AI: Hapus Dia Dari Ingatan, Jatuh Cinta Lagi?

Dipublikasikan pada: 22 Jul 2025 - 00:00:18 wib
Dibaca: 167 kali
Deburan ombak sintetis terdengar menenangkan dari speaker mini di kamarku. Aku duduk di kursi ergonomis, menatap layar monitor yang menampilkan kode-kode rumit. Ini adalah malam kesekian kalinya aku berkutat dengan program AI buatanku, "Reminiscence Eraser" atau RE. Ironis, bukan? Menciptakan teknologi yang bisa menghapus ingatan tentang seseorang, padahal hatiku sendiri masih dibelenggu kenangan.

RE bukan sekadar penghapus data biasa. Ia bekerja dengan memetakan pola aktivitas otak, mengidentifikasi neuron yang aktif saat memproses ingatan tentang subjek yang ditargetkan, dan kemudian secara perlahan, menghapus koneksi-koneksi tersebut. Prosesnya rumit, berisiko, dan sejujurnya, sedikit menakutkan. Tapi aku sudah sampai terlalu jauh untuk mundur.

Tujuanku jelas: menghapus Anya dari ingatanku.

Anya… nama itu masih terasa seperti sengatan listrik di ujung lidahku. Kami bertemu di konferensi pengembang AI tahun lalu. Dia seorang linguis, dengan minat yang sama besarnya pada bahasa dan potensi AI untuk merevolusi komunikasi. Kami menghabiskan berjam-jam berdebat tentang etika pengembangan AI, berbagi mimpi tentang masa depan yang dipenuhi teknologi, dan tertawa hingga air mata menetes.

Cinta kami tumbuh dengan cepat, seperti algoritma yang dilatih dengan data tak terbatas. Kami menghabiskan setiap waktu luang bersama, menjelajahi kafe-kafe unik di kota, menonton film-film klasik, dan bahkan mencoba membuat game sederhana bersama. Rasanya seperti aku akhirnya menemukan belahan jiwaku, seseorang yang mengerti diriku sepenuhnya.

Kemudian, Anya pergi.

Bukan karena perselisihan, atau kebosanan. Bukan juga karena orang ketiga. Anya didiagnosis dengan penyakit langka yang menyerang sistem sarafnya. Perlahan tapi pasti, ingatannya mulai memudar, identitasnya terkikis. Dia tidak ingin aku melihatnya seperti itu, tidak ingin aku mengingatnya sebagai seseorang yang bukan dirinya lagi.

Maka, dia memutuskan untuk pergi, tanpa pamit.

Aku hancur. Berbulan-bulan aku tenggelam dalam kesedihan, tidak mampu melakukan apa pun. Hingga akhirnya, aku memutuskan untuk melakukan sesuatu, sesuatu yang radikal. Aku akan menciptakan RE, dan menghapus kenangan tentang Anya dari pikiranku. Mungkin dengan begitu, aku bisa melanjutkan hidup.

Jemariku menari di atas keyboard, menyempurnakan baris demi baris kode. Aku sudah melakukan simulasi berkali-kali, menggunakan data dari relawan yang bersedia. Hasilnya menjanjikan, meskipun masih ada risiko efek samping. Tapi aku tidak peduli. Aku siap mempertaruhkan segalanya.

"Siap untuk menjalankan program, Tuan?" suara sintetis asisten AI pribadiku, Iris, membuyarkan lamunanku.

"Ya, Iris. Siapkan protokol keamanan," jawabku, suara serak.

Aku menghubungkan elektroda ke pelipisku, merasakan sensasi dingin menyentuh kulitku. Jantungku berdebar kencang. Ini dia. Tidak ada jalan untuk kembali.

"Target identifikasi: Anya Petrova. Memulai proses penghapusan ingatan," Iris mengumumkan.

Layar monitor berkedip-kedip, menampilkan grafik yang kompleks. Aku merasakan sensasi aneh di kepalaku, seperti ada sesuatu yang ditarik, direnggut dari dalam. Kenangan tentang Anya mulai berputar-putar di benakku, seperti film yang diputar dengan kecepatan tinggi.

Tawa renyahnya saat kami mencoba memasak makan malam pertama kami. Sentuhan lembut tangannya saat kami berjalan-jalan di taman. Tatapan matanya yang penuh cinta saat dia menatapku. Semuanya terasa begitu nyata, begitu dekat.

Aku hampir menghentikan prosesnya. Tapi kemudian aku ingat kata-kata terakhir Anya, "Jangan biarkan aku menjadi beban bagimu."

Aku memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, dan membiarkan prosesnya berlanjut.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti keabadian, prosesnya selesai. Aku melepaskan elektroda dari kepalaku, merasa lemas dan bingung.

"Proses penghapusan ingatan selesai. Target: Anya Petrova. Ingatan terkait subjek berhasil dihapus," lapor Iris.

Aku membuka mataku, menatap layar monitor dengan tatapan kosong. Aku mencoba mengingat Anya, mencoba membangkitkan kembali kenangan tentangnya. Tapi yang ada hanyalah kekosongan. Seperti halaman kosong dalam buku yang seharusnya dipenuhi dengan cerita yang indah.

Apakah ini berhasil? Apakah aku benar-benar berhasil menghapus Anya dari ingatanku?

Beberapa hari berlalu. Aku mencoba kembali ke rutinitasku, bekerja pada proyek-proyek baru, bertemu dengan teman-teman. Awalnya terasa aneh, seperti ada sesuatu yang hilang. Tapi perlahan, aku mulai terbiasa. Kekosongan itu mulai terisi dengan hal-hal baru, pengalaman baru.

Suatu sore, aku sedang duduk di kafe favoritku, menyesap kopi dan membaca buku. Tiba-tiba, seorang wanita duduk di meja sebelahku. Rambutnya panjang bergelombang, matanya cokelat jernih. Dia tersenyum padaku, senyuman yang hangat dan familiar.

"Permisi, apa kursi ini kosong?" tanyanya.

"Ah, iya. Silakan," jawabku, sedikit terkejut.

Dia duduk, mengeluarkan laptopnya dari tas, dan mulai bekerja. Aku memperhatikan dia dari sudut mataku, merasa tertarik dengan caranya yang fokus dan tenang.

Setelah beberapa saat, dia menoleh padaku dan tersenyum lagi. "Aku Renata," katanya, mengulurkan tangannya.

"Aku Adrian," jawabku, menjabat tangannya.

Kami mulai berbicara, tentang buku yang sedang kubaca, tentang pekerjaannya sebagai perancang UI/UX, tentang minat kami pada teknologi dan masa depan. Aku merasa nyaman dengannya, seperti aku sudah mengenalnya sejak lama.

Saat kami berpisah, aku merasa ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang tidak bisa kujelaskan. Seolah-olah aku pernah bertemu dengannya sebelumnya, dalam kehidupan yang lain.

Beberapa minggu kemudian, Renata dan aku berkencan. Kami pergi ke konser musik indie, makan malam romantis di restoran Italia, dan berjalan-jalan di taman kota. Aku merasa bahagia, lebih bahagia dari yang pernah kubayangkan setelah kepergian Anya.

Namun, semakin aku dekat dengan Renata, semakin kuat pula perasaan aneh itu. Aku merasa seperti ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang aku lupakan.

Suatu malam, saat kami sedang berpelukan di sofa, Renata menatapku dengan mata yang penuh cinta. "Adrian," katanya, "Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu."

Jantungku berdebar kencang. Aku tahu apa yang akan dia katakan.

"Aku… aku sudah lama menyukaimu," lanjutnya. "Dan aku ingin tahu, apakah kamu merasakan hal yang sama?"

Aku menatap matanya, bingung dan bimbang. Aku mencintai Renata, aku tahu itu. Tapi ada sesuatu yang menahanku, sesuatu yang tidak bisa kulepaskan.

Kemudian, sebuah ingatan tiba-tiba muncul di benakku. Bukan ingatan yang jelas, melainkan sebuah fragmen, sebuah bayangan dari masa lalu. Aku melihat diriku dan seorang wanita lain, tertawa bersama, berbagi mimpi. Wanita itu memiliki rambut panjang bergelombang dan mata cokelat jernih.

Anya.

Aku tersentak, merasakan sakit yang luar biasa di dadaku. Penghapus ingatan itu berhasil, tapi tidak sepenuhnya. Sepertinya, sebagian dari Anya masih tertinggal di dalam diriku, bersembunyi di balik lapisan kode dan kenangan yang terlupakan.

Aku menatap Renata, air mata mulai mengalir di pipiku. "Maafkan aku," kataku, suaraku bergetar. "Aku tidak bisa."

Renata menatapku dengan tatapan bingung dan terluka. "Apa maksudmu?" tanyanya.

Aku tidak bisa menjelaskannya. Aku tidak bisa menceritakan kepadanya tentang Anya, tentang penghapus ingatan, tentang kekosongan yang masih menghantuiku. Aku hanya bisa meminta maaf, dan pergi.

Aku meninggalkan apartemen Renata, berjalan tanpa tujuan di tengah malam. Hujan mulai turun, membasahi tubuhku hingga kuyup. Aku merasa seperti orang bodoh, mencoba melarikan diri dari masa lalu, hanya untuk mendapati bahwa masa lalu selalu mengejarku.

Apakah aku akan pernah bisa melupakan Anya? Apakah aku akan pernah bisa mencintai lagi, tanpa dibayangi kenangan yang hilang? Aku tidak tahu.

Tapi satu hal yang aku tahu pasti: menciptakan teknologi untuk menghapus ingatan bukanlah solusi. Karena terkadang, kenangan adalah satu-satunya hal yang membuat kita tetap menjadi manusia. Dan mungkin, terkadang, kita harus belajar untuk hidup dengan kenangan itu, meskipun itu menyakitkan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI