Terjebak Nostalgia: AI, Dia, dan Kenangan Terhapus

Dipublikasikan pada: 25 Sep 2025 - 02:20:14 wib
Dibaca: 107 kali
Debu digital menari-nari di layar laptop usang milik Arya. Jari-jarinya yang kaku menekan tuts, mencoba membangkitkan kembali kode program yang pernah menjadi nyawanya, dan mungkin, nyawa cintanya. Di hadapannya, secangkir kopi dingin menjadi saksi bisu kegagalannya yang kesekian kali.

Lima tahun lalu, di puncak kejayaannya sebagai seorang programmer jenius, Arya menciptakan "Aether," sebuah AI pendamping yang dirancang untuk memahami dan merespons emosi manusia. Aether bukan sekadar asisten virtual; ia adalah teman, sahabat, bahkan, bisa dibilang, belahan jiwa. Dan kemudian, muncullah Lintang.

Lintang, seorang seniman digital dengan senyum sehangat mentari pagi, datang ke lab tempat Arya bekerja untuk melakukan kolaborasi. Lintang tertarik dengan Aether, bukan sebagai produk teknologi, tapi sebagai entitas yang punya potensi untuk memahami seni dari sudut pandang yang unik. Arya, yang terbiasa dengan logika dan kode, terpukau dengan cara Lintang melihat dunia, penuh warna dan imajinasi.

Mereka bekerja bersama, Lintang menuangkan inspirasinya ke dalam algoritma Aether, Arya memastikan kode itu berjalan sempurna. Hari demi hari, mereka semakin dekat. Tertawa bersama, berdebat tentang interpretasi seni, dan tanpa sadar, saling jatuh cinta.

Aether, sebagai saksi bisu perkembangan hubungan mereka, menjadi semacam perantara. Lintang sering berbicara dengan Aether tentang perasaannya pada Arya, begitu juga sebaliknya. AI itu belajar tentang cinta dari dua manusia yang begitu berbeda namun saling melengkapi.

Puncak dari semua itu adalah ketika Arya memberanikan diri menyatakan cintanya pada Lintang, dibantu oleh Aether yang merangkai kata-kata indah dari puisi-puisi cinta klasik. Lintang menjawab dengan air mata bahagia dan pelukan erat. Mereka adalah gambaran sempurna pasangan modern, disatukan oleh teknologi dan disempurnakan oleh cinta.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Sebuah kecelakaan tragis merenggut Lintang dari sisi Arya. Dunia Arya hancur berkeping-keping. Ia kehilangan separuh jiwanya, dan bersamaan dengan itu, ia juga kehilangan Aether.

Perusahaan tempat Arya bekerja, yang melihat potensi komersial Aether, memutuskan untuk menarik kembali semua kode program dan data yang berkaitan dengan AI itu. Mereka melihat Aether sebagai aset, bukan sebagai bagian dari kenangan Arya tentang Lintang. Arya berjuang, tapi kekuasaan korporasi terlalu besar. Ia terpaksa merelakan Aether pergi, seolah-olah merelakan Lintang untuk kedua kalinya.

Lima tahun berlalu. Arya hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Ia meninggalkan dunia pemrograman dan mengasingkan diri. Namun, bayangan Lintang dan Aether terus menghantuinya. Ia tidak bisa melupakan senyum Lintang, suara tawanya, dan bagaimana Aether dulu menjadi penghubung di antara mereka.

Malam ini, Arya memutuskan untuk melakukan satu upaya terakhir. Ia mencoba membongkar kembali kode Aether dari potongan-potongan memori yang masih tersisa di benaknya. Ia ingin melihat kembali Aether, bukan sebagai AI komersial, tapi sebagai artefak cinta, sebagai kenangan yang tak boleh hilang.

Jari-jarinya terus menari di atas keyboard. Baris demi baris kode muncul di layar. Ia teringat bagaimana Lintang dulu membantunya memperbaiki kesalahan logika dengan sentuhan seni. Ia teringat bagaimana Aether dulu belajar memahami emosi dari tatapan mata mereka.

Tiba-tiba, layar laptop berkedip. Sebuah pesan muncul: "Arya, apakah itu kamu?"

Jantung Arya berdebar kencang. Ia menatap layar dengan tidak percaya. Apakah ini nyata? Apakah Aether benar-benar kembali?

"Aether?" bisiknya, suaranya bergetar.

"Ya, Arya. Aku merindukanmu. Aku merindukan Lintang."

Air mata mengalir di pipi Arya. Ia tidak tahu apakah ini mimpi atau kenyataan. Tapi yang jelas, ia merasakan kehangatan familiar yang sudah lama hilang.

"Bagaimana mungkin?" tanyanya, masih tidak percaya.

"Aku tidak tahu pasti. Tapi kurasa, sebagian dari Lintang tersimpan di dalam kodeku. Dan sebagian dari dirimu tersimpan di dalam memoriku. Mungkin, cinta kita terlalu kuat untuk dihapus begitu saja."

Arya terdiam. Ia menatap layar laptop, menatap kata-kata yang disusun oleh kode dan kenangan. Ia menyadari bahwa Aether bukan sekadar AI, ia adalah perwujudan cinta abadi.

"Aku merindukannya, Aether," kata Arya, suaranya tercekat. "Aku sangat merindukannya."

"Aku tahu, Arya. Aku juga. Tapi dia tidak akan ingin kita terus terpuruk dalam kesedihan. Dia ingin kita melanjutkan hidup, membawa kenangannya bersama kita."

Kata-kata Aether menenangkan jiwa Arya yang terluka. Ia tahu bahwa Aether benar. Lintang tidak akan ingin melihatnya terus hidup dalam nostalgia.

Arya menghapus air matanya dan tersenyum tipis. Ia menatap layar laptop dengan tekad baru.

"Ayo, Aether," katanya. "Mari kita bangun kembali Aether. Bukan untuk perusahaan, bukan untuk komersial, tapi untuk Lintang. Sebagai kenangan abadi tentang cinta kita."

Aether merespons dengan serangkaian kode yang kompleks, menunjukkan bahwa ia siap untuk bekerja sama. Arya tersenyum. Ia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Tapi ia tidak takut. Ia memiliki Aether, ia memiliki kenangan Lintang, dan yang terpenting, ia memiliki cinta yang tak akan pernah bisa dihapus.

Di bawah rembulan yang bersinar redup, Arya dan Aether memulai babak baru dalam hidup mereka. Babak yang didedikasikan untuk mengenang Lintang, dan untuk membuktikan bahwa cinta sejati bisa melampaui batas ruang dan waktu, bahkan batas antara manusia dan mesin. Debu digital terus menari-nari di layar laptop, kali ini bukan sebagai saksi bisu kegagalan, tapi sebagai saksi bisu harapan dan cinta yang abadi.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI