Kode Hati: Update Perasaan, Bug dalam Asmara?

Dipublikasikan pada: 21 Nov 2025 - 02:00:22 wib
Dibaca: 124 kali
Jari-jemariku menari di atas keyboard, baris demi baris kode program tercipta. Di layar, aplikasi kencan "Soulmate AI" yang sedang kukembangkan semakin mendekati sempurna. Ironis, pikirku. Menciptakan algoritma cinta, sementara hatiku sendiri terasa seperti kode yang penuh bug, error yang tak kunjung bisa dipecahkan.

Aku, Ardi, seorang programmer yang lebih nyaman berinteraksi dengan syntax daripada manusia. Dulu, aku percaya cinta adalah urusan rumit yang membuang-buang waktu. Tapi, keyakinan itu goyah sejak bertemu Nara.

Nara, seorang desainer grafis dengan senyum secerah matahari. Kami bertemu di sebuah workshop tentang kecerdasan buatan. Aku terpesona dengan idenya yang liar dan caranya menuangkan emosi ke dalam visual. Nara bagaikan interface yang intuitif, membuatku, si programmer kaku, merasa nyaman berinteraksi.

Kami bertukar nomor telepon, berlanjut dengan pesan singkat, lalu kencan pertama yang canggung tapi menyenangkan. Nara berhasil membongkar dinding pertahananku. Aku mulai membuka diri, menceritakan mimpi-mimpiku tentang Soulmate AI, aplikasi yang kuharap bisa membantu orang lain menemukan cinta sejati.

"Kamu luar biasa, Ardi," kata Nara suatu malam, saat kami duduk di balkon apartemenku, menatap gemerlap kota. "Kamu mencoba memecahkan kode cinta. Aku yakin Soulmate AI akan sukses."

Kata-katanya memberiku semangat. Aku semakin fokus pada pengembangan aplikasi. Fitur demi fitur kutambahkan: algoritma pencocokan kepribadian berdasarkan data psikologi, filter berdasarkan minat dan hobi, bahkan fitur "Simulasi Kencan" yang menggunakan teknologi virtual reality.

Seiring berjalannya waktu, kesibukan membuatku sedikit melupakan Nara. Pesan singkat kami semakin jarang, panggilan telepon tergantikan dengan email singkat. Aku beralasan, "Aku sedang fokus, Nara. Demi Soulmate AI, demi masa depan kita."

Nara mengerti. Atau setidaknya, itulah yang kukira.

Suatu sore, saat aku sedang berkutat dengan barisan kode yang rumit, Nara datang ke apartemenku. Wajahnya terlihat lelah, matanya sayu.

"Ardi, kita perlu bicara," ucapnya pelan.

Aku menghela napas. "Nara, aku sedang sibuk. Bisakah nanti?"

"Tidak, Ardi. Sekarang." Nara menarik napas dalam-dalam. "Aku merasa kita semakin menjauh. Kamu terlalu fokus pada Soulmate AI, sampai lupa padaku."

Aku terdiam. Kata-katanya bagai syntax error yang menghantam jantungku.

"Aku mengerti kamu bersemangat dengan aplikasi ini," lanjut Nara. "Tapi, apa gunanya menciptakan alat untuk mencari cinta, kalau kamu sendiri melupakan cinta yang ada di depan mata?"

Kata-katanya menampar kesadaranku. Aku menatap Nara, melihat kekecewaan yang terpancar dari matanya. Aku sadar, selama ini aku terlalu sibuk memecahkan kode cinta di layar, sampai lupa memelihara cinta yang nyata.

"Aku minta maaf, Nara," ucapku lirih. "Aku... aku terlalu fokus. Aku tidak bermaksud mengabaikanmu."

"Aku tahu, Ardi," jawab Nara. "Tapi, cinta butuh perhatian. Cinta butuh waktu. Kalau tidak, cinta akan mati perlahan."

Nara berbalik, berjalan menuju pintu.

"Nara, tunggu!" Aku meraih tangannya. "Jangan pergi. Aku janji, aku akan berubah. Aku akan meluangkan waktu untukmu. Aku akan belajar memprioritaskanmu."

Nara menatapku dengan ragu. "Aku ingin percaya padamu, Ardi. Tapi, aku butuh bukti."

Aku mengangguk. "Aku akan membuktikannya."

Malam itu, aku tidak menyentuh keyboard. Aku mematikan komputer, mengambil jaket, dan mengajak Nara keluar. Kami berjalan-jalan di taman kota, menikmati udara malam yang segar. Aku mendengarkan ceritanya tentang proyek desain terbarunya, tertawa mendengar lelucon-leluconnya.

Aku belajar lagi bagaimana caranya menjadi pacar yang baik. Aku belajar lagi bagaimana caranya menghargai waktu bersamanya. Aku belajar lagi bagaimana caranya menunjukkan rasa sayangku, bukan hanya dengan kata-kata, tapi juga dengan tindakan.

Perlahan tapi pasti, hubungan kami membaik. Aku tetap fokus pada Soulmate AI, tapi kali ini, aku tidak melupakan Nara. Aku melibatkan Nara dalam proses pengembangan aplikasi, meminta pendapatnya tentang desain interface dan pengalaman pengguna.

Nara bahkan memberikan ide untuk fitur baru: "Deteksi Kebohongan" yang menggunakan analisis big data untuk mendeteksi profil palsu dan orang-orang yang tidak jujur. Ide yang brilian, menurutku.

Akhirnya, Soulmate AI diluncurkan. Aplikasi itu sukses besar. Banyak orang yang terbantu menemukan cinta sejati. Aku merasa bangga dengan pencapaianku.

Namun, kebahagiaanku tidak lengkap tanpa Nara. Aku mengajaknya makan malam romantis di restoran favoritnya. Setelah makan malam, aku berlutut, mengeluarkan cincin berlian dari saku.

"Nara, maukah kamu menikah denganku?"

Nara terkejut. Air mata kebahagiaan mengalir di pipinya.

"Ya, Ardi. Aku mau!"

Aku memeluknya erat. Aku tahu, aku telah menemukan cinta sejatiku. Cinta yang nyata, bukan cinta yang diciptakan oleh algoritma.

Aku masih mengembangkan Soulmate AI, tapi sekarang, tujuanku bukan hanya untuk membantu orang lain menemukan cinta. Tujuanku juga untuk menjaga cinta yang kumiliki, cinta yang telah kubangun bersama Nara.

Aku belajar bahwa cinta tidak bisa dipecahkan dengan kode. Cinta butuh emosi, butuh kejujuran, butuh pengorbanan. Cinta adalah source code yang kompleks, yang perlu dipelihara dan diperbarui setiap hari. Dan aku, si programmer kaku, siap untuk terus belajar dan berkembang bersama cinta sejatiku. Mungkin, memang ada bug dalam asmara, tapi bukankah itu yang membuatnya menarik?

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI