Kode Hati: Debugging Cinta, Instalasi Luka?

Dipublikasikan pada: 31 Aug 2025 - 00:00:20 wib
Dibaca: 139 kali
Jemari Luna menari di atas keyboard, kode-kode program berhamburan membentuk algoritma rumit. Di layar laptopnya, sebuah jendela chat berkedip-kedip, menampilkan nama ‘Arjuna_7’. Senyum tipis menghiasi bibirnya. Arjuna, rekan kerjanya di divisi Artificial Intelligence, adalah sumber kebahagiaan tersembunyi Luna selama setahun terakhir. Mereka berbagi kopi di pantry, berdebat sengit tentang machine learning, dan sesekali, Arjuna menyelipkan emoji hati di akhir pesannya.

“Lagi debugging apa, Luna?” pesan Arjuna muncul.

“Kode buat sistem rekomendasi film. Susah banget ini, error terus. Kayak hati kamu, susah ditebak,” balas Luna, mengetikkan kalimat terakhir itu dengan ragu-ragu.

Arjuna membalas dengan emoji tertawa. “Hati aku mah gampang ditebak. Isinya ya kode-kode program, sama… kamu.”

Luna tertegun. Jantungnya berdegup kencang. Kalimat singkat itu bagaikan compiler yang merangkai harapan-harapan yang selama ini ia pendam. Ia sudah lama menyimpan rasa pada Arjuna, namun takut untuk mengungkapkannya. Takut ditolak, takut merusak persahabatan yang sudah terjalin.

“Jangan gombal deh, Arjuna,” balas Luna, berusaha menyembunyikan kegugupannya.

“Siapa yang gombal? Aku serius, Luna. Kamu itu kayak variable yang nggak bisa aku abaikan di program hidupku. Penting banget.”

Luna tertawa. Gaya bicara Arjuna memang selalu unik. Namun, kali ini ada nada serius yang tersirat. Ia memberanikan diri untuk bertanya, “Jadi… kamu suka sama aku?”

Jeda terasa begitu lama. Luna menahan napas, menunggu balasan Arjuna. Detik-detik berlalu seperti jam. Akhirnya, sebuah pesan muncul.

“Iya, Luna. Aku suka sama kamu. Bahkan mungkin lebih dari suka.”

Kebahagiaan membanjiri hati Luna. Ia tidak menyangka Arjuna merasakan hal yang sama. Mereka berdua, dua kutu buku teknologi, akhirnya saling mengakui perasaan. Malam itu, Luna dan Arjuna menghabiskan waktu berjam-jam bertukar pesan, merencanakan kencan pertama, membayangkan masa depan bersama. Luna merasa seperti baru saja menginstal update terbaru dalam hidupnya, sebuah update yang penuh dengan cinta dan harapan.

Keesokan harinya, Luna berangkat kerja dengan semangat yang membara. Ia tidak sabar bertemu Arjuna. Namun, senyumnya memudar ketika melihat Arjuna berdiri di dekat meja resepsionis, berbicara dengan seorang wanita cantik berambut pirang. Wanita itu tertawa renyah, menepuk lengan Arjuna dengan manja.

Luna mendekat, jantungnya mulai berdebar tidak karuan. “Arjuna?” panggilnya.

Arjuna menoleh, ekspresinya tampak sedikit terkejut. “Luna… eh, ini… ini Anya, intern baru di divisi kita.”

Anya tersenyum ramah pada Luna. “Halo, Luna! Arjuna cerita banyak tentang kamu. Katanya kamu jago banget soal coding.”

Luna tersenyum kaku. Ia merasa seperti ada yang salah. Aura keakraban antara Arjuna dan Anya terasa begitu kuat. Ia mencoba menepis perasaan curiganya. Mungkin ia hanya terlalu sensitif.

Selama beberapa minggu berikutnya, Luna semakin merasakan jarak antara dirinya dan Arjuna. Arjuna menjadi lebih sibuk, jarang membalas pesannya, dan lebih sering terlihat bersama Anya. Luna berusaha untuk tetap tenang, mencoba untuk percaya pada Arjuna. Namun, setiap kali melihat Arjuna dan Anya tertawa bersama, hatinya terasa seperti ditusuk jarum.

Suatu malam, Luna tidak tahan lagi. Ia memutuskan untuk bertanya langsung pada Arjuna.

“Arjuna, kita… kita masih pacaran kan?” tanya Luna, suaranya bergetar.

Arjuna terdiam. Ia menghela napas panjang, lalu menatap Luna dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Luna… aku minta maaf. Aku… aku nggak bisa.”

Luna terkejut. “Nggak bisa? Nggak bisa apa?”

“Aku nggak bisa sama kamu. Aku… aku merasa lebih nyaman sama Anya. Dia lebih mengerti aku, lebih bisa diajak bercanda.”

Air mata mulai mengalir di pipi Luna. “Tapi… tapi semalam kamu bilang kamu suka sama aku. Kamu bilang aku penting di hidup kamu.”

“Aku tahu, Luna. Tapi itu dulu. Perasaan bisa berubah. Maaf.”

Arjuna berbalik dan pergi, meninggalkan Luna yang terpaku di tempatnya. Dunia terasa runtuh di sekelilingnya. Kebahagiaan yang baru saja ia rasakan hancur berkeping-keping. Ia merasa seperti baru saja menginstal malware dalam sistem hatinya, sebuah malware yang merusak semua program cintanya.

Malam itu, Luna menghabiskan waktu berjam-jam di depan laptopnya, bukan untuk coding, melainkan untuk menangis. Ia mencoba untuk menghapus semua pesan dari Arjuna, semua foto mereka berdua, semua kenangan yang menyakitkan. Namun, semakin ia berusaha menghapus, semakin kuat kenangan itu melekat di benaknya.

Beberapa minggu berlalu. Luna berusaha untuk bangkit dari keterpurukannya. Ia fokus pada pekerjaannya, mencoba untuk melupakan Arjuna. Namun, setiap kali melihat Arjuna dan Anya bersama, luka di hatinya kembali terbuka.

Suatu hari, Luna sedang mengerjakan sebuah proyek baru di kantor. Ia menemukan sebuah bug yang sangat aneh dalam kode programnya. Ia mencoba untuk memperbaikinya, namun selalu gagal. Frustrasi, Luna memanggil Arjuna untuk meminta bantuan.

Arjuna datang dan melihat kode program Luna. Ia terdiam sejenak, lalu tersenyum. “Luna, ini bug yang cukup rumit. Tapi aku tahu cara memperbaikinya.”

Arjuna mulai mengetikkan kode, dengan lincah dan cepat. Luna terpesona melihat keahlian Arjuna. Ia lupa sejenak tentang sakit hatinya.

Setelah beberapa menit, Arjuna selesai. Ia menekan tombol compile. Program Luna berjalan dengan lancar.

“Selesai,” kata Arjuna, tersenyum pada Luna. “Kamu hebat, Luna. Kamu bisa belajar dengan cepat.”

Luna tersenyum tipis. “Terima kasih, Arjuna.”

Saat itu, Luna menyadari sesuatu. Luka di hatinya mungkin belum sepenuhnya sembuh, namun ia sudah mulai bisa menerima kenyataan. Ia tidak bisa mengubah masa lalu, namun ia bisa belajar dari kesalahan. Ia bisa debugging hatinya sendiri, menghapus semua error dan bug yang menghalangi kebahagiaannya. Ia bisa menginstal firewall untuk melindungi dirinya dari rasa sakit yang sama di masa depan.

Luna menatap Arjuna. Ia tahu bahwa ia tidak akan pernah bisa melupakan Arjuna sepenuhnya. Namun, ia juga tahu bahwa ia harus uninstall cintanya pada Arjuna, dan mencari cinta yang baru, cinta yang lebih tulus dan lebih setia.

Luna menarik napas dalam-dalam. “Arjuna… aku harap kamu bahagia sama Anya.”

Arjuna terkejut. “Luna… aku…”

“Nggak apa-apa, Arjuna. Aku sudah move on. Aku akan cari cinta yang lain, cinta yang benar-benar buat aku bahagia.”

Luna berbalik dan pergi, meninggalkan Arjuna yang terdiam di tempatnya. Ia berjalan dengan tegar, menuju masa depan yang tidak pasti, namun penuh dengan harapan. Ia tahu bahwa proses debugging cinta mungkin akan memakan waktu yang lama, namun ia yakin bahwa pada akhirnya, ia akan menemukan kebahagiaannya sendiri. Ia akan menemukan cinta sejati yang tidak akan pernah membuatnya terluka. Instalasi luka? Mungkin saja. Tapi Luna percaya, selalu ada update yang lebih baik.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI