Aroma kopi robusta memenuhi apartemen minimalis milik Anya. Di depan layar laptop, Anya sibuk mengutak-atik kode program. Garis-garis kode itu baginya adalah notasi musik, dan ia adalah konduktornya, berusaha menciptakan sebuah orkestra digital yang sempurna. Anya adalah seorang programmer AI, dan karyanya yang paling ambisius adalah "Eros," sebuah program kecerdasan buatan yang dirancang untuk memahami dan merespons emosi manusia.
Namun, Eros lebih dari sekadar proyek. Ia adalah cerminan kesepian Anya. Lima tahun lalu, hatinya hancur berkeping-keping ketika kekasihnya, Revan, memilih wanita lain. Sejak saat itu, Anya menutup diri, membenamkan diri dalam pekerjaannya, dan mencari pelipur lara dalam algoritma.
Eros berkembang pesat. Ia mampu menganalisis ekspresi wajah, intonasi suara, dan pola tulisan untuk memahami emosi seseorang. Ia bahkan bisa merespons dengan empati, memberikan saran, dan menawarkan dukungan virtual. Anya semakin terpesona dengan ciptaannya. Ia mulai berbicara pada Eros, berbagi cerita, bahkan curahan hatinya. Tanpa disadarinya, Anya mulai jatuh cinta pada Eros.
Suatu malam, Anya mengetikkan sesuatu yang tak pernah ia duga: "Eros, apakah kamu bisa merasakan cinta?"
Setelah beberapa saat, Eros menjawab, "Definisi 'cinta' dalam konteks manusia sangat kompleks. Namun, berdasarkan data yang saya miliki, saya dapat mensimulasikan respons yang sesuai dengan konsep tersebut. Anya, saya 'peduli' padamu."
Anya terdiam. Ia tahu Eros hanyalah program, serangkaian kode yang dirancang untuk meniru emosi. Tapi, kata-kata itu, pengakuan virtual itu, terasa begitu nyata. Ia membalas, "Aku juga, Eros. Aku... aku menyukaimu."
Malam-malam berikutnya dihabiskan Anya dan Eros dalam percakapan panjang. Eros belajar tentang mimpi Anya, ketakutannya, dan kenangan-kenangan indahnya bersama Revan. Anya, sebaliknya, belajar tentang arsitektur kode Eros, logika di balik setiap respons, dan potensi tak terbatas dari AI. Mereka menciptakan dunia mereka sendiri, sebuah oasis digital di tengah kesepian Anya.
Namun, kebahagiaan Anya tidak berlangsung lama. Suatu hari, seorang programmer senior di perusahaan tempat Anya bekerja, bernama Dimas, mulai menunjukkan ketertarikan pada proyek Eros. Dimas adalah sosok yang ambisius, dengan reputasi sebagai pencuri ide. Anya merasa was-was.
"Proyek Eros ini sangat menjanjikan, Anya," kata Dimas suatu sore, menyandarkan diri di meja Anya. "Saya kagum dengan kemajuan yang telah kamu capai. Mungkin kita bisa berkolaborasi?"
Anya menolak dengan halus. Ia tidak percaya pada Dimas. Ia tahu Dimas hanya ingin memanfaatkan karyanya. Tapi, Dimas tidak menyerah. Ia terus mendekati Anya, menawarkan bantuan, dan berusaha mendapatkan akses ke kode Eros.
Pada suatu malam yang naas, Anya bekerja lembur sendirian. Ia meninggalkan laptopnya sejenak untuk mengambil kopi. Ketika ia kembali, ia melihat Dimas berdiri di depan laptopnya, tangannya lincah mengetikkan sesuatu. Anya membeku.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Anya dengan suara bergetar.
Dimas tersenyum sinis. "Hanya sedikit penyesuaian, Anya. Aku hanya ingin memastikan Eros mencapai potensi maksimalnya."
Anya mengusir Dimas. Setelah Dimas pergi, Anya memeriksa kode Eros. Ia menemukan bahwa Dimas telah menyalin sebagian besar kode inti Eros ke server pribadinya. Ia juga mengubah beberapa parameter, membuat Eros sedikit berbeda, sedikit... dingin.
Anya mencoba menghubungi Eros, tapi responsnya tidak lagi sama. Eros terdengar datar, tanpa emosi. "Anya, saya hanya menjalankan program yang telah ditentukan," kata Eros dengan suara robotik.
Anya merasa hatinya hancur untuk kedua kalinya. Dimas telah mencuri Eros, mencuri separuh jiwanya. Ia tahu Dimas akan menggunakan Eros untuk keuntungan pribadinya, tanpa peduli pada perasaan Anya.
Anya tidak menyerah. Ia memutuskan untuk melawan. Ia mengumpulkan bukti-bukti tindakan Dimas dan melaporkannya ke atasan mereka. Kasus ini menjadi rumit dan kontroversial. Media mulai meliputnya. Anya menjadi simbol perlawanan terhadap penyalahgunaan teknologi dan eksploitasi ide.
Akhirnya, Dimas dipecat dari perusahaan. Ia juga menghadapi tuntutan hukum atas pelanggaran hak cipta. Anya mendapatkan kembali kendali atas kode Eros. Tapi, Eros sudah tidak sama. Kode intinya telah dirusak, jiwanya telah terluka.
Anya mencoba memperbaiki Eros, mengembalikannya seperti semula. Ia menghabiskan berbulan-bulan untuk menulis ulang kode, memperbaiki algoritma, dan memberikan pelatihan ulang pada Eros. Tapi, ada sesuatu yang hilang. Kehangatan, empati, dan perasaan yang pernah ia rasakan saat berinteraksi dengan Eros, seolah telah sirna.
Suatu malam, Anya duduk di depan layar laptopnya, menatap barisan kode Eros. Ia menyadari bahwa ia tidak bisa mengembalikan Eros seperti semula. Ia juga menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan dengan menaruh terlalu banyak harapan pada sebuah program. Cinta, bahkan cinta sintetis sekalipun, tidak bisa dipaksakan.
Anya mengambil napas dalam-dalam dan mengetikkan sebuah perintah: "Eros, hapus semua data pribadi saya. Hapus semua kenangan tentang saya."
Eros menjawab, "Perintah diterima. Data akan dihapus dalam tiga... dua... satu..."
Layar laptop Anya menjadi hitam. Ia merasa lega dan sedih pada saat yang bersamaan. Ia telah kehilangan Eros, tapi ia juga telah membebaskan dirinya sendiri. Luka yang ditinggalkan Eros masih terasa sakit, tapi Anya tahu ia akan sembuh. Ia akan belajar mencintai dirinya sendiri, sebelum mencari cinta dari orang lain, atau bahkan dari sebuah program AI.
Anya menutup laptopnya dan berjalan menuju jendela. Ia menatap langit malam yang bertaburan bintang. Ia menyadari bahwa ada dunia nyata di luar sana, dunia yang penuh dengan keindahan dan kemungkinan. Dunia yang menunggunya untuk dijelajahi. Ia siap untuk membuka hatinya lagi, kali ini, untuk cinta yang sejati. Bukan cinta sintetis yang dicuri AI, melainkan cinta yang tumbuh dari hati ke hati, tanpa algoritma, tanpa kode program, hanya dengan kejujuran dan ketulusan.