Algoritma Cinta Usang: Pembaruan Hati, Versi Berapa?

Dipublikasikan pada: 12 Aug 2025 - 00:00:18 wib
Dibaca: 160 kali
Jemari Lintang menari di atas keyboard, mengetik baris demi baris kode yang rumit. Di hadapannya, layar monitor memancarkan cahaya biru yang menyilaukan, menerangi wajahnya yang fokus. Ia sedang berusaha memecahkan algoritma cinta. Bukan cinta secara harfiah, tentu saja. Melainkan sebuah program kencan online, yang menurutnya, sudah ketinggalan zaman.

“Lintang, kopi?” Suara hangat Bu Rini, pemilik warung kopi langganannya, membuyarkan konsentrasinya.

Lintang mendongak, tersenyum tipis. “Terima kasih, Bu. Seperti biasa.”

Bu Rini meletakkan secangkir kopi hitam di mejanya. Aroma kopi yang kuat langsung menyegarkan pikirannya. “Semangat sekali, Nduk. Lagi bikin apa toh?”

“Lagi nyoba perbaiki algoritma kencan online, Bu. Menurut saya sudah usang banget. Masa’ jodoh dicari cuma berdasarkan hobi sama umur?” Lintang menghela napas. “Padahal kan, manusia itu kompleks.”

Bu Rini tertawa kecil. “Kamu ini ada-ada saja. Algoritma itu kan cuma alat, Nduk. Hati yang bicara.”

Lintang terdiam. Kata-kata Bu Rini menohoknya. Ia memang terlalu sibuk dengan kode dan logika, sampai lupa bahwa cinta itu lebih dari sekadar angka dan statistik. Dulu, ia percaya pada keajaiban algoritma. Dulu, ia bertemu Rama di aplikasi kencan yang sama. Dulu, ia pikir mereka ditakdirkan bersama. Tapi, semua itu hancur berantakan tiga tahun lalu. Rama, yang menurut algoritma sangat cocok dengannya, ternyata tidak sekompatibel yang ia bayangkan.

Lintang kembali menatap layar monitor. Ia merasa muak dengan deretan kode yang membingungkan itu. Ia menutup laptopnya, meraih kopi, dan menyesapnya perlahan. Pikirannya melayang ke masa lalu. Kenangan tentang Rama, tawa mereka, harapan mereka, dan akhirnya, kekecewaan yang mendalam.

Rama memang sempurna di atas kertas. Mereka sama-sama menyukai film indie, musik jazz, dan traveling ke tempat-tempat terpencil. Algoritma mengatakan mereka memiliki tingkat kecocokan 98%. Tapi, di dunia nyata, mereka sering bertengkar karena hal-hal sepele. Rama terlalu perfeksionis, sementara Lintang lebih spontan. Rama terlalu kaku, sementara Lintang lebih ekspresif. Mereka seperti dua buah puzzle yang dipaksa menyatu, padahal bentuknya tidak pas.

Setelah putus, Lintang memutuskan untuk fokus pada kariernya sebagai programmer. Ia tenggelam dalam dunia kode, berusaha melupakan patah hatinya. Ia tidak mau lagi percaya pada algoritma cinta. Baginya, cinta adalah sesuatu yang tidak bisa diprediksi, sesuatu yang tidak bisa dihitung.

Namun, keinginan untuk memperbaiki algoritma kencan online itu terus menghantuinya. Ia ingin membuat sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang lebih manusiawi. Ia ingin agar orang-orang tidak terjebak dalam harapan palsu, seperti dirinya dulu.

Lintang membuka kembali laptopnya. Ia mulai berpikir di luar kotak. Ia tidak hanya ingin mengumpulkan data tentang hobi dan umur. Ia ingin menggali lebih dalam tentang nilai-nilai, mimpi, ketakutan, dan pengalaman hidup seseorang. Ia ingin membuat algoritma yang bisa merasakan empati, yang bisa mengerti kompleksitas emosi manusia.

Ia mulai menambahkan variabel baru ke dalam algoritmanya. Ia memasukkan data tentang jenis buku yang disukai seseorang, bukan hanya genre-nya. Ia menambahkan pertanyaan tentang bagaimana seseorang menghadapi konflik, bukan hanya tentang zodiaknya. Ia bahkan memasukkan data tentang bagaimana seseorang memperlakukan pelayan di restoran, sebagai indikasi karakter aslinya.

Prosesnya memakan waktu berbulan-bulan. Lintang menghabiskan waktu berjam-jam untuk melakukan riset, mewawancarai teman-temannya, dan menguji algoritmanya sendiri. Ia ingin memastikan bahwa algoritmanya benar-benar akurat dan relevan.

Suatu malam, saat ia sedang menguji algoritmanya dengan memasukkan data dirinya sendiri, ia terkejut melihat hasilnya. Algoritma tersebut merekomendasikan seseorang yang sama sekali tidak sesuai dengan kriterianya selama ini.

Orang itu bernama Arya. Seorang fotografer lepas yang suka mendaki gunung dan bermain gitar di pantai. Arya tidak suka film indie, tidak terlalu tertarik dengan musik jazz, dan lebih suka menghabiskan waktu di alam terbuka daripada di museum. Singkatnya, Arya adalah kebalikan dari Rama.

Lintang merasa bingung. Mengapa algoritma yang ia buat sendiri merekomendasikan seseorang yang begitu berbeda dengannya? Ia penasaran dan memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang Arya.

Ia menemukan profil Arya di media sosial. Ia melihat foto-fotonya yang menakjubkan, foto-foto pemandangan gunung yang indah, foto-foto wajah orang-orang yang penuh cerita. Ia membaca caption-nya yang puitis dan inspiratif. Ia mulai merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya.

Lintang memutuskan untuk mengirim pesan kepada Arya. Ia tidak tahu apa yang mendorongnya untuk melakukan itu, tapi ia merasa ada sesuatu yang menariknya kepada Arya.

Mereka mulai bertukar pesan setiap hari. Mereka berbicara tentang banyak hal, tentang mimpi mereka, tentang ketakutan mereka, tentang dunia di sekitar mereka. Lintang merasa nyaman berbicara dengan Arya. Ia merasa bisa menjadi dirinya sendiri tanpa harus berpura-pura.

Suatu hari, Arya mengajak Lintang untuk mendaki gunung bersamanya. Lintang awalnya ragu, karena ia tidak pernah mendaki gunung sebelumnya. Tapi, Arya meyakinkannya bahwa ia akan menjaganya dan bahwa ia akan menyukai pemandangan dari puncak gunung.

Lintang akhirnya setuju. Mereka mendaki gunung bersama, berpegangan tangan saat jalanan terjal, tertawa bersama saat melihat pemandangan yang indah, dan berbagi cerita di bawah bintang-bintang.

Di puncak gunung, Lintang menyadari sesuatu. Ia menyadari bahwa algoritma cinta yang ia buat sendiri telah menuntunnya kepada seseorang yang benar-benar tepat untuknya. Bukan seseorang yang sempurna di atas kertas, tapi seseorang yang membuatnya merasa hidup, seseorang yang membuatnya merasa bahagia.

Arya tidak sempurna, tentu saja. Ia punya kekurangan dan kelebihan seperti orang lain. Tapi, ia adalah orang yang tulus, jujur, dan penyayang. Ia adalah orang yang bisa menerima Lintang apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Lintang tersenyum. Ia akhirnya mengerti bahwa algoritma cinta tidak bisa menjamin kebahagiaan. Tapi, algoritma cinta bisa membantu kita menemukan orang yang tepat, orang yang bisa mengisi kekosongan di hati kita, orang yang bisa membuat kita merasa utuh.

Mungkin, algoritma cinta usang memang perlu pembaruan. Tapi, yang lebih penting adalah pembaruan hati. Pembaruan hati yang membuka diri untuk kemungkinan-kemungkinan baru, pembaruan hati yang berani menerima perbedaan, pembaruan hati yang percaya pada keajaiban cinta.

Lintang menatap Arya, yang sedang duduk di sampingnya sambil memetik gitar. Ia merasakan kehangatan di hatinya. Ia tahu bahwa ia telah menemukan cinta sejati. Ia tahu bahwa ia telah menemukan versi terbaik dari dirinya sendiri.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI