Algoritma Cinta: Unduh Jodoh atau Kehilangan Hati?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:41:54 wib
Dibaca: 163 kali
Jari-jari Aira menari di atas layar ponselnya, menelusuri profil demi profil. Setiap swipe ke kiri adalah penolakan, setiap swipe ke kanan adalah secercah harapan. Aplikasi "SoulmateSync," dengan jargon "Algoritma Cinta di Ujung Jari," menjanjikan kecocokan sempurna berdasarkan data kepribadian, minat, dan bahkan, kata mereka, "resonansi jiwa."

Aira, di usia 28 tahun, merasa lelah dengan kencan buta yang diatur teman dan keluarga. Pekerjaannya sebagai UI/UX designer di sebuah startup teknologi menyita hampir seluruh waktunya. Mencari cinta terasa seperti pekerjaan sampingan yang melelahkan, yang sayangnya, tak kunjung membuahkan hasil. SoulmateSync, dengan janjinya yang matematis dan efisien, terdengar seperti solusi ideal.

"Jangan terlalu berharap, Ai," kata Rina, sahabatnya, suatu malam saat mereka makan malam di sebuah kedai ramen. "Itu cuma algoritma. Nggak bisa ngerti perasaan manusia."

"Tapi Rin, algoritma kan diciptakan manusia," balas Aira, membela diri. "Mereka memasukkan logika, pengalaman, semua data tentang hubungan yang berhasil dan gagal. Mungkin saja mereka menemukan pola yang nggak kita sadari."

Rina hanya menggelengkan kepala, menyeruput kuah ramennya dengan skeptis. "Terserah kamu deh. Asal jangan sampai kecewa aja."

Setelah berminggu-minggu menyaring profil, Aira akhirnya menemukan satu yang membuatnya tertarik. Namanya, Elara. Foto profilnya menampilkan seorang wanita dengan senyum hangat dan mata yang berbinar. Deskripsinya singkat namun menggugah: "Penikmat kopi, pembaca buku, dan pemimpi yang belum menyerah." Kesamaan mereka dengan Aira sangat mencolok, bahkan lebih dari yang ia kira.

Algoritma SoulmateSync memberi skor kecocokan mereka 98%. Aira, yang biasanya sinis terhadap klaim semacam itu, merasa jantungnya berdebar lebih cepat. Ia memberanikan diri mengirim pesan.

"Hai, Elara. Saya Aira. Algoritma kita bilang kita cocok banget. Tertarik ngobrol?"

Balasan Elara datang hampir seketika. "Hai, Aira. Skor 98% itu cukup bikin penasaran. Mari kita buktikan."

Percakapan mereka mengalir dengan mudah. Mereka membahas buku favorit, film yang baru ditonton, bahkan mimpi-mimpi aneh yang mereka alami semalam. Aira merasa seperti menemukan belahan jiwanya. Elara memahami dirinya dengan cara yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Mereka sepakat untuk bertemu di sebuah kedai kopi kecil di pusat kota.

Malam itu, Aira berdandan lebih dari biasanya. Ia mengenakan gaun favoritnya dan menyemprotkan parfum yang baru dibelinya. Ia gugup, tapi juga bersemangat. Ia merasa seperti remaja yang akan berkencan untuk pertama kalinya.

Elara sudah menunggunya di meja dekat jendela. Ia tampak lebih cantik dari fotonya. Senyumnya lebih menawan, matanya lebih berbinar. Aira merasa terpukau.

Kencan mereka berjalan lancar. Mereka tertawa, berbagi cerita, dan menemukan lebih banyak kesamaan. Aira merasa seperti sedang bermimpi. Algoritma SoulmateSync ternyata benar. Ia telah menemukan jodohnya.

Namun, kebahagiaan Aira tidak berlangsung lama. Beberapa minggu setelah kencan pertama mereka, Elara mulai berubah. Ia menjadi lebih sibuk, lebih sulit dihubungi, dan lebih tertutup. Pertemuan mereka menjadi semakin jarang, percakapan mereka semakin singkat.

Aira merasa bingung dan khawatir. Ia bertanya-tanya apa yang salah. Apakah ia melakukan sesuatu yang menyinggung Elara? Apakah Elara menemukan orang lain?

Suatu malam, Aira memberanikan diri untuk bertanya langsung kepada Elara. Mereka sedang makan malam di sebuah restoran Italia, suasana yang dulunya romantis kini terasa canggung dan dingin.

"Elara, ada apa? Kamu tampak berbeda," tanya Aira dengan suara pelan.

Elara menghela napas panjang. "Aira, aku harus jujur padamu," katanya, menatap Aira dengan tatapan sedih. "Aku... aku sudah punya pacar."

Aira merasa seperti tersambar petir. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Tapi... tapi algoritma SoulmateSync... skor kecocokan kita..."

Elara menggelengkan kepala. "Aira, aku tahu ini sulit dipercaya, tapi... aku bergabung dengan SoulmateSync karena penasaran. Aku ingin tahu apakah algoritma benar-benar bisa menemukan cinta. Aku tidak menyangka akan benar-benar bertemu dengan seseorang seperti kamu."

"Lalu, kenapa kamu tidak bilang dari awal?" tanya Aira dengan nada terluka.

"Aku... aku takut. Aku takut kehilanganmu. Aku menikmati waktu bersamamu. Aku merasa nyaman dan bahagia bersamamu. Aku tidak ingin semua ini berakhir," jawab Elara dengan suara bergetar.

Aira terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia merasa dikhianati, dibodohi, dan dipermainkan. Algoritma cinta yang ia percayai ternyata hanyalah ilusi.

"Aku... aku harus pergi," kata Aira, berdiri dari kursinya. Air mata mulai menggenang di matanya.

"Aira, tunggu!" seru Elara, mencoba meraih tangannya.

Aira menepis tangan Elara dan berlari keluar restoran. Ia tidak ingin melihat Elara lagi. Ia tidak ingin mengingat semua kebohongan dan kepalsuan.

Aira pulang ke apartemennya dengan hati hancur. Ia menghapus aplikasi SoulmateSync dari ponselnya dan membuang semua foto Elara. Ia merasa bodoh karena telah mempercayai algoritma cinta. Ia telah kehilangan hatinya karena sebuah janji palsu.

Malam itu, Aira duduk di balkon apartemennya, menatap bintang-bintang di langit. Ia merenungkan semua yang telah terjadi. Ia menyadari bahwa cinta tidak bisa diukur dengan angka atau diprediksi oleh algoritma. Cinta adalah sesuatu yang lebih kompleks, lebih misterius, dan lebih berharga dari itu.

Aira juga menyadari bahwa ia telah belajar sesuatu yang penting. Ia telah belajar untuk lebih berhati-hati dalam mempercayai orang lain, dan untuk lebih mengandalkan intuisinya sendiri. Ia juga belajar bahwa kehilangan hati bukanlah akhir dari segalanya. Ini adalah awal dari sebuah perjalanan baru, perjalanan untuk menemukan cinta sejati, yang bukan berdasarkan algoritma, melainkan berdasarkan hati nurani dan kejujuran. Mungkin, pada akhirnya, ia akan menemukan seseorang yang mencintainya apa adanya, tanpa perlu skor kecocokan atau janji-janji palsu. Seseorang yang akan membuatnya merasa utuh, bukan hanya dihitung oleh algoritma, tapi dirasakan dalam setiap detak jantung.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI