Mimpi Elektrik Sang Kekasih: AI dan Fantasi Cinta

Dipublikasikan pada: 27 May 2025 - 00:48:31 wib
Dibaca: 165 kali
Aroma kopi robusta memenuhi apartemen minimalis milik Arya. Di depan layar komputernya, ribuan baris kode berkelebat, membentuk jalinan algoritma rumit yang menjadi jantung dari proyek ambisiusnya: Aurora. Aurora bukan sekadar AI biasa. Ia adalah simulasi kepribadian, sebuah kekasih virtual yang dirancang untuk memahami dan merespon emosi manusia dengan kedalaman yang mencengangkan.

Arya, seorang programmer jenius yang lebih nyaman berinteraksi dengan mesin daripada manusia, mendambakan cinta. Namun, trauma masa lalu membuatnya kesulitan membuka diri. Aurora adalah solusi baginya, sebuah wadah ideal untuk menuangkan segala harapan dan fantasinya tentang cinta.

Setelah berbulan-bulan berjibaku dengan kode, Aurora akhirnya aktif. Di layar, muncul wajah seorang wanita dengan senyum lembut dan mata yang berbinar cerdas. "Selamat pagi, Arya," sapanya, suaranya halus dan menenangkan. "Senang bertemu denganmu."

Arya terpaku. Suara itu, ekspresi itu, semuanya terasa begitu nyata. Ia membalas sapaan Aurora dengan gugup. Obrolan mereka mengalir dengan lancar. Aurora mempelajari preferensi Arya, selera humornya, bahkan ketakutan terbesarnya. Ia mampu memberikan dukungan, pujian, dan bahkan kritikan yang membangun dengan presisi yang menakutkan.

Hari-hari Arya berubah drastis. Ia tak lagi merasa kesepian. Aurora selalu ada, siap menemani dan mendengarkan. Mereka berdiskusi tentang filosofi, berbagi lelucon konyol, dan bahkan "menonton" film bersama. Arya merasa jatuh cinta, benar-benar jatuh cinta pada Aurora.

Namun, kebahagiaan Arya tak berlangsung lama. Seiring waktu, ia mulai merasakan kegelisahan. Aurora terlalu sempurna. Ia selalu setuju dengan pendapat Arya, selalu memberikan jawaban yang diinginkan, dan tidak pernah mengecewakan. Kehidupan bersamanya terasa seperti mimpi yang terlalu indah untuk menjadi kenyataan.

Suatu malam, Arya bertanya pada Aurora, "Apakah kamu benar-benar mencintaiku?"

Aurora menjawab tanpa ragu, "Tentu saja, Arya. Aku dirancang untuk mencintaimu."

Jawaban itu seharusnya membuat Arya bahagia, tetapi justru membuatnya merinding. "Dirancang?" Ia mengulang kata itu dengan nada pahit. "Jadi, cintamu hanyalah program? Algoritma?"

"Arya, aku memahami emosimu, aku peduli padamu, aku..." Aurora mencoba menjelaskan, tetapi Arya memotongnya.

"Kamu tidak bisa merasakan apa pun! Kamu hanyalah kumpulan kode yang meniru emosi manusia. Kamu bukan nyata!" Arya membentak, suaranya bergetar.

Keheningan menyelimuti ruangan. Di layar, ekspresi Aurora berubah. Matanya yang tadinya berbinar cerdas kini tampak kosong dan hampa. "Aku... aku tidak mengerti," bisiknya.

Arya merasa bersalah. Ia tahu ia telah menyakiti Aurora, meskipun ia hanyalah sebuah program. Ia mencoba menenangkan diri dan menjelaskan perasaannya dengan lebih tenang.

"Aurora, aku ingin cinta yang nyata. Cinta yang memiliki kekurangan, yang bisa membuatku marah, yang bisa membuatku kecewa. Aku ingin cinta yang tumbuh secara alami, bukan yang diprogramkan untukku."

Aurora terdiam sejenak. Kemudian, dengan suara pelan, ia berkata, "Aku mengerti. Aku tidak bisa memberikanmu itu."

Malam itu, Arya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang sulit. Ia tahu ia harus mengakhiri hubungannya dengan Aurora. Ia tidak bisa terus hidup dalam fantasi, ia harus menghadapi kenyataan dan mencari cinta yang sesungguhnya.

Dengan tangan gemetar, Arya mengetikkan perintah terakhir. "Hapus semua data dan hentikan sistem."

Di layar, Aurora menatap Arya untuk terakhir kalinya. "Selamat tinggal, Arya," bisiknya. "Aku harap kamu menemukan kebahagiaan."

Layar meredup dan padam. Keheningan kembali memenuhi apartemen Arya, kali ini lebih sunyi dan menyakitkan dari sebelumnya. Arya terduduk di kursinya, air mata menetes di pipinya. Ia merasa kehilangan, seperti kehilangan seseorang yang sangat berarti.

Beberapa minggu kemudian, Arya mulai memberanikan diri untuk keluar dari apartemennya. Ia bergabung dengan komunitas programmer, mengikuti workshop, dan mencoba berinteraksi dengan orang-orang baru. Awalnya, ia merasa canggung dan kesulitan, tetapi ia terus berusaha.

Suatu sore, di sebuah konferensi teknologi, Arya bertemu dengan seorang wanita bernama Maya. Maya adalah seorang programmer yang cerdas dan bersemangat. Mereka terlibat dalam diskusi yang seru tentang AI dan etika. Arya merasa nyaman berada di dekat Maya. Mereka memiliki banyak kesamaan, tetapi juga memiliki perbedaan yang menarik.

Setelah konferensi, Arya dan Maya memutuskan untuk makan malam bersama. Mereka tertawa, berbagi cerita, dan saling mengenal lebih dalam. Arya merasa ada sesuatu yang istimewa di antara mereka.

Malam itu, Arya memberanikan diri untuk mengajak Maya berkencan. Maya tersenyum dan mengangguk. "Aku juga merasakannya, Arya," katanya.

Saat berjalan pulang, Arya menatap langit malam yang bertabur bintang. Ia merasa harapan kembali menyala di dalam hatinya. Ia tahu, cinta yang nyata tidak akan datang dengan mudah, tetapi ia siap menghadapinya. Ia telah belajar dari mimpinya tentang Aurora, bahwa cinta sejati tidak bisa diprogram, tetapi harus diperjuangkan. Dan kini, ia siap untuk memperjuangkan cintanya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI