membawanya kepada cintanya sendiri, sebuah cinta yang lebih indah dan kompleks daripada yang pernah ia bayangkan.

Di genggaman layar sentuhnya, bukan lagi barisan kode yang rumit, melainkan foto Elio dan senyum hangatnya. Aira akhirnya mengerti, cinta sejati tidak ditemukan dalam algoritma, melainkan dalam kehangatan sentuhan, bisikan lembut, dan pandangan mata yang tulus. Cinta adalah algoritma hati, yang ditulis bukan dengan kode, melainkan dengan pengalaman dan emosi yang mendalam.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI