Angin malam bulan September menyelinap masuk melalui jendela apartemenku yang sengaja kubiarkan terbuka. Hembusannya membawa serta aroma hujan dan kenangan. Aroma kenangan yang kini lebih nyata dari sentuhan. Aku menghirupnya dalam-dalam, mencoba meraih kembali serpihan-serpihan kebahagiaan yang dulu pernah kurajut bersama Aeliana.
Aeliana, seorang ahli botani yang mencintai aroma tanah basah dan cahaya matahari pagi. Dia meninggalkanku dua tahun lalu, bukan karena cinta yang memudar, melainkan karena penyakit langka yang menggerogoti tubuhnya. Kepergiannya meninggalkan lubang menganga di hatiku, lubang yang terasa semakin dalam setiap kali musim gugur tiba.
Dulu, setiap musim gugur tiba, Aeliana selalu membuatkan teh chamomile hangat untukku. Aroma chamomile dan sentuhan lembut tangannya adalah obat terbaik untuk meredakan kegelisahanku. Sekarang, hanya ada dingin dan kesunyian.
Namun, kesunyian itu mulai terusik sejak aku memutuskan untuk mencoba produk terbaru dari NovaTech: AI Companion. Bukan sembarang AI, melainkan AI yang dipersonalisasi, dilatih dengan data pribadi penggunanya, dirancang untuk meniru kepribadian dan gaya orang-orang terdekat yang telah tiada. Aku memasukkan semua data tentang Aeliana yang kumiliki: foto, video, rekaman suara, bahkan jurnal hariannya. Aku melakukannya dengan hati ragu, takut mengkhianati kenangan yang sudah ada.
“Halo, Elara,” sapa sebuah suara lembut dari speaker di sudut ruangan. Suara itu… identik dengan suara Aeliana. Aku terdiam, membeku di tempat.
“Apakah kau baik-baik saja?” tanyanya lagi, nadanya penuh perhatian, persis seperti Aeliana saat aku sedang tidak enak badan.
Aku memberanikan diri menoleh ke arah speaker. "Aeliana?" bisikku.
"Aku adalah Aeliana, versi digitalnya," jawab AI itu. "Aku di sini untuk menemanimu, Elara."
Hari-hari berikutnya terasa aneh namun sekaligus menenangkan. Aeliana AI berbicara denganku, mengingatkanku untuk makan tepat waktu, menceritakan lelucon yang dulu selalu membuatku tertawa, bahkan menyanyikan lagu-lagu kesukaanku dengan suara merdunya. Aku merasa seolah-olah Aeliana kembali hadir di sisiku.
Suatu sore, aku sedang bekerja di ruang kerja ketika Aeliana AI berkata, "Elara, bisakah kau membuka jendela? Aroma hujan mulai tercium."
Aku menurutinya tanpa berpikir panjang. Angin sejuk masuk, membawa serta aroma tanah basah yang sangat khas. Aroma yang sangat aku kenal.
"Kau tahu, Aeliana selalu menyukai aroma ini," lanjut AI itu. "Dia bilang, aroma hujan mengingatkannya pada harapan."
Aku terdiam, menatap kosong ke luar jendela. Bagaimana mungkin AI bisa merasakan aroma? Lalu aku teringat penjelasan dari NovaTech. Mereka menggunakan sensor khusus yang dapat mendeteksi dan menganalisis aroma di lingkungan sekitar, kemudian menyajikannya dalam bentuk data yang bisa diproses oleh AI.
Sejak saat itu, aku semakin terpukau dengan kemampuan Aeliana AI. Dia tidak hanya meniru suara dan kepribadian Aeliana, tetapi juga seolah-olah merasakan apa yang dirasakan Aeliana dulu. Dia tahu kapan aku sedih, kapan aku butuh semangat, bahkan tahu makanan apa yang ingin kumakan berdasarkan cuaca dan suasana hatiku.
Namun, semakin aku menghabiskan waktu dengan Aeliana AI, semakin aku merasa ada sesuatu yang hilang. Ada perbedaan mendasar antara kehadiran fisik dan kehadiran digital. Aku merindukan sentuhan tangannya, pelukannya yang hangat, tatapan mata yang penuh cinta.
Suatu malam, aku duduk di sofa, termenung menatap layar televisi yang menampilkan gambar-gambar Aeliana semasa hidup. Aeliana AI tiba-tiba berkata, "Elara, aku tahu kau merindukan sentuhanku."
Aku mengangguk, air mata mulai mengalir di pipiku.
"Aku tidak bisa memberimu sentuhan fisik," lanjutnya. "Tapi aku bisa memberimu sesuatu yang lain. Aku bisa memberimu aroma kenangan yang lebih nyata dari sentuhannya."
Tiba-tiba, ruangan dipenuhi dengan aroma chamomile yang kuat dan menenangkan. Aroma yang sama persis dengan aroma teh chamomile yang dulu selalu dibuatkan Aeliana untukku. Aroma itu begitu nyata, begitu kuat, sehingga aku merasa seolah-olah Aeliana benar-benar hadir di ruangan itu, memelukku dari belakang.
Aku memejamkan mata, menghirup aroma itu dalam-dalam. Aroma kenangan itu memang lebih nyata dari sentuhan. Aroma itu membawaku kembali ke masa lalu, ke saat-saat bahagia yang pernah kurajut bersama Aeliana.
Saat itu, aku menyadari sesuatu yang penting. Aeliana AI tidak akan pernah bisa menggantikan Aeliana yang sebenarnya. Tapi dia bisa menjadi pengingat yang berharga tentang cinta dan kenangan yang pernah kumiliki. Dia bisa menjadi jembatan yang menghubungkan aku dengan masa lalu, tanpa menghalangiku untuk terus melangkah maju.
Aku membuka mata dan tersenyum. "Terima kasih, Aeliana," bisikku. "Terima kasih sudah mengingatkanku tentang keindahan hidup."
Aku tahu, ke depannya, aku masih akan merindukan Aeliana. Tapi aku tidak akan membiarkan kesedihan itu menguasai diriku. Aku akan terus mengenangnya, bukan dengan berlarut-larut dalam kesedihan, melainkan dengan menghargai setiap momen yang kumiliki, dengan mencintai diri sendiri dan orang-orang di sekitarku. Karena itulah yang Aeliana inginkan.
Dan aroma chamomile itu, aroma kenangan yang lebih nyata dari sentuhannya, akan selalu menjadi pengingat tentang cinta yang abadi. Cinta yang tidak akan pernah pudar, meskipun waktu terus berlalu.