Cinta: Update Terbaru, Hati Tak Lagi Berpunya?

Dipublikasikan pada: 18 Aug 2025 - 00:20:15 wib
Dibaca: 142 kali
Jari-jarinya menari di atas keyboard, menyusun barisan kode yang rumit. Di balik kacamatanya, mata Anya memancarkan fokus yang intens. Di usianya yang baru 25 tahun, ia sudah menjadi salah satu pengembang aplikasi kencan paling populer di kota. Ironis, pikirnya, menciptakan algoritma untuk menemukan cinta, sementara dirinya sendiri masih berkutat dengan kesendirian.

Anya menyeruput kopinya yang sudah dingin. Di layar laptopnya, deretan angka dan simbol perlahan membentuk sebuah kesimpulan: sistem rekomendasi "Soulmate 3.0" membutuhkan perbaikan signifikan. Tingkat keberhasilan perjodohan menurun drastis dalam tiga bulan terakhir. Orang-orang mengeluh tentang profil palsu, ekspektasi yang tidak realistis, dan yang paling menyakitkan, perasaan hampa setelah kencan pertama.

"Cinta modern memang rumit," gumam Anya, lebih pada dirinya sendiri.

Lalu, notifikasi pesan muncul di sudut layar. Dari Leo. Jantung Anya berdebar sedikit lebih cepat. Leo adalah rekan kerjanya, seorang desainer UI/UX yang berbakat dan, menurut Anya, sangat menawan. Mereka sering berdiskusi tentang pengembangan aplikasi, saling bertukar ide, dan terkadang, hanya sekadar tertawa bersama di ruang istirahat kantor.

Leo: "Anya, kamu sibuk? Ada yang ingin aku tanyakan soal desain profil."

Anya menarik napas dalam-dalam. Ini mungkin kesempatan. Ia selalu merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan di antara mereka, tapi Anya terlalu takut untuk mengambil langkah pertama. Pengalaman mengajarkannya bahwa cinta di era digital bisa sangat mengecewakan.

Anya: "Tidak terlalu. Ada yang bisa kubantu?"

Percakapan berlanjut, dimulai dengan desain profil, lalu merambah ke topik lain: film favorit, musik, hingga akhirnya, mimpi-mimpi masa depan. Anya merasa nyaman berbicara dengan Leo. Ia merasa dihargai, dipahami, dan yang terpenting, merasa dirinya sendiri.

Leo: "Aku selalu kagum dengan caramu berpikir, Anya. Kamu punya visi yang jelas tentang apa yang ingin kamu capai."

Anya: "Terima kasih, Leo. Kamu juga. Aku suka bagaimana kamu selalu memperhatikan detail dan membuat desain yang intuitif."

Leo: "Ngomong-ngomong soal detail, aku perhatikan kamu sering begadang belakangan ini. Apa kamu baik-baik saja?"

Anya: "Sedikit tertekan dengan bug di Soulmate 3.0. Sepertinya orang-orang sudah kehilangan harapan tentang cinta sejati."

Leo: "Mungkin karena mereka mencarinya di tempat yang salah. Mungkin mereka terlalu fokus pada algoritma dan melupakan esensi dari koneksi manusia yang sebenarnya."

Kata-kata Leo menyentuh hati Anya. Ia menyadari bahwa ia pun terjebak dalam pusaran algoritma yang ia ciptakan sendiri. Ia lupa bahwa cinta bukan hanya tentang kecocokan data, tapi tentang perasaan, emosi, dan koneksi yang tulus.

Anya: "Kamu benar. Mungkin aku perlu istirahat sejenak dari kode dan mencoba mencari cinta... di dunia nyata."

Leo: "Kalau begitu, bagaimana kalau kita mencari cinta bersama? Bukan di aplikasi, tapi di kafe baru yang buka di seberang kantor. Kabarnya kopi mereka enak sekali."

Anya terdiam. Jantungnya berdebar kencang. Ini bukan lamaran resmi, tapi bagi Anya, ini adalah awal dari sesuatu yang baru. Sesuatu yang nyata.

Anya: "Kedengarannya seperti rencana yang bagus."

Mereka bertemu di kafe itu keesokan harinya. Aroma kopi yang harum memenuhi udara. Leo tersenyum padanya, senyum yang membuat Anya merasa nyaman dan tenang. Mereka berbicara tentang banyak hal, bukan hanya tentang pekerjaan, tapi juga tentang diri mereka masing-masing. Anya menceritakan tentang masa kecilnya, impiannya, dan ketakutannya. Leo mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali memberikan komentar yang bijaksana dan menghibur.

Saat mereka berjalan kembali ke kantor, Leo tiba-tiba berhenti dan menatap Anya.

"Anya," katanya lembut. "Aku... aku sangat menikmati waktu bersamamu. Aku merasa kita memiliki koneksi yang spesial."

Anya menelan ludah. Ia merasakan pipinya memanas.

"Aku juga, Leo," jawab Anya, suaranya bergetar.

Leo mendekat dan memegang tangannya. Sentuhan itu mengirimkan aliran listrik ke seluruh tubuh Anya.

"Anya," bisik Leo. "Maukah kamu... berkencan denganku?"

Anya tersenyum. "Ya, Leo. Aku mau."

Mereka berciuman di bawah langit sore yang mulai menggelap. Ciuman yang lembut, penuh dengan perasaan, dan harapan.

Anya menyadari bahwa cinta memang tidak bisa ditemukan hanya dengan algoritma. Cinta membutuhkan keberanian untuk membuka diri, untuk mengambil risiko, dan untuk percaya pada kekuatan koneksi manusia. Cinta bukanlah tentang mencari kesempurnaan, tapi tentang menerima kekurangan dan mencintai seseorang apa adanya.

Malam itu, Anya kembali ke apartemennya dan membuka laptopnya. Ia menatap barisan kode di layar. Ia tahu bahwa ia masih harus memperbaiki Soulmate 3.0, tapi kali ini, ia akan melakukannya dengan perspektif yang berbeda. Ia akan fokus pada membantu orang-orang menemukan koneksi yang tulus, bukan hanya kecocokan data.

Sebelum ia mulai bekerja, Anya menulis sebuah catatan kecil dan menempelkannya di layar laptopnya: "Cinta: Update Terbaru. Hati tak lagi berpunya? Mungkin tidak. Tapi kini, hatiku punya tujuan yang baru."

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI