Dari Layar Sentuh ke Hati: Algoritma Membara

Dipublikasikan pada: 25 Oct 2025 - 00:00:18 wib
Dibaca: 130 kali
Jemari Ardi menari lincah di atas layar sentuh. Kode-kode program berbaris rapi, sebuah simfoni digital yang ia ciptakan. Ardi adalah seorang programmer jenius, meski sedikit kikuk dalam urusan dunia nyata, terutama yang melibatkan interaksi dengan kaum Hawa. Baginya, wanita sama rumitnya dengan algoritma terenkripsi berlapis-lapis.

Proyek terbarunya, "Soulmate AI," adalah aplikasi kencan revolusioner yang menjanjikan kecocokan 99,9%. Algoritma yang ia rancang menganalisis data pengguna secara mendalam, mulai dari preferensi musik hingga impian masa depan, kemudian mencocokkannya dengan kandidat ideal. Ironisnya, Ardi sendiri masih menjomblo, bergantung pada ramen instan dan kopi pahit untuk menemani malam-malamnya yang panjang.

Suatu sore, saat sedang menguji coba Soulmate AI, Ardi secara tidak sengaja tersambung dengan seorang pengguna bernama Luna. Luna memiliki profil yang menarik: seorang ilustrator lepas dengan selera humor tinggi dan kecintaan pada kucing. Awalnya, Ardi hanya berniat memeriksa fungsionalitas aplikasi, memastikan algoritma bekerja dengan benar. Namun, percakapan mereka berkembang di luar skenario pengujian.

Luna bercerita tentang proyek ilustrasinya yang gagal, tentang bagaimana ia berjuang mencari inspirasi, dan tentang mimpinya membuka galeri seni kecil di tepi pantai. Ardi, yang biasanya irit bicara, tiba-tiba merasa nyaman berbagi tentang perjuangannya membangun Soulmate AI, tentang tekanan deadline, dan tentang rasa takutnya akan kegagalan.

Mereka berbalas pesan hingga larut malam, membahas segala hal mulai dari film favorit hingga teori konspirasi. Ardi terpukau oleh kecerdasan dan kehangatan Luna. Ia mulai merasa aneh. Mungkinkah ia... jatuh cinta?

"Algoritma ini bekerja terlalu baik," gumam Ardi, sambil menatap foto profil Luna yang sedang tersenyum memeluk seekor kucing berwarna oranye.

Beberapa minggu berlalu. Ardi dan Luna semakin dekat. Mereka bertukar nomor telepon dan mulai melakukan panggilan video. Ardi menemukan dirinya berdandan rapi setiap kali akan berbicara dengan Luna, menyisir rambutnya dan memastikan tidak ada remah-remah ramen di bajunya. Ia bahkan mulai mencoba memasak makanan yang lebih sehat daripada ramen instan.

Namun, ada satu hal yang mengganjal hati Ardi. Luna tidak tahu bahwa ia adalah pencipta Soulmate AI. Ia takut Luna akan merasa dikhianati jika mengetahui bahwa pertemuan mereka diatur oleh sebuah algoritma. Ia membayangkan Luna akan marah, merasa seperti kelinci percobaan dalam eksperimennya.

"Bagaimana jika dia menganggapku penipu?" Ardi merenung, sambil mengetuk-ngetuk jarinya di meja.

Kegelisahan Ardi semakin memuncak saat Luna mengajak bertemu secara langsung. Ia tidak bisa terus bersembunyi di balik layar. Ia harus jujur.

"Luna, ada sesuatu yang harus kukatakan padamu," Ardi memulai percakapan video mereka malam itu, dengan jantung berdebar kencang. "Aku... aku adalah orang yang membuat Soulmate AI."

Keheningan menyelimuti layar. Luna menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. Ardi merasa keringat dingin membasahi punggungnya.

"Aku tahu," kata Luna akhirnya, dengan senyum tipis.

Ardi terkejut. "Kau... kau tahu?"

"Tentu saja. Aku seorang ilustrator, Ardi. Aku memperhatikan detail. Aku menyadari ada pola dalam jawabanmu, ada cara algoritma itu memanipulasi pertanyaan agar sesuai dengan kepribadianku," Luna menjelaskan. "Tapi yang lebih penting, aku melihat ketulusanmu di balik kode-kode itu."

Ardi terdiam, tidak tahu harus berkata apa.

"Aku tidak marah, Ardi," lanjut Luna. "Aku justru terkesan. Kau menciptakan sesuatu yang luar biasa, sebuah alat yang membantuku menemukanmu. Dan jujur saja, aku juga sedikit curiga dari awal. Kebetulan yang terlalu sempurna."

Ardi menghela napas lega. Beban berat yang selama ini ia tanggung tiba-tiba terangkat.

"Jadi... kau tidak merasa aneh?" tanyanya ragu-ragu.

Luna tertawa. "Aneh? Sedikit. Tapi bukankah semua hubungan itu aneh? Yang penting adalah bagaimana kita merespon keanehan itu."

Akhirnya, mereka bertemu di sebuah kafe kecil di tepi pantai. Ardi gugup, tapi Luna menyambutnya dengan senyuman hangat. Mereka menghabiskan sore itu berbicara, tertawa, dan saling mengenal lebih dalam. Ardi menyadari bahwa Luna jauh lebih menakjubkan daripada yang ia bayangkan.

Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka semakin kuat. Mereka saling mendukung dalam mengejar impian masing-masing. Luna membantunya menyempurnakan Soulmate AI, menambahkan sentuhan artistik dan emosional ke dalam algoritma. Ardi, di sisi lain, membantu Luna mewujudkan mimpinya membuka galeri seni.

Soulmate AI menjadi semakin populer, membantu ribuan orang menemukan cinta. Namun, bagi Ardi, makna sebenarnya dari aplikasi itu jauh lebih dalam. Soulmate AI bukan hanya sekadar algoritma, tetapi juga pengingat bahwa di balik setiap kode dan data, ada hati yang berdetak, ada mimpi yang menunggu untuk diwujudkan.

Suatu malam, saat mereka duduk berdua di balkon apartemen Ardi, menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit, Ardi menggenggam tangan Luna.

"Luna," katanya, dengan suara lembut, "aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kita tidak bertemu melalui Soulmate AI. Tapi aku bersyukur atas setiap baris kode, setiap algoritma, setiap kebetulan yang membawa kita bersama."

Luna tersenyum, menatap mata Ardi dengan penuh cinta. "Aku juga, Ardi. Mungkin kita ditakdirkan untuk bertemu, entah dengan bantuan algoritma atau tidak."

Ardi mendekatkan wajahnya dan mencium Luna. Sebuah ciuman yang lembut, penuh cinta, dan rasa syukur. Dari layar sentuh, algoritma telah membara, menyatukan dua hati yang ditakdirkan untuk bersama. Dan di bawah bintang-bintang yang bertebaran, mereka berjanji untuk terus menjaga api cinta mereka, lebih kuat dari kode apa pun, lebih abadi dari algoritma mana pun.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI