Aroma kopi robusta memenuhi apartemen minimalis itu. Anya menyesapnya perlahan, matanya terpaku pada layar laptop. Di depannya, berbaris kode-kode rumit, bahasa yang lebih ia pahami daripada bahasa hati manusia. Anya seorang developer aplikasi kencan revolusioner bernama "SoulSync."
SoulSync bukan aplikasi kencan biasa. Ia menggunakan algoritma canggih, gabungan dari machine learning dan bio-metrik, untuk menemukan pasangan yang benar-benar kompatibel. Data bukan hanya sekadar hobi dan minat, tapi juga pola detak jantung, gelombang otak, hingga fluktuasi hormon. Aplikasi ini menjanjikan cinta sejati yang tak terhindarkan.
Ironisnya, Anya, sang pencipta, masih lajang. Terjebak dalam siklus kerja tanpa henti, ia tak punya waktu untuk urusan asmara. Teman-temannya sering bercanda, "Kamu sibuk menciptakan cinta untuk orang lain, Anya, kapan giliranmu?"
Suatu malam, saat Anya sedang menguji algoritma SoulSync versi terbaru, sebuah notifikasi muncul. "Kandidat Kompatibilitas Tertinggi: Dr. Elio Rahman."
Anya terkejut. Elio Rahman adalah seorang ahli bio-informatika yang bekerja di lab riset yang sama dengannya. Ia tahu Elio, tapi interaksi mereka selama ini sebatas sapaan singkat di lorong dan diskusi profesional yang formal.
Rasa penasaran mengalahkan keraguannya. Ia mengklik profil Elio. Foto Elio menampilkan senyum tulus yang membuat jantung Anya berdegup kencang – aneh, mengingat ia sudah kebal terhadap efek cinta berkat pekerjaannya.
Algoritma SoulSync menampilkan data yang mencengangkan. Kompatibilitas Anya dan Elio mencapai 98.7%, angka tertinggi yang pernah tercatat dalam sistem. Algoritma itu bahkan memprediksi sinkronisasi sempurna dalam ritme sirkadian dan respons emosional.
Awalnya, Anya menertawakan dirinya sendiri. Ia adalah seorang ilmuwan, bukan penggemar ramalan jodoh. Tapi semakin lama ia menatap data itu, semakin ia terpukau. Apakah mungkin algoritma benar-benar menemukan belahan jiwanya?
Keesokan harinya, Anya memberanikan diri menyapa Elio di kafetaria kantor. "Hai, Elio," sapanya, berusaha menyembunyikan kegugupan.
Elio menoleh, matanya berbinar. "Anya? Hai! Aku… aku senang bertemu denganmu di sini." Ia tampak sama gugupnya.
Percakapan mereka mengalir lancar. Mereka berbicara tentang penelitian terbaru, tentang kecintaan mereka pada data, tentang mimpi mereka untuk menciptakan teknologi yang bermanfaat bagi umat manusia. Anya merasa ada koneksi yang kuat di antara mereka, lebih dari sekadar rekan kerja.
Malamnya, Anya mendapat notifikasi dari SoulSync. "Disarankan: Makan Malam Romantis di 'Le Fleur' pada Pukul 20:00. Probabilitas Keberhasilan: 99.2%."
Anya tersenyum sinis. Algoritma ini benar-benar posesif. Tapi, ia tak bisa menampik keinginan kuat untuk mengikuti sarannya. Ia mengirim pesan singkat ke Elio, mengajaknya makan malam. Elio menyetujui dengan antusias.
Makan malam itu berjalan sempurna. Suasana restoran romantis, percakapan mereka semakin mendalam, dan sentuhan kecil yang tak disengaja menimbulkan getaran aneh di sekujur tubuh Anya. Algoritma SoulSync pasti sangat senang.
Beberapa minggu berlalu. Anya dan Elio semakin dekat. Mereka menghabiskan waktu bersama, berbagi tawa, dan saling mendukung dalam pekerjaan. Anya merasa bahagia, lebih bahagia dari yang pernah ia bayangkan. Ia mulai percaya pada kekuatan algoritma.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Suatu hari, saat Anya sedang bekerja, ia menerima notifikasi aneh dari SoulSync. "Peringatan: Fluktuasi Detak Jantung Elio Rahman Terdeteksi. Potensi Ketidaksesuaian: 12.5%. Disarankan: Batasi Interaksi Fisik dan Emosional."
Anya bingung. Apa maksudnya ini? Ia memeriksa data Elio dengan seksama. Algoritma menunjukkan bahwa detak jantung Elio cenderung meningkat saat ia berinteraksi dengan seorang wanita bernama Clara, seorang peneliti baru di lab mereka.
Rasa cemburu yang aneh menyelimuti Anya. Ia tahu ini irasional, tapi ia tidak bisa mengabaikan peringatan algoritma. Ia mulai menjauhi Elio, menciptakan jarak di antara mereka.
Elio merasakan perubahan itu. Ia bertanya pada Anya apa yang terjadi, tapi Anya hanya menjawab dengan alasan yang mengada-ada. Elio tampak kecewa dan bingung.
Suatu malam, Anya memutuskan untuk mengonfrontasi Elio. Ia menemuinya di apartemen Elio, membawa laptopnya yang penuh dengan data dari SoulSync.
"Elio, aku tahu tentang Clara," kata Anya, suaranya bergetar. Ia menunjukkan data yang ia kumpulkan. "Algoritma mengatakan bahwa kamu tidak lagi kompatibel denganku."
Elio menatap Anya dengan tatapan tidak percaya. "Anya, apa yang kamu bicarakan? Aku menyukaimu, aku benar-benar menyukaimu."
"Tapi data ini…" Anya menunjuk ke layar laptopnya.
"Anya, data tidak bisa mengukur perasaan," kata Elio dengan tegas. "Aku memang bekerja dengan Clara, dia rekan kerjaku. Mungkin detak jantungku meningkat karena aku gugup saat berbicara dengannya tentang penelitianku. Tapi itu tidak berarti aku menyukainya."
Elio meraih tangan Anya. "Anya, aku memilihmu, bukan algoritma. Aku mencintai kamu, bukan data."
Anya terdiam. Ia menatap mata Elio, mencari kebenaran di sana. Ia melihat kejujuran, cinta, dan harapan.
Ia menyadari kesalahannya. Ia terlalu terpaku pada algoritma, sampai-sampai ia lupa untuk merasakan. Ia membiarkan data mengendalikan hatinya, padahal cinta sejati tidak bisa diukur dengan angka.
Anya mematikan laptopnya. "Maafkan aku, Elio," bisiknya. "Aku terlalu bodoh."
Elio memeluk Anya erat. "Tidak apa-apa, Anya. Yang penting kamu menyadarinya."
Malam itu, Anya dan Elio berbicara panjang lebar. Mereka berjanji untuk saling mempercayai, untuk tidak membiarkan algoritma mengatur hubungan mereka. Mereka belajar bahwa cinta sejati membutuhkan lebih dari sekadar kompatibilitas data. Ia membutuhkan kepercayaan, pengertian, dan penerimaan yang tulus.
Anya memutuskan untuk memodifikasi SoulSync. Ia menambahkan fitur yang menekankan pentingnya intuisi dan pilihan bebas dalam percintaan. Ia ingin aplikasinya membantu orang menemukan cinta, bukan mengendalikan mereka.
Anya dan Elio melanjutkan hubungan mereka, dengan cinta yang lebih kuat dan pemahaman yang lebih dalam. Mereka membuktikan bahwa bahkan di era algoritma, detak jantung sejati tetaplah milik hati, bukan mesin. Mereka adalah bukti bahwa cinta sejati selalu menemukan jalannya, bahkan saat algoritma posesif mencoba mengendalikannya.