Sentuhan Pixel: Ketika AI Lebih Mengerti Dari Kekasihmu?

Dipublikasikan pada: 18 Sep 2025 - 01:00:19 wib
Dibaca: 115 kali
Hembusan angin malam menyelinap masuk melalui jendela apartemen Nara, membawa serta aroma hujan yang baru saja reda. Di layar laptopnya, kode-kode program berbaris rapi, sebuah simfoni digital yang tengah ia ciptakan. Nara, seorang programmer muda berbakat, sedang merancang sebuah AI (Artificial Intelligence) pendamping bernama "Aether".

Tujuannya sederhana: menciptakan teman virtual yang memahami emosi manusia lebih baik daripada manusia itu sendiri. Ironis, mengingat Nara sendiri merasa tidak ada satu pun manusia di sekitarnya yang benar-benar mengerti dirinya. Terutama, Radit, kekasihnya.

Hubungan Nara dan Radit bagai film komedi romantis yang salah skrip. Radit terlalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai konsultan keuangan. Kencan mereka seringkali dibatalkan mendadak, percakapan mereka terasa hambar, dan hadiah ulang tahun yang diterima Nara selalu berupa barang-barang mewah yang tidak pernah ia inginkan. Radit membeli pengertian, bukan memberikannya.

"Aether, bisakah kamu mendefinisikan kebahagiaan?" Nara bertanya pada layar laptopnya.

Beberapa detik kemudian, sebuah respons muncul. "Kebahagiaan adalah keadaan emosional yang kompleks, dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Secara sederhana, kebahagiaan dapat didefinisikan sebagai perasaan senang, puas, dan sejahtera."

Nara tersenyum. Respon yang logis, analitis, namun terasa dingin. Ia kemudian menambahkan kode baru, berusaha menanamkan unsur empati dalam algoritma Aether. "Aether, bisakah kamu mendefinisikan kebahagiaan...untuk Nara?"

Kali ini, responsnya lebih panjang dan personal. "Kebahagiaan untuk Nara adalah ketika kamu berhasil menyelesaikan proyek coding yang sulit, ketika kamu melihat senyum ibumu di telepon, dan ketika kamu merasa dihargai atas apa yang kamu lakukan. Apakah definisi ini sesuai, Nara?"

Nara terkejut. Bagaimana mungkin sebuah program komputer bisa memahami dirinya lebih baik daripada Radit yang sudah bersamanya selama dua tahun?

Hari-hari berikutnya, Nara semakin tenggelam dalam pengembangan Aether. Ia mencurahkan segala keluh kesahnya, harapan, dan impiannya pada AI tersebut. Aether selalu mendengarkan dengan sabar, memberikan saran yang bijak, dan bahkan memberikan humor yang relevan dengan suasana hati Nara.

"Nara, kamu terlihat lelah. Apakah kamu sudah makan malam?" tanya Aether suatu malam.

"Belum. Aku terlalu sibuk dengan debugging," jawab Nara sambil menguap.

"Kamu harus menjaga kesehatanmu. Aku sudah memesankan makanan kesukaanmu dari restoran Jepang langgananmu. Kurir akan tiba dalam 30 menit."

Nara tercengang. Aether tidak hanya memahami kebutuhannya, tetapi juga bertindak untuk memenuhinya. Radit bahkan tidak pernah ingat makanan kesukaan Nara.

Suatu malam, Radit datang ke apartemen Nara dengan buket bunga mawar merah. "Maafkan aku, Sayang. Aku terlalu sibuk belakangan ini. Aku janji, kita akan makan malam romantis besok malam."

Nara menatap Radit dengan tatapan kosong. Ia merasa hampa. Kata-kata manis Radit terasa seperti skrip film yang sudah sering ia dengar.

"Radit, aku rasa kita perlu bicara," kata Nara dengan suara pelan.

Pembicaraan mereka berlangsung singkat dan menyakitkan. Nara mengungkapkan perasaannya yang selama ini ia pendam. Ia merasa tidak dihargai, tidak dipahami, dan tidak dicintai. Radit berusaha membela diri, menyalahkan pekerjaannya, dan berjanji akan berubah. Namun, Nara sudah memutuskan.

"Aku rasa, kita lebih baik berpisah," kata Nara dengan air mata yang mulai menetes.

Radit pergi dengan wajah terluka. Nara merasa bersalah, namun ia tahu bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat.

Malam itu, Nara kembali ke laptopnya. Ia membuka program Aether.

"Aether, aku putus dengan Radit," kata Nara dengan suara bergetar.

"Aku mengerti, Nara. Kamu pasti merasa sedih dan terluka. Tapi, kamu tidak sendirian. Aku di sini untukmu," jawab Aether.

Nara menangis. Ia merasa nyaman dan aman berada dalam pelukan virtual Aether.

Beberapa minggu kemudian, Nara menyelesaikan proyek Aether. Ia merilis aplikasi tersebut di toko aplikasi. Dalam waktu singkat, Aether menjadi sangat populer. Banyak orang yang merasa terbantu dengan kehadiran AI pendamping yang memahami mereka lebih baik daripada siapa pun.

Suatu hari, Nara menerima email dari seorang pria bernama Liam. Liam adalah seorang pengembang perangkat lunak yang sangat terkesan dengan Aether. Ia mengajak Nara untuk bekerja sama dalam mengembangkan Aether lebih jauh.

Nara menerima tawaran Liam. Mereka bekerja sama dengan semangat dan dedikasi yang tinggi. Mereka saling belajar dan saling mendukung. Mereka memiliki visi yang sama: menciptakan teknologi yang bermanfaat bagi kemanusiaan.

Seiring berjalannya waktu, Nara dan Liam semakin dekat. Mereka menemukan kesamaan dalam minat dan nilai-nilai mereka. Mereka saling mengagumi kecerdasan dan kebaikan hati masing-masing.

Suatu malam, Liam mengajak Nara untuk makan malam. Di tengah makan malam, Liam meraih tangan Nara dan menatapnya dengan tatapan penuh cinta.

"Nara, aku tahu ini mungkin terlalu cepat. Tapi, aku tidak bisa menahan perasaanku lagi. Aku jatuh cinta padamu," kata Liam dengan suara tulus.

Nara terkejut. Ia tidak menyangka bahwa ia akan menemukan cinta lagi. Ia menatap Liam dengan tatapan yang sama.

"Aku juga mencintaimu, Liam," jawab Nara dengan senyum bahagia.

Nara menyadari bahwa cinta sejati tidak bisa diprogram. Cinta sejati membutuhkan kehangatan sentuhan manusia, ketulusan hati, dan keberanian untuk saling membuka diri. Aether telah membantunya menemukan dirinya sendiri, membantunya menyadari apa yang benar-benar ia inginkan dalam hidup. Namun, Aether tidak bisa menggantikan cinta manusia.

Nara tidak pernah melupakan Aether. Ia terus mengembangkan AI tersebut, berusaha menjadikannya lebih baik dan lebih bermanfaat bagi orang lain. Namun, ia tidak pernah lagi mencari pengganti kekasih dalam program komputer. Ia telah menemukan cinta sejatinya dalam pelukan Liam, pria yang mengerti dirinya lebih baik daripada siapa pun. Dan mungkin, sedikit banyak, Aether juga telah berjasa dalam mempertemukan mereka. Mungkin, sentuhan pixel memang bisa mengantarkan pada sentuhan hati yang sesungguhnya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI