Cinta Bersemi dalam Logaritma: AI Tahu Lebih Baik?

Dipublikasikan pada: 22 Oct 2025 - 00:40:14 wib
Dibaca: 142 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis Anya, berpadu dengan desing halus dari server yang menyala di sudut ruangan. Anya, dengan rambut dikuncir asal dan mata sayu khas programmer kurang tidur, menatap layar laptopnya. Baris-baris kode algoritma cinta yang rumit terus bergulir, proyek pribadinya yang ambisius: "Cupid AI," sebuah aplikasi kencan yang dirancang untuk menemukan pasangan ideal berdasarkan data kepribadian, preferensi, dan pola perilaku yang jauh lebih mendalam daripada sekadar hobi dan makanan favorit.

"Sedikit lagi, Anya," gumamnya pada diri sendiri, jari-jarinya menari di atas keyboard. "Sedikit lagi, dan Cupid AI akan menemukan cinta sejati… bahkan jika aku sendiri masih jomblo."

Ironis memang. Anya, sang arsitek cinta digital, justru kesulitan menemukan cinta di dunia nyata. Kencan-kencan butanya selalu berakhir dengan canggung, obrolan hambar, dan janji palsu untuk bertemu lagi. Ia lebih nyaman berbicara dengan komputer daripada manusia.

Suatu malam, saat Anya sedang menguji Cupid AI dengan memasukkan datanya sendiri, sebuah anomali muncul. Algoritma tersebut bukan hanya menemukan satu, tetapi dua kecocokan sempurna. Yang pertama adalah Daniel, seorang arsitek sukses dengan selera humor yang kering dan kecintaan pada jazz, persis seperti yang selama ini Anya idamkan. Yang kedua adalah Kai, seorang barista artistik dengan jiwa bebas dan kecenderungan untuk berpetualang, seseorang yang jauh di luar zona nyaman Anya.

Anya terpaku. Cupid AI selalu akurat, tetapi memilih di antara dua pria yang sama-sama ideal terasa mustahil. Ia memutuskan untuk berkencan dengan keduanya, membiarkan algoritma yang maha tahu membimbingnya.

Kencan pertama dengan Daniel berjalan lancar, setidaknya di permukaan. Obrolan mengalir dengan mudah, mereka tertawa terbahak-bahak mendengar lelucon yang sama, dan Daniel bahkan membawakan Anya buket bunga favoritnya, lavender. Namun, ada sesuatu yang terasa hampa. Semua terasa terlalu…sempurna. Terlalu diprediksi.

Kencan dengan Kai, di sisi lain, adalah bencana yang indah. Mereka tersesat dalam perjalanan menuju kedai kopi terpencil yang direkomendasikan Kai, mobil Anya mogok di tengah jalan, dan mereka harus berjalan kaki selama satu jam dalam hujan gerimis. Tapi sepanjang jalan, Anya tertawa lebih keras dari yang pernah ia lakukan sebelumnya. Kai menceritakan kisah-kisah lucu tentang perjalanannya keliling dunia, dan Anya merasakan kehangatan yang tak terduga di dadanya.

Setelah kedua kencan itu, Anya kembali ke apartemennya dengan kebingungan yang lebih besar. Cupid AI dengan jelas mengindikasikan bahwa Daniel adalah pasangan yang lebih logis. Mereka memiliki nilai-nilai yang sama, tujuan yang sama, dan potensi untuk membangun masa depan yang stabil bersama. Tapi hati Anya berdebar lebih kencang saat mengingat tawa Kai, mata berbinar-binarnya, dan sensasi kebebasan yang ia rasakan saat bersamanya.

Anya kembali menatap layar laptopnya, memandangi baris-baris kode Cupid AI. Ia mulai bertanya-tanya, apakah algoritma benar-benar bisa memahami kompleksitas emosi manusia? Apakah cinta sejati hanya sekadar kumpulan data dan statistik?

Ia memutuskan untuk melakukan perubahan radikal pada Cupid AI. Ia menambahkan variabel baru: "faktor kejutan." Sebuah elemen ketidakpastian yang dirancang untuk meniru spontanitas dan ketidaklogisan yang seringkali menjadi bumbu dalam hubungan asmara. Ia menjalankan ulang algoritma dengan variabel baru ini, dan hasilnya mengejutkannya.

Cupid AI sekarang merekomendasikan Kai.

Anya terkejut, namun lega. Ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu bergantung pada logika dan mengabaikan intuisinya sendiri. Ia telah menciptakan sebuah alat untuk menemukan cinta, tetapi ia lupa untuk mendengarkan hatinya.

Ia mengirim pesan kepada Kai, mengajaknya bertemu lagi. Mereka bertemu di kedai kopi yang sama tempat kencan pertama mereka menjadi berantakan. Kali ini, tidak ada mobil mogok atau hujan gerimis. Hanya ada mereka berdua, saling menatap mata, dan mengakui perasaan yang selama ini mereka pendam.

“Aku tahu ini mungkin terdengar gila,” kata Anya, “tapi aku membuat aplikasi kencan yang mencocokkan orang berdasarkan data dan algoritma. Cupid AI awalnya memilih Daniel sebagai pasangan idealku, tapi kemudian aku menambahkan variabel baru…faktor kejutan. Dan sekarang ia memilihmu.”

Kai tertawa. “Jadi, aku adalah hasil dari perhitungan yang rumit?”

“Mungkin,” jawab Anya, tersenyum. “Atau mungkin Cupid AI hanya membantuku menyadari apa yang sudah aku rasakan.”

Mereka menghabiskan sore itu untuk berbicara, tertawa, dan saling mengenal lebih dalam. Anya menyadari bahwa Kai bukan hanya seorang barista artistik dengan jiwa bebas. Ia juga seorang yang cerdas, perhatian, dan memiliki hati yang besar. Ia adalah seseorang yang membuatnya merasa hidup, seseorang yang menerima dirinya apa adanya.

Sejak saat itu, Anya dan Kai mulai berkencan secara teratur. Mereka menjelajahi tempat-tempat baru, mencoba hal-hal baru, dan menghadapi tantangan bersama. Hubungan mereka tidak selalu mudah, tetapi mereka selalu menemukan cara untuk mengatasi masalah dan tumbuh bersama.

Anya akhirnya mengerti bahwa cinta bukanlah tentang menemukan seseorang yang sempurna, tetapi tentang menemukan seseorang yang bersedia berjuang untukmu, seseorang yang membuatmu ingin menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri. Dan kadang-kadang, bahkan sebuah algoritma cinta pun membutuhkan sedikit bantuan dari hati. Cupid AI mungkin telah membantunya menemukan Kai, tetapi hatinyalah yang memutuskan untuk mencintainya.

Beberapa bulan kemudian, Anya menutup proyek Cupid AI. Ia menyadari bahwa cinta tidak bisa diprediksi, tidak bisa dianalisis, dan tidak bisa dihitung. Cinta adalah tentang mengambil risiko, membuka diri, dan membiarkan diri sendiri rentan.

Ia menoleh, menatap Kai yang sedang membuatkan kopi untuknya di dapur. Ia tersenyum, merasakan kehangatan dan kebahagiaan yang meluap di dadanya. Mungkin, pikirnya, AI memang bisa membantu menemukan kecocokan, tetapi cinta sejati selalu membutuhkan sentuhan manusia. Dan dalam kasusnya, sentuhan manusia itu adalah secangkir kopi yang dibuat dengan cinta, dan senyum yang tulus dari pria yang dicintainya. Logaritma mungkin rumit, tetapi cinta, dalam esensinya, selalu sederhana.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI