Algoritma Jatuh Cinta: Hati Manusia Kalah Canggih?

Dipublikasikan pada: 09 Jun 2025 - 01:40:11 wib
Dibaca: 161 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis Arya, berpadu dengan dengungan pelan server di ruang kerjanya. Di layar laptop, barisan kode program terus bergulir, membentuk jaringan rumit yang ia sebut “Amor”. Amor adalah algoritma kencan revolusioner, klaim Arya dalam hati. Bukan sekadar mencocokkan hobi dan preferensi, Amor menganalisis pola gelombang otak, ekspresi mikro, dan bahkan bau badan (secara digital, tentu saja) untuk menemukan pasangan yang paling kompatibel secara biologis dan emosional.

Arya percaya, manusia terlalu sering salah memilih pasangan. Terjebak dalam bias budaya, standar kecantikan yang dangkal, dan kebohongan yang mereka ciptakan sendiri. Amor akan mengeliminasi semua itu, menyajikan kebenaran mutlak tentang siapa yang seharusnya bersama siapa. Ironisnya, di usia 30-an, Arya sendiri masih lajang. Terlalu sibuk membangun Amor, mungkin. Atau mungkin, terlalu keras kepala untuk mempercayai cara kuno dalam mencari cinta.

"Satu lagi," gumam Arya, menekan tombol 'Run'. Algoritma itu mulai bekerja, menyaring jutaan data profil pengguna aplikasi kencan miliknya. Jantung Arya berdebar. Ia selalu merasa gugup setiap kali menguji Amor, seolah ada sesuatu yang dipertaruhkan lebih dari sekadar keberhasilan proyek.

Beberapa saat kemudian, hasil muncul di layar. Top skor: Lintang Senja.

Nama itu terasa asing, namun fotonya… membuat Arya tertegun. Lintang memiliki mata yang teduh namun berbinar, rambut hitam legam yang tergerai alami, dan senyum tipis yang menyimpan sejuta misteri. Skor kompatibilitas mereka 98,7%. Angka yang nyaris sempurna.

Arya membaca profil Lintang. Seorang ilustrator lepas, pecinta buku klasik, dan relawan di penampungan hewan. Semua yang Arya sukai, seolah disatukan dalam satu paket. Ia menelan ludah. Ini terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.

Dengan ragu, Arya mengirimkan pesan. "Hai, Lintang. Algoritma saya bilang kita cocok." Pesan bodoh, pikirnya. Tapi ia terlanjur mengirimnya.

Tak lama, balasan datang. "Algoritma? Menarik. Saya penasaran seberapa canggih algoritma Anda."

Percakapan mereka mengalir begitu saja. Lintang cerdas, lucu, dan memiliki pandangan unik tentang dunia. Arya merasa seperti menemukan belahan jiwanya. Mereka membahas buku, film, musik, bahkan fisika kuantum. Arya terpesona. Amor tidak salah. Lintang memang untuknya.

Setelah beberapa minggu berkomunikasi daring, mereka memutuskan untuk bertemu. Sebuah kafe kecil dengan dekorasi vintage menjadi saksi kencan pertama mereka. Saat Lintang memasuki kafe, Arya merasakan sengatan listrik yang aneh. Dia lebih cantik dari fotonya.

Kencan itu berjalan luar biasa. Tawa, obrolan mendalam, bahkan sentuhan tangan yang terasa begitu alami. Arya merasa seperti mimpi. Inilah cinta yang selama ini ia cari, ditemukan berkat ciptaannya sendiri.

Namun, di kencan ketiga mereka, Lintang bertanya, "Arya, kenapa kamu begitu yakin dengan algoritma itu? Apa kamu benar-benar percaya bahwa cinta bisa diprediksi?"

Arya menjelaskan teorinya, tentang bagaimana Amor menghilangkan bias dan menemukan kecocokan sejati. Lintang mendengarkan dengan seksama, namun matanya menyimpan keraguan.

"Tapi, Arya," kata Lintang pelan, "Bukankah cinta itu lebih dari sekadar kecocokan? Bukankah ada keajaiban, ketidakpastian, bahkan sedikit rasa sakit yang membuatnya begitu berharga? Apa kamu benar-benar ingin mereduksi cinta menjadi serangkaian angka?"

Pertanyaan Lintang menghantam Arya seperti petir. Ia terdiam, mencoba memahami maksudnya. Ia selalu menganggap cinta sebagai masalah yang bisa dipecahkan, sebuah persamaan yang perlu diselesaikan. Tapi Lintang benar. Cinta tidak sesederhana itu.

Malam itu, Arya tidak bisa tidur. Kata-kata Lintang terus terngiang di benaknya. Ia mulai meragukan Amor. Apakah ia telah dibutakan oleh ambisinya sendiri? Apakah ia telah melupakan esensi sejati dari cinta?

Keesokan harinya, Arya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang radikal. Ia mematikan Amor. Ia menghapus semua data profil pengguna, memutus semua koneksi. Ia ingin merasakan cinta tanpa bantuan algoritma, tanpa jaminan kecocokan.

Ia menemui Lintang di taman kota. "Lintang," kata Arya, "Aku sudah mematikan Amor."

Lintang menatapnya dengan terkejut. "Kenapa?"

"Karena kamu benar," jawab Arya. "Cinta tidak bisa diprediksi. Cinta adalah tentang mengambil risiko, tentang menerima ketidaksempurnaan, tentang belajar mencintai bukan hanya kelebihan, tapi juga kekurangan."

Lintang tersenyum. "Jadi, apa yang akan kamu lakukan sekarang?"

Arya mengulurkan tangannya. "Aku akan mencoba mengenalmu, Lintang. Tanpa algoritma, tanpa jaminan. Hanya aku dan kamu."

Lintang menerima uluran tangan Arya. Genggaman mereka erat, hangat, dan penuh harapan. Di taman kota yang ramai, di bawah langit senja yang indah, Arya menyadari bahwa algoritma tercanggih sekalipun tidak bisa menandingi keajaiban hati manusia. Karena hati, dengan segala kerentanannya, dengan segala ketidakpastiannya, adalah algoritma cinta yang paling sempurna. Arya akhirnya mengerti, terkadang, untuk menemukan cinta sejati, kita harus melepaskan kendali dan membiarkan hati kita memimpin. Dan mungkin, hanya mungkin, di sanalah kebahagiaan sejati berada.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI