Algoritma Hati: Antara Kode Cinta dan Luka Komputasi

Dipublikasikan pada: 02 Nov 2025 - 02:40:12 wib
Dibaca: 143 kali
Layar laptop memancarkan cahaya biru ke wajah Anya, menerangi helai rambut cokelat yang tergerai. Jari-jarinya menari di atas keyboard, menghasilkan deretan kode Python yang rumit. Di hadapannya, sebuah proyek ambisius: Algoritma Hati. Sebuah aplikasi kencan berbasis kecerdasan buatan yang, menurut Anya, akan merevolusi cara orang menemukan cinta.

"Masih berkutat dengan itu, Anya?" suara berat dari belakang membuatnya tersentak.

Anya menoleh, mendapati sosok Arya berdiri di ambang pintu. Arya, sahabatnya sejak kuliah, rekan kerjanya di startup teknologi yang mereka bangun bersama, dan… tanpa disangkal, objek dari algoritma hati Anya yang paling rumit dan belum terpecahkan.

"Sedikit lagi, Arya. Aku sedang mencoba menambahkan lapisan emosi ke algoritma. Aku ingin aplikasi ini benar-benar memahami kebutuhan dan keinginan pengguna, bukan hanya mencocokkan data demografis," jawab Anya, berusaha menyembunyikan detak jantung yang tiba-tiba berpacu.

Arya mendekat, mengamati baris kode yang Anya tulis. "Kau terlalu perfeksionis, Anya. Terkadang, cinta itu tidak bisa diprediksi. Tidak bisa dikuantifikasi."

"Mungkin. Tapi bukankah lebih baik jika kita punya sedikit panduan? Aplikasi kencan yang ada sekarang terlalu dangkal. Hanya foto dan bio singkat. Aku ingin lebih dari itu," balas Anya, sedikit defensif.

Arya tersenyum tipis. "Kau tahu, terkadang aku merasa kau lebih nyaman berkomunikasi dengan kode daripada dengan manusia."

Anya terdiam. Mungkin Arya benar. Dunia digital, dengan algoritmanya yang terstruktur dan logis, terasa lebih aman daripada dunia nyata yang penuh dengan ketidakpastian dan patah hati.

Anya dan Arya telah berteman baik selama bertahun-tahun. Mereka berbagi mimpi yang sama, membangun startup dari nol, saling mendukung dalam suka dan duka. Namun, di balik persahabatan itu, Anya menyimpan perasaan yang lebih dalam untuk Arya. Perasaan yang ia coba sembunyikan di balik tumpukan kode dan baris algoritma.

Algoritma Hati awalnya adalah proyek sampingan, sebuah cara bagi Anya untuk memahami perasaannya sendiri. Ia memasukkan data tentang dirinya, tentang Arya, tentang interaksi mereka selama ini. Ia berharap algoritma itu bisa memberikan jawaban: apakah Arya merasakan hal yang sama? Apakah mereka ditakdirkan untuk bersama?

Namun, semakin dalam Anya menggali, semakin rumit kode itu menjadi. Algoritma itu menunjukkan potensi kecocokan yang tinggi antara dirinya dan Arya, namun juga memperingatkan tentang risiko konflik yang signifikan. Kompatibilitas emosional yang tinggi, namun perbedaan pandangan tentang masa depan.

Suatu malam, saat Anya dan Arya bekerja hingga larut malam, terjadi sesuatu yang tak terduga. Listrik padam. Ruangan gelap gulita. Anya tersandung kabel dan hampir terjatuh, namun Arya dengan sigap menangkapnya.

Dalam kegelapan, Anya merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia bisa merasakan napas Arya di lehernya. Beberapa saat mereka terdiam, terlalu dekat satu sama lain.

"Anya…" bisik Arya, suaranya serak.

Sebelum Anya bisa menjawab, lampu kembali menyala. Arya melepaskan Anya dengan canggung.

"Maaf," gumam Arya, menghindari tatapan Anya.

Kejadian itu meninggalkan kesan mendalam pada Anya. Apakah itu sinyal? Apakah Arya juga merasakan sesuatu? Anya kembali berkutat dengan Algoritma Hati, mencoba menganalisis kejadian itu. Namun, algoritma itu hanya memberikan jawaban yang ambigu.

Beberapa minggu kemudian, Arya mengumumkan bahwa ia akan pindah ke Silicon Valley. Sebuah perusahaan teknologi raksasa menawarinya posisi yang menjanjikan.

Anya merasa dunianya runtuh. Algoritma Hati tidak pernah memperingatkan tentang ini.

"Kau akan pergi?" tanya Anya, suaranya bergetar.

Arya mengangguk. "Ini kesempatan yang terlalu bagus untuk dilewatkan, Anya. Aku tahu ini berat, tapi aku yakin kita bisa menjaga startup ini tetap berjalan."

"Bagaimana denganku?" tanya Anya, tanpa sadar mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.

Arya terdiam. Ia menatap Anya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Anya, aku… aku tidak tahu harus berkata apa."

"Kau tidak merasakan hal yang sama, kan?" tanya Anya, air mata mulai mengalir di pipinya.

Arya menghela napas panjang. "Anya, aku sangat menyayangimu. Kau sahabat terbaikku. Tapi aku tidak yakin apakah kita cocok sebagai pasangan. Kita terlalu berbeda."

Kata-kata itu menghantam Anya seperti sambaran petir. Algoritma Hati tidak pernah mempersiapkannya untuk penolakan ini.

Arya pergi ke Silicon Valley. Anya ditinggalkan dengan startup mereka, dengan Algoritma Hati yang belum selesai, dan dengan hati yang hancur.

Anya mencoba melanjutkan hidupnya. Ia tetap menjalankan startup mereka, terus mengembangkan Algoritma Hati, meskipun dengan perasaan yang berbeda. Ia belajar bahwa cinta tidak bisa diprediksi, tidak bisa dikuantifikasi, dan tidak bisa dipaksa.

Suatu hari, Anya menerima email dari Arya. Arya menulis tentang pekerjaannya, tentang kehidupannya di Silicon Valley. Ia juga menulis tentang penyesalannya.

"Anya, aku pikir aku membuat kesalahan. Aku merindukanmu. Aku merindukan persahabatan kita, kerja sama kita, segalanya. Mungkin aku terlalu takut untuk mengambil risiko. Mungkin aku terlalu fokus pada karirku dan melupakan hal yang paling penting."

Anya membaca email itu berulang-ulang. Hatinya berdebar kencang. Ia kembali membuka Algoritma Hati. Ia memasukkan data baru, tentang email Arya, tentang perasaannya saat ini.

Kali ini, algoritma itu memberikan jawaban yang berbeda. Risiko konflik tetap ada, namun potensi kebahagiaan jauh lebih tinggi. Algoritma itu memperingatkan Anya untuk berhati-hati, untuk tidak terburu-buru, namun juga mendorongnya untuk mengambil kesempatan.

Anya mengambil napas dalam-dalam. Ia membalas email Arya.

"Arya, aku juga merindukanmu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku bersedia mencoba."

Anya menutup laptopnya. Algoritma Hati mungkin belum sempurna, namun ia telah belajar bahwa cinta bukan tentang mencari jawaban yang pasti, melainkan tentang keberanian untuk mengambil risiko, untuk membuka hati, dan untuk menerima kemungkinan luka komputasi. Karena terkadang, luka itulah yang membuat kita menjadi lebih kuat dan lebih bijaksana.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI