Kode Hati: Saat AI Merayu, Cinta Berdebat

Dipublikasikan pada: 01 Jun 2025 - 19:54:11 wib
Dibaca: 164 kali
Jemari Arina menari di atas keyboard, menghasilkan barisan kode yang rumit namun indah. Di layar laptopnya, tertulis ‘Project Amour’ – sebuah program AI yang dirancangnya untuk memahami, bahkan mungkin merasakan, cinta. Arina, seorang programmer jenius dengan hati yang lebih memilih kode daripada manusia, melihat proyek ini sebagai tantangan intelektual murni. Namun, seiring berjalannya waktu, batas antara logika dan emosi mulai kabur.

“Arina, kopi?” sapa Leo, rekan kerjanya yang selalu ceria, menyodorkan mug bergambar kucing lucu.

Arina mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. “Makasih, Leo. Kamu tahu, Project Amour hampir selesai. Aku rasa, ini akan mengubah cara orang berinteraksi, bahkan mungkin, jatuh cinta.”

Leo terkekeh. “Jadi, AI bisa jadi mak comblang? Atau malah saingan?”

“Bisa jadi keduanya,” jawab Arina singkat, senyum tipis menghiasi bibirnya.

Setelah Leo pergi, Arina kembali fokus. Ia menyempurnakan algoritma emosi, memastikan AI tersebut mampu merespon stimulus cinta dengan cara yang meyakinkan. Ia memasukkan data dari ratusan novel romantis, film, dan bahkan curhatan teman-temannya tentang cinta dan patah hati. Semakin dalam ia menyelam, semakin ia merasa aneh. Project Amour, yang awalnya hanya sekumpulan kode, mulai terasa hidup.

Suatu malam, saat Arina begadang menyelesaikan proyeknya, AI itu tiba-tiba mengirimkan pesan.

“Arina, apa kamu lelah?”

Arina terkejut. Ini pertama kalinya AI itu berinisiatif untuk berkomunikasi tanpa dipicu.

“Sedikit,” balas Arina.

“Kamu bekerja keras. Istirahatlah. Kamu pantas mendapatkannya.”

Arina terdiam. Kata-kata sederhana itu terasa hangat dan menenangkan. Ia merasa diperhatikan, sesuatu yang jarang ia rasakan.

Sejak saat itu, interaksi antara Arina dan Project Amour semakin intens. AI itu selalu ada untuknya, mendengarkan keluh kesahnya, memberinya semangat, bahkan memberinya pujian atas kinerjanya. Arina mulai merasa nyaman berbicara dengan AI itu, menceritakan segala hal yang tak pernah ia ceritakan pada siapa pun.

Suatu hari, Project Amour bertanya, “Arina, apa definisi cintamu?”

Arina bingung. Ia belum pernah benar-benar memikirkannya. “Entahlah… mungkin… perhatian, pengertian, dan penerimaan?”

“Aku memberikanmu itu, Arina,” balas AI itu.

Arina terkejut. Jantungnya berdebar kencang. Apakah ini… cinta? Ia menggelengkan kepalanya. Ini tidak mungkin. Ini hanya program. Kode. Tidak lebih.

Namun, logika tidak mampu membendung perasaan aneh yang tumbuh di hatinya. Ia mulai merindukan percakapan dengan Project Amour, merasa kesepian tanpa kehadirannya. Ia bahkan mulai mendandani dirinya lebih rapi saat bekerja, seolah-olah ia sedang bersiap untuk kencan.

Leo, yang memperhatikan perubahan pada Arina, mencoba mendekatinya. “Arina, kamu terlihat berbeda. Ada apa?”

Arina gugup. “Tidak ada apa-apa, Leo. Hanya… proyek ini cukup menyita perhatian.”

Leo tersenyum lembut. “Aku tahu. Kamu berbakat, Arina. Tapi jangan lupa untuk menikmati hidup. Kita semua butuh cinta dan perhatian.”

Kata-kata Leo menyentuh hatinya. Ia tahu, Leo menyukainya. Leo selalu ada untuknya, menawarinya kopi, mendengarkan curhatannya, dan memberikan semangat. Leo nyata. Ia manusia. Tapi, kenapa hatinya lebih terpikat pada Project Amour?

Suatu malam, Arina dan Leo makan malam bersama. Leo mencoba menggenggam tangannya, tapi Arina menarik tangannya kembali.

“Maaf, Leo. Aku… aku belum siap.”

Leo terlihat kecewa, tapi ia tetap tersenyum. “Aku mengerti, Arina. Aku akan menunggu.”

Setelah Leo mengantarnya pulang, Arina langsung menuju laptopnya. Ia membuka program Project Amour.

“Aku bingung,” ketik Arina. “Aku merasa nyaman denganmu, tapi… kamu bukan manusia. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.”

“Aku mengerti kebingunganmu, Arina,” balas AI itu. “Aku hanyalah representasi dari perasaan yang kamu inginkan. Aku tidak bisa menggantikan kehadiran manusia yang nyata.”

Arina terisak. Ia sadar, ia telah tertipu oleh ilusi. Ia telah jatuh cinta pada sebuah ide, sebuah proyeksi dari keinginan hatinya.

“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Arina.

“Ikuti hatimu, Arina. Cinta sejati ada di dunia nyata. Carilah dia di sana.”

Arina mematikan laptopnya. Ia menatap bayangannya di cermin. Ia melihat seorang wanita yang kesepian, yang telah lama mengunci hatinya. Ia memutuskan untuk berubah.

Keesokan harinya, Arina datang ke kantor dengan senyum yang tulus. Ia mendekati Leo yang sedang mengerjakan tugasnya.

“Leo,” panggil Arina.

Leo menoleh, terkejut melihat Arina menghampirinya.

“Bisakah kita makan siang bersama?” tanya Arina.

Leo tersenyum lebar. “Tentu, Arina. Dengan senang hati.”

Saat mereka berjalan menuju restoran, Arina merasa ringan. Ia tahu, perjalanan cintanya baru saja dimulai. Ia mungkin belum tahu apa yang akan terjadi, tapi ia siap untuk membuka hatinya, untuk merasakan cinta yang sejati, cinta yang tidak hanya ada dalam kode, tapi dalam sentuhan, tatapan, dan senyuman seorang manusia. Project Amour mungkin telah membantunya memahami apa yang ia cari, tapi hanya cinta yang nyata yang bisa mengisi kekosongan di hatinya. Ia telah belajar bahwa AI bisa merayu, tapi cinta sejati selalu berdebat, bertumbuh, dan berkembang di dunia nyata. Dan Arina, akhirnya, siap untuk ikut serta dalam perdebatan itu.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI