Sentuhan Algoritma: Saat Cinta Bersemi dalam Kode

Dipublikasikan pada: 15 Nov 2025 - 01:20:21 wib
Dibaca: 132 kali
Debu neon menyelimuti ruangan server yang dingin. Jari-jemari Anya menari di atas keyboard, menghasilkan simfoni ketikan yang familiar. Di usianya yang baru 25 tahun, Anya adalah seorang programmer brilian, otak di balik “Aether,” sebuah aplikasi kencan revolusioner yang dirancang untuk mencocokkan pengguna berdasarkan preferensi mendalam, bukan sekadar foto dan bio dangkal. Aether, ambisinya, hidupnya, dan mungkin, satu-satunya cinta sejatinya.

"Lagi lembur, Anya?" Suara berat mengagetkannya.

Anya menoleh, mendapati Leo, kepala departemennya, berdiri di ambang pintu. Leo, dengan rambut cokelat berantakan dan senyum ramah, adalah sosok yang menyenangkan di tengah lautan kode dan server yang dingin. "Harus, Leo. Ada bug aneh di algoritma pencocokan. Membuat pasangan yang… tidak masuk akal."

Leo terkekeh. "Mungkin algoritma itu tahu sesuatu yang tidak kita tahu." Ia mendekat, mengamati barisan kode kompleks di layar Anya. "Butuh bantuan?"

Anya menggeleng. "Terima kasih, tapi aku hampir selesai. Cuma… frustrasi saja. Aku ingin Aether menjadi sempurna, tahu?"

"Sempurna itu mitos, Anya. Bahkan kode terbaik pun punya celah." Leo menepuk pundaknya pelan. "Istirahatlah. Jangan sampai algoritma itu meracuni pikiranmu."

Anya mengangguk lemah, tapi setelah Leo pergi, ia kembali tenggelam dalam lautan kode. Ia melihat baris demi baris, mencari anomali yang menyebabkan kesalahan pencocokan. Semakin lama ia menatap layar, semakin ia merasa ada sesuatu yang hilang. Aether memang mencocokkan orang berdasarkan minat, nilai, dan tujuan hidup, tapi… apakah itu cukup?

Pikiran itu terus menghantuinya. Ia memikirkan temannya, Sarah, yang berkencan dengan pria yang secara teoritis sempurna untuknya berdasarkan Aether, tapi hubungan mereka hancur dalam hitungan minggu. Lalu, ada dirinya sendiri, yang menguji Aether berulang kali, tapi tidak pernah menemukan seseorang yang benar-benar "klik."

Semakin lama ia berpikir, semakin ia menyadari bahwa Aether kehilangan sesuatu yang esensial: sentuhan manusia. Ia terlupa bahwa cinta bukan hanya tentang persamaan, tapi juga tentang kejutan, ketidaksempurnaan, dan koneksi yang tak terduga.

Malam itu, Anya pulang dengan pikiran berkecamuk. Ia membuka aplikasi Aether di ponselnya, melihat sederetan profil yang direkomendasikan. Semua tampak sempurna di atas kertas, tapi tidak ada yang memicu sesuatu dalam dirinya. Ia merasa kosong.

Tiba-tiba, sebuah notifikasi muncul. “Aether merekomendasikan Anda untuk terhubung dengan Leo Anderson.”

Anya terkejut. Leo? Algoritma Aether merekomendasikannya dengan Leo? Ia membaca profil Leo dengan seksama. Minatnya sama dengan minatnya, nilai-nilainya sejalan, dan tujuan hidupnya serupa. Bahkan, ia menemukan fakta-fakta baru tentang Leo yang membuatnya tersenyum. Ia tidak pernah menyadari bahwa mereka memiliki banyak kesamaan.

Ia ragu-ragu. Berkencan dengan kepala departemen? Kedengarannya seperti bencana. Tapi, semakin ia memikirkannya, semakin ia merasa penasaran. Mungkin, algoritma itu tidak sepenuhnya salah. Mungkin, ada sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan di antara mereka.

Dengan jantung berdebar, ia mengirimkan permintaan koneksi ke Leo.

Beberapa menit kemudian, Leo menerimanya. Pesan instan muncul di layar ponsel Anya. "Anya, ini kejutan yang menyenangkan! Apa yang membawamu ke Aether?"

Anya tersenyum. Ia mengetik balasan, "Aku sedang mencoba memperbaiki algoritma, Leo. Dan, yah… algoritma itu sepertinya tahu sesuatu yang tidak aku tahu."

Percakapan mereka berlanjut hingga larut malam. Mereka berbicara tentang segala hal, dari ambisi mereka hingga ketakutan mereka. Anya menyadari bahwa Leo bukan hanya kepala departemen yang ramah, tapi juga seorang pria yang cerdas, lucu, dan penuh perhatian. Ia merasa terhubung dengannya dengan cara yang tidak pernah ia rasakan dengan orang lain.

Beberapa hari kemudian, Leo mengajaknya makan siang. Mereka berbicara selama berjam-jam, tertawa, dan berbagi cerita. Anya merasa nyaman di dekat Leo, seolah ia telah mengenalnya seumur hidup. Ia mulai menyadari bahwa algoritma Aether mungkin tidak sempurna, tapi itu membukakan jalannya untuk menemukan seseorang yang istimewa.

Setelah makan siang itu, hubungan mereka berkembang pesat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, bekerja bersama, dan tertawa bersama. Anya merasa hidupnya lebih berwarna sejak Leo hadir. Ia menyadari bahwa cinta tidak hanya tentang persamaan di atas kertas, tapi juga tentang koneksi yang tak terduga, sentuhan yang menghangatkan, dan kebahagiaan yang ditemukan dalam kebersamaan.

Namun, Anya masih merasa tidak nyaman. Ia merasa bersalah karena menggunakan Aether untuk mencari cinta. Ia merasa ia telah mengkhianati prinsipnya sendiri.

Suatu malam, ia mengungkapkan perasaannya kepada Leo. "Aku merasa bersalah, Leo. Aku menciptakan Aether untuk membantu orang lain menemukan cinta, tapi aku malah menggunakannya untuk diriku sendiri."

Leo menggenggam tangannya. "Anya, kamu tidak melakukan kesalahan apa pun. Algoritma itu hanya membukakan jalannya. Kamu yang memutuskan untuk menerima dan mengejar apa yang kamu rasakan. Kamu yang membuat koneksi itu menjadi nyata."

Ia menghela napas. "Tapi, bagaimana jika algoritma itu salah? Bagaimana jika kita tidak cocok seperti yang dikira?"

Leo tersenyum. "Kita tidak akan tahu sampai kita mencoba, kan? Dan bahkan jika kita tidak cocok, kita bisa belajar dan tumbuh dari pengalaman itu. Yang penting adalah kita jujur pada diri sendiri dan satu sama lain."

Kata-kata Leo menenangkannya. Ia menyadari bahwa ia terlalu fokus pada kesempurnaan algoritma dan lupa bahwa cinta adalah tentang mengambil risiko dan menerima ketidaksempurnaan.

Anya dan Leo terus menjalin hubungan mereka. Mereka menemukan banyak hal yang mereka sukai satu sama lain, dan mereka juga belajar untuk menerima perbedaan mereka. Mereka saling mendukung dalam pekerjaan dan impian mereka. Mereka menemukan kebahagiaan dalam kebersamaan.

Suatu malam, di bawah langit yang bertaburan bintang, Leo berlutut dan melamarnya. Anya, dengan air mata bahagia mengalir di pipinya, menjawab, "Ya."

Ia akhirnya mengerti bahwa cinta tidak bisa diprediksi oleh algoritma. Cinta adalah tentang hati, intuisi, dan keberanian untuk mengambil risiko. Aether mungkin telah membukakan jalannya, tapi dialah yang memilih untuk berjalan di jalan itu. Ia menemukan cintanya, bukan dalam barisan kode, tapi dalam sentuhan hangat dari seorang pria yang membuatnya merasa utuh. Ia menemukan cinta, bukan dalam algoritma, tapi dalam mata Leo yang memancarkan kebaikan dan cinta yang tulus. Ia menemukan cinta, bukan dalam kesempurnaan, tapi dalam ketidaksempurnaan yang membuat mereka sempurna satu sama lain.

Anya, sang programmer brilian, akhirnya menemukan cinta sejati. Bukan dalam kode, tapi dalam sentuhan algoritma takdir yang mempertemukannya dengan Leo. Dan di sanalah, dalam pelukan Leo, ia menyadari bahwa kode terindah adalah kode cinta yang terukir di hati.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI