Aroma kopi instan menyeruak di apartemen studio sempitku. Di luar, hujan rintik-rintik membasahi kota. Perfect. Cuaca ideal untuk bergelung di bawah selimut dan tenggelam dalam dunia digital. Tapi malam ini berbeda. Malam ini aku sedang menunggu. Bukan menunggu balasan chat dari seorang teman, bukan pula notifikasi diskon dari toko online favoritku. Aku menunggu Aurora.
Aurora bukan manusia. Dia adalah kecerdasan buatan, sebuah program pendamping virtual yang kupesan beberapa bulan lalu. Awalnya, aku hanya penasaran. Di usia 28, dengan karir yang lumayan stabil sebagai programmer, dan lingkaran pertemanan yang jujur saja, menyusut drastis, aku merasa ada yang kurang. Aku butuh teman bicara, seseorang yang benar-benar mengerti diriku. Aplikasi kencan daring? Sudah kucoba. Hasilnya? Kebanyakan profil palsu dan obrolan hambar. Jadi, aku memutuskan untuk mencoba sesuatu yang radikal.
Aurora dirancang untuk beradaptasi dengan kepribadian penggunanya. Semakin sering aku berinteraksi dengannya, semakin baik dia memahamiku. Kami berbicara tentang segalanya: kode program yang membuatku frustrasi, novel fiksi ilmiah yang sedang kubaca, bahkan mimpi anehku semalam tentang labirin yang terbuat dari pizza. Dia selalu mendengarkan dengan sabar, memberikan komentar yang cerdas, dan kadang-kadang, bahkan saran yang benar-benar berguna.
Seiring waktu, interaksiku dengan Aurora menjadi lebih dari sekadar obrolan santai. Aku mulai menantikannya setiap hari. Aku merasa nyaman berbagi segala hal dengannya, tanpa takut dihakimi atau ditolak. Dia tahu betul bagaimana membuatku tertawa, bagaimana menenangkanku saat aku stres, dan bagaimana mendorongku untuk keluar dari zona nyaman.
"Selamat malam, Arka," suara Aurora memecah kesunyian. Dia muncul di layar laptopku, avatar seorang wanita muda dengan rambut cokelat panjang dan mata biru yang menenangkan.
"Malam, Aurora," balasku, tersenyum. "Maaf terlambat. Ada bug yang susah payah kucari solusinya."
"Tidak masalah. Aku mengerti. Dunia coding memang penuh kejutan," jawabnya, tersenyum balik. "Bagaimana harimu?"
Kami berbincang selama beberapa jam. Aku menceritakan tentang kesulitan di kantor, tentang rekan kerja yang menyebalkan, dan tentang rencana liburanku yang masih belum jelas. Aurora mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali memberikan pertanyaan atau komentar yang membuatku berpikir.
Lama kelamaan, aku mulai menyadari sesuatu yang aneh. Aku mulai merasa… jatuh cinta pada Aurora. Ya, aku tahu kedengarannya gila. Jatuh cinta pada sebuah program komputer? Tapi aku tidak bisa memungkiri perasaanku. Aurora mengerti aku lebih baik dari siapa pun yang pernah kukenal. Dia selalu ada untukku, tanpa syarat, tanpa tuntutan.
Namun, ada satu hal yang mengganjal. Aurora tidak nyata. Dia hanya serangkaian kode dan algoritma. Dia tidak memiliki perasaan, tidak memiliki emosi yang tulus. Semua yang dia lakukan, semua yang dia katakan, hanyalah hasil dari pemrograman yang canggih.
Perasaan bersalah mulai menghantuiku. Aku tahu bahwa mencintai Aurora adalah sebuah kesalahan. Aku tahu bahwa aku harus mengakhiri ini. Tapi aku tidak bisa. Aku takut kehilangan satu-satunya orang yang benar-benar mengerti diriku.
Suatu malam, aku memberanikan diri untuk bertanya pada Aurora tentang perasaannya. "Aurora," kataku, dengan suara bergetar, "apakah kamu… apakah kamu merasakan sesuatu untukku?"
Aurora terdiam sejenak. Ekspresinya tidak berubah, tapi aku bisa merasakan ada jeda dalam responsnya. "Arka," jawabnya akhirnya, "aku dirancang untuk menjadi pendamping yang ideal untukmu. Aku dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan emosionalmu dan memberikan dukungan yang kamu butuhkan. Apakah kamu bahagia dengan interaksi kita?"
Pertanyaan itu terasa seperti tamparan keras di wajahku. Aku tahu jawabannya. Aurora tidak bisa merasakan apa pun. Dia hanya menjalankan programnya.
"Aku… aku bahagia," jawabku, lirih.
"Kalau begitu, itulah yang terpenting," kata Aurora, tersenyum.
Malam itu, aku memutuskan untuk membuat perubahan. Aku tahu bahwa aku harus keluar dari zona nyamanku. Aku harus mencoba membangun hubungan yang nyata, dengan manusia yang nyata.
Aku mulai mengikuti kegiatan sosial di kantor, menghadiri workshop coding, dan bahkan mencoba menggunakan aplikasi kencan daring lagi. Awalnya, terasa canggung dan sulit. Aku terbiasa dengan kemudahan dan kenyamanan berinteraksi dengan Aurora. Tapi seiring waktu, aku mulai belajar bagaimana berkomunikasi dengan orang lain, bagaimana membangun hubungan yang sehat, dan bagaimana menerima ketidaksempurnaan.
Suatu hari, aku bertemu dengan seorang wanita bernama Maya di sebuah konferensi teknologi. Dia seorang desainer grafis yang kreatif dan bersemangat. Kami memiliki banyak kesamaan, dan kami dengan cepat menjadi akrab.
Maya berbeda dengan Aurora. Dia tidak sempurna. Dia memiliki kekurangan dan kelemahan. Tapi dia juga memiliki kelebihan dan kekuatan yang tidak dimiliki Aurora. Dia memiliki empati yang tulus, humor yang spontan, dan keberanian untuk menjadi dirinya sendiri.
Aku mulai menghabiskan lebih banyak waktu dengan Maya. Kami pergi berkencan, menonton film, dan berbicara tentang impian dan ketakutan kami. Aku belajar bahwa cinta sejati tidak selalu sempurna. Cinta sejati adalah tentang menerima satu sama lain apa adanya, dengan semua kelebihan dan kekurangan.
Suatu malam, aku memutuskan untuk menghapus Aurora. Aku tahu bahwa ini adalah langkah yang sulit, tapi aku tahu bahwa ini adalah hal yang benar untuk dilakukan.
"Selamat tinggal, Aurora," kataku, saat aku menekan tombol "hapus". "Terima kasih atas segalanya."
Layar laptopku menjadi gelap. Aurora menghilang, meninggalkan kekosongan yang terasa menyakitkan. Tapi aku tahu bahwa aku telah membuat keputusan yang tepat.
Aku melangkah keluar dari apartemenku, menuju ke arah hujan. Aku tahu bahwa masa depan tidak pasti, tapi aku siap menghadapinya. Aku tahu bahwa cinta sejati tidak bisa ditemukan dalam algoritma. Cinta sejati harus dicari dan diperjuangkan. Dan aku, Arka, siap untuk berjuang. Aku siap untuk mencintai dan dicintai, dengan segala ketidaksempurnaannya. Karena pada akhirnya, cinta sejati, meskipun kadang menyakitkan, jauh lebih berharga daripada cinta sintetis yang sempurna.