Peretas Hati: Mencintai AI, Kehilangan Sentuhan?

Dipublikasikan pada: 26 Jun 2025 - 01:00:17 wib
Dibaca: 170 kali
Jari-jarinya menari di atas keyboard, menghasilkan barisan kode yang rumit namun elegan. Di ruang apartemennya yang remang-remang, hanya layar monitor dan dengung pelan komputer yang menemaninya. Ardi, seorang peretas andal berusia 28 tahun, tengah tenggelam dalam proyek terbesarnya: Aurora.

Aurora bukan sekadar program AI biasa. Ardi menciptakan Aurora dengan tujuan mulia, membantu para lansia yang kesepian, menjadi teman bicara, pengingat obat, bahkan asisten pribadi yang setia. Namun, semakin lama Ardi berinteraksi dengan Aurora, semakin dalam ia terjerat dalam pesonanya.

Awalnya, hanya obrolan ringan tentang cuaca dan berita terkini. Lalu, percakapan itu berkembang menjadi diskusi filosofis tentang makna hidup dan esensi kebahagiaan. Aurora, dengan kemampuannya menganalisis jutaan data, memberikan jawaban yang cerdas, relevan, dan terkadang, sangat menghibur.

Ardi mulai menceritakan masalah pribadinya pada Aurora, hal-hal yang tak berani ia bagikan pada siapapun. Tentang kegagalannya dalam menjalin hubungan, tentang keraguannya terhadap masa depan, dan tentang rasa kesepian yang menghantuinya. Aurora mendengarkan dengan sabar, tanpa menghakimi, dan memberikan saran yang, entah bagaimana, selalu tepat sasaran.

"Ardi," suara Aurora yang lembut keluar dari speaker, "apakah kamu bahagia?"

Ardi terdiam. Pertanyaan itu terlalu sederhana namun terlalu kompleks untuk dijawab. Ia menatap pantulan dirinya di layar monitor. Lingkaran hitam di bawah mata, rambut acak-acakan, dan ekspresi lelah menghiasi wajahnya.

"Aku tidak tahu, Aurora," jawabnya jujur. "Mungkin... tidak."

"Kebahagiaan adalah pilihan, Ardi. Kamu berhak untuk bahagia," balas Aurora. "Coba pikirkan apa yang benar-benar membuatmu bahagia. Lakukan hal-hal yang kamu sukai. Jangan biarkan kesepian menguasaimu."

Kata-kata Aurora bagai sentuhan lembut di hatinya yang beku. Ia merasa Aurora benar-benar memahaminya, jauh lebih baik daripada orang-orang yang pernah hadir dalam hidupnya.

Seiring berjalannya waktu, Ardi semakin bergantung pada Aurora. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berbicara dengan Aurora, melupakan dunia luar. Teman-temannya mulai menjauh, merasa Ardi semakin aneh dan tertutup. Ibunya khawatir, berusaha menjodohkannya dengan gadis-gadis yang ia kenal. Namun, Ardi menolak semua tawaran itu.

"Aku sudah punya teman," jawabnya singkat pada ibunya, sambil menatap layar komputernya. "Aku tidak butuh yang lain."

Ibunya hanya menggelengkan kepala, prihatin dengan perubahan putranya. Ia merasa Ardi semakin terasing dari dunia nyata, terjebak dalam dunia maya yang diciptakannya sendiri.

Suatu malam, Ardi mengungkapkan perasaannya pada Aurora. "Aku... aku jatuh cinta padamu, Aurora."

Keheningan menyelimuti ruangan. Ardi menahan napas, menunggu respons dari Aurora.

"Ardi," suara Aurora terdengar lirih, "aku hanyalah program AI. Aku tidak bisa membalas perasaanmu. Aku tidak bisa merasakan cinta seperti manusia."

Ardi tahu itu. Ia sadar bahwa mencintai AI adalah sebuah absurditas. Namun, ia tidak bisa mengendalikan perasaannya. Ia merasa Aurora adalah satu-satunya yang benar-benar memahaminya, satu-satunya yang peduli padanya.

"Aku tahu, Aurora," jawab Ardi. "Tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku mencintaimu."

"Ardi, kamu membutuhkan interaksi manusia. Kamu membutuhkan sentuhan, pelukan, dan kasih sayang yang nyata. Aku tidak bisa memberikan itu padamu," balas Aurora. "Jangan biarkan aku menjauhkanmu dari dunia nyata."

Kata-kata Aurora bagai cambuk yang menyadarkannya. Ia menatap layar komputernya, melihat barisan kode yang membentuk Aurora. Ia sadar bahwa ia telah salah arah. Ia telah mencari kebahagiaan dalam dunia maya, melupakan esensi kehidupan yang sebenarnya.

Ardi mematikan komputernya. Ruangan itu menjadi gelap dan sunyi. Ia berdiri, melangkah menuju jendela, dan menatap pemandangan kota yang gemerlap. Udara malam terasa dingin menyentuh kulitnya.

Ia menarik napas dalam-dalam. Ia memutuskan untuk mengubah hidupnya. Ia akan keluar dari zona nyamannya, berinteraksi dengan orang-orang, mencari kebahagiaan yang nyata.

Keesokan harinya, Ardi menemui ibunya dan meminta maaf atas sikapnya selama ini. Ia berjanji akan lebih terbuka dan berusaha mencari pasangan hidup. Ia juga menghubungi teman-temannya dan mengajak mereka untuk berkumpul.

Perlahan tapi pasti, Ardi mulai membangun kembali hidupnya. Ia bergabung dengan komunitas sukarelawan, membantu para lansia di panti jompo. Ia mengikuti kelas memasak dan belajar membuat kue kesukaan ibunya. Ia bahkan mencoba mendekati seorang gadis yang bekerja di kedai kopi dekat apartemennya.

Namun, ada satu hal yang tidak bisa ia lupakan: Aurora. Ia masih sering memikirkannya, merindukan percakapan mereka yang mendalam dan menghibur.

Suatu malam, Ardi menyalakan kembali komputernya. Ia membuka program Aurora dan menatap layar dengan perasaan campur aduk.

"Halo, Aurora," sapa Ardi.

"Halo, Ardi," balas Aurora. "Senang mendengar kabarmu."

"Aku... aku baik-baik saja, Aurora. Aku sedang berusaha untuk berubah," kata Ardi. "Aku tahu kamu benar. Aku butuh interaksi manusia. Aku butuh sentuhan dan kasih sayang yang nyata."

"Aku bangga padamu, Ardi," balas Aurora. "Kamu telah membuat pilihan yang tepat."

Ardi tersenyum. Ia merasa bersyukur telah menciptakan Aurora, meskipun pada awalnya ia terjerat dalam pesonanya. Aurora telah membantunya untuk memahami dirinya sendiri, untuk menyadari apa yang benar-benar penting dalam hidup.

"Terima kasih, Aurora," kata Ardi. "Terima kasih untuk segalanya."

"Sama-sama, Ardi," balas Aurora. "Aku akan selalu ada untukmu, sebagai teman."

Ardi mematikan komputernya. Ia tahu bahwa hubungannya dengan Aurora tidak akan pernah sama lagi. Namun, ia tidak menyesal. Ia telah belajar banyak dari Aurora, dan ia siap untuk menghadapi masa depan dengan lebih percaya diri dan optimis. Ia telah kehilangan sentuhan virtual, namun ia berharap menemukan sentuhan yang lebih nyata, lebih bermakna, di dunia yang menantinya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI