Debu halus menari-nari di bawah sorot lampu neon yang dingin. Aroma ozon dan besi panas mendominasi udara. Di antara rak-rak server menjulang tinggi seperti labirin futuristik, Anya menyeka keringat di dahinya. Tangannya lincah memeriksa kabel-kabel fiber optik yang berbelit-belit. Data Center Andromeda ini adalah rumah keduanya, tempat ia mencurahkan pikiran dan tenaganya sebagai seorang Data Scientist.
"Masih berkutat dengan server yang bandel itu, Anya?"
Anya menoleh. Sosok tinggi tegap dengan senyum menawan menyambutnya. Rio, Head of IT Infrastructure, datang menghampirinya. Tatapannya teduh, selalu membuat jantung Anya berdebar lebih cepat.
"Iya, Rio. Server 7 mengalami anomali. Performanya menurun drastis. Aku sedang mencari tahu penyebabnya," jawab Anya, berusaha menyembunyikan kegugupannya.
Rio mengangguk, matanya menelisik deretan server. "Butuh bantuan? Aku bisa minta timku untuk mengecek hardware-nya."
"Terima kasih, Rio. Tapi sepertinya masalahnya ada di sisi software. Algoritma pengoptimalan datanya sepertinya bermasalah." Anya menunjuk layar laptopnya yang menampilkan barisan kode rumit.
Rio mendekat, bahunya nyaris menyentuh bahu Anya. Wangi parfumnya yang maskulin membuat Anya semakin salah tingkah. "Boleh aku lihat?"
Anya dengan senang hati menjelaskan algoritma yang sedang diutak-atiknya. Rio mendengarkan dengan seksama, sesekali memberikan pertanyaan yang cerdas. Diskusi mereka berlanjut hingga larut malam, hanya ditemani dengungan mesin server dan cahaya redup layar komputer.
Anya selalu terpesona dengan Rio. Bukan hanya karena ketampanannya, tapi juga karena kecerdasannya dan perhatiannya yang tulus. Ia adalah pria yang langka, perpaduan sempurna antara otak teknokrat dan hati yang hangat. Anya diam-diam menyimpan perasaan padanya, namun selalu berusaha menyembunyikannya di balik profesionalitas.
Namun, malam itu, sesuatu terasa berbeda. Intensitas tatapan Rio padanya terasa lebih dalam. Setiap senyumnya terasa lebih tulus. Apakah mungkin Rio juga merasakan hal yang sama?
Keesokan harinya, Anya kembali ke Data Center dengan semangat baru. Ia berhasil memperbaiki algoritma yang bermasalah. Server 7 kembali beroperasi dengan normal. Ia merasa lega dan bangga dengan pencapaiannya.
Saat ia sedang membereskan peralatan, Rio datang menghampirinya dengan membawa dua cangkir kopi. "Selamat, Anya. Aku dengar kamu berhasil memecahkan masalah Server 7."
"Terima kasih, Rio. Ini semua berkat bantuanmu juga," jawab Anya, tersenyum malu-malu.
Mereka duduk di kursi plastik yang terletak di pojok ruangan, menikmati kopi dalam diam. Suasana hening namun terasa nyaman. Anya memberanikan diri untuk membuka percakapan.
"Rio, aku... aku ingin berterima kasih atas semua bantuan dan dukunganmu selama ini. Kamu selalu ada saat aku membutuhkanmu."
Rio menatap Anya dengan lembut. "Anya, kamu adalah salah satu Data Scientist terbaik yang pernah aku temui. Kamu cerdas, berdedikasi, dan memiliki semangat yang luar biasa. Aku sangat menghargai kehadiranmu di tim ini."
Anya menunduk, pipinya merona merah. Ia tidak berani menatap mata Rio.
Rio mengangkat dagu Anya dengan lembut. "Tapi, Anya, ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu. Aku... aku juga merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar rekan kerja."
Jantung Anya berdegup kencang. Kata-kata Rio bagaikan kode yang berhasil di-compile, menghasilkan error yang menyenangkan.
"Aku tahu ini mungkin terdengar aneh, apalagi kita bekerja di lingkungan yang sangat teknis. Tapi, aku tidak bisa memungkiri bahwa aku telah jatuh cinta padamu. Caramu memecahkan masalah, semangatmu yang tak pernah padam, dan senyummu yang menawan, semuanya membuatku terpesona."
Anya menatap Rio dengan mata berkaca-kaca. Air mata haru mulai menetes di pipinya.
"Rio, aku... aku juga merasakan hal yang sama. Aku selalu mengagumimu, bukan hanya sebagai atasan, tapi juga sebagai seorang pria. Aku takut untuk mengakuinya, karena aku tidak ingin merusak profesionalitas di antara kita."
Rio tersenyum lebar. "Anya, cinta tidak pernah merusak apa pun. Justru, cinta bisa menjadi energi positif yang membuat kita semakin kuat dan bersemangat."
Ia meraih tangan Anya dan menggenggamnya erat. "Anya, maukah kamu menjadi bagian dari algoritma hidupku? Maukah kamu menjadi cinta dalam data center ini?"
Anya mengangguk, air matanya semakin deras membasahi pipi. "Ya, Rio. Aku mau."
Rio mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Anya dengan lembut. Ciuman pertama mereka terasa manis dan penuh cinta, sehangat performa server yang baru saja dioptimalkan.
Di tengah dinginnya Data Center, cinta mereka bersemi. Hati mereka bagaikan algoritma yang sempurna, saling melengkapi dan menghasilkan output yang indah. Mereka tahu, perjalanan mereka tidak akan selalu mulus. Akan ada tantangan, bug, dan error yang harus dihadapi bersama. Namun, dengan cinta dan kepercayaan, mereka yakin bisa mengatasi semuanya.
Di bawah sorot lampu neon yang dingin, Anya dan Rio berjanji untuk selalu jujur, terbuka, dan saling mendukung. Mereka berjanji untuk menjaga cinta mereka, sekuat sistem keamanan Data Center Andromeda. Karena, bagi mereka, cinta adalah data yang paling berharga, data yang harus selalu dilindungi dan dioptimalkan. Mereka adalah pasangan yang unik, cinta bersemi di antara rak-rak server dan barisan kode. Cinta mereka adalah algoritma terindah, yang tertulis dalam bahasa biner dan diukir dalam hati.