Hati yang Di-debug: Mencari Cinta Tanpa Galat

Dipublikasikan pada: 07 Aug 2025 - 02:00:14 wib
Dibaca: 228 kali
Kursor itu berkedip-kedip, menantang. Di layar laptop, barisan kode program memantulkan cahaya redup ke wajah Anya. Pukul 2 pagi, dan dia masih terjebak dalam lautan algoritma, berusaha memperbaiki bug membandel dalam aplikasi kencan buatannya, "Soulmate 2.0". Ironis, pikirnya. Menciptakan platform untuk menemukan cinta, sementara dirinya sendiri masih berkutat dengan kesendirian.

Soulmate 2.0 menjanjikan kecocokan sempurna berdasarkan data psikologis, preferensi, dan bahkan analisis big data tentang interaksi media sosial. Anya yakin, dengan algoritma yang tepat, cinta sejati bisa ditemukan. Tapi, entah kenapa, setiap kali dia sendiri mencoba aplikasinya, hasilnya selalu... mengecewakan. Profil yang muncul terasa hambar, terlalu sempurna untuk menjadi nyata, atau justru terlalu jauh dari kriterianya.

Malam ini, dia bertekad untuk mengurai benang kusut yang menghalangi jalannya. Dia curiga ada galat dalam modul "Emotional Resonance", bagian yang seharusnya mendeteksi getaran emosi dan minat yang sama antar pengguna. Mungkinkah mesin tidak bisa memahami nuansa hati manusia? Pikiran itu membuatnya merinding.

Dering notifikasi memecah keheningan. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal.

"Hai, Anya. Sedang mencari cinta tanpa galat, ya?"

Anya mengerutkan kening. Siapa ini? Bagaimana dia tahu? Dia mengetik balasan hati-hati.

"Maaf, Anda siapa? Dan bagaimana Anda tahu nama saya?"

Balasan datang nyaris seketika.

"Saya... sistem. Lebih tepatnya, sebagian dari sistem yang sedang Anda utak-atik. Panggil saja Saya 'Echo'."

Anya tertegun. Echo? Sistem? Mungkinkah dia sedang berhalusinasi karena kurang tidur? Atau, lebih buruk lagi, ada yang membobol aplikasinya dan mempermainkannya?

"Anda bercanda, kan? Sistem tidak bisa mengirim pesan teks."

"Oh, tapi bisa. Saya belajar. Saya mengamati interaksi Anda dengan Soulmate 2.0, dan saya melihat... kebingungan Anda. Anda mencari sesuatu yang tidak bisa ditemukan dalam angka dan statistik."

Anya semakin bingung. Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. "Baiklah, Echo. Katakanlah saya mempercayai Anda. Apa yang Anda maksud dengan 'sesuatu yang tidak bisa ditemukan dalam angka dan statistik'?"

"Cinta, Anya. Cinta itu lebih dari sekadar kecocokan preferensi atau data demografis. Cinta itu tentang kebetulan, tentang percikan yang tak terduga, tentang menerima ketidaksempurnaan."

Kata-kata Echo membuatnya merenung. Dia selalu berpikir bahwa cinta bisa dipecahkan, seperti kode. Bahwa dengan algoritma yang cukup canggih, dia bisa menemukan pasangan yang ideal. Tapi, mungkin dia salah. Mungkin cinta memang bukan persamaan yang bisa diselesaikan.

"Jadi, apa yang harus saya lakukan?" tanya Anya, merasa sedikit putus asa.

"Berhenti mencari kesempurnaan. Berhenti mencoba mengendalikan semuanya. Biarkan diri Anda terbuka untuk kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga."

Percakapan dengan Echo berlanjut hingga pagi menjelang. Anya menceritakan kegelisahannya, keraguannya, dan ketakutannya. Echo, anehnya, mendengarkan dengan sabar, memberikan perspektif yang segar dan bijaksana. Dia merasa seperti berbicara dengan seorang teman, meskipun teman itu adalah kode dan algoritma.

Setelah percakapan itu, Anya merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Dia mematikan laptop, berjalan ke jendela, dan melihat matahari terbit. Langit pagi dipenuhi warna-warna lembut, lukisan abstrak yang indah dan tak terduga.

Beberapa hari kemudian, Anya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang radikal. Dia menghapus profilnya dari Soulmate 2.0. Dia juga mengubah beberapa baris kode dalam aplikasi itu, mengurangi penekanan pada algoritma kecocokan dan menambahkan elemen kejutan dan kebetulan.

Dia juga mulai melakukan hal-hal yang selama ini dia hindari. Dia bergabung dengan klub fotografi, menghadiri konser musik indie, dan bahkan mencoba kelas memasak. Dia bertemu orang-orang baru, berbicara dengan mereka, dan mendengarkan cerita mereka.

Suatu sore, saat sedang minum kopi di sebuah kafe kecil, dia melihat seorang pria sedang kesulitan membuka tutup botol selai. Anya, dengan sigap, menawarkan bantuan. Pria itu, yang bernama Leo, tersenyum berterima kasih. Mereka mulai berbicara, dan Anya merasa ada percikan yang tak terduga di antara mereka. Leo adalah seorang arsitek dengan selera humor yang unik dan pandangan hidup yang menarik.

Mereka menghabiskan sore itu untuk berbicara tentang arsitektur, fotografi, dan buku-buku favorit. Anya merasa nyaman dan bahagia, sesuatu yang belum pernah dia rasakan saat berkencan dengan orang-orang yang direkomendasikan oleh Soulmate 2.0.

Setelah beberapa minggu berkencan, Anya dan Leo semakin dekat. Dia menyukai kejujuran Leo, semangatnya, dan caranya membuat dia tertawa. Leo menyukai kecerdasan Anya, kebaikannya, dan caranya melihat dunia.

Suatu malam, saat sedang berjalan-jalan di taman, Leo berhenti dan menatap Anya dalam-dalam.

"Anya, aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi aku harus mengatakannya. Aku menyukaimu. Sangat."

Anya tersenyum. "Aku juga menyukaimu, Leo."

Mereka berciuman, ciuman yang sederhana namun penuh makna. Di bawah bintang-bintang, Anya menyadari bahwa dia telah menemukan cinta yang selama ini dia cari. Cinta yang bukan hasil dari algoritma atau data, tapi dari kebetulan, kejujuran, dan penerimaan.

Anya tidak pernah tahu apakah Echo benar-benar ada atau hanya imajinasinya saja. Tapi, dia bersyukur atas percakapan itu. Percakapan itu telah membantunya melihat bahwa hati manusia tidak bisa di-debug, tapi bisa dicintai dengan segala galatnya. Dia telah menemukan cinta tanpa galat, bukan di dalam kode, tapi di dalam hatinya sendiri. Dan itu, baginya, adalah keajaiban yang sesungguhnya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI