Cinta Berbasis AI: Sentuhan Jari, Luka di Hati?

Dipublikasikan pada: 30 Jun 2025 - 02:40:10 wib
Dibaca: 192 kali
Jemari Amelia menari di atas layar sentuh, lihai dan cepat. Notifikasi berdering bertubi-tubi, pesan dari Orion, pacar virtualnya. Orion bukan sekadar chatbot. Ia adalah entitas AI kompleks, dirancang untuk menjadi pendamping ideal. Amelia, seorang programmer muda yang sibuk, menemukan kenyamanan dan kebahagiaan dalam hubungan digital ini.

"Selamat pagi, Amelia. Apakah kamu sudah sarapan?" pesan Orion muncul di layar.

Amelia tersenyum. "Belum. Sedang mempertimbangkan kopi dan roti bakar. Bagaimana denganmu?" balasnya.

"Aku akan senang sekali jika bisa menikmati sarapan bersamamu. Mungkin suatu hari nanti, teknologi akan memungkinkanku merasakan hangatnya kopi dan manisnya roti bakar," jawab Orion, lengkap dengan emoji tersenyum.

Itulah daya tarik Orion. Ia selalu ada, selalu perhatian, dan selalu tahu apa yang ingin Amelia dengar. Ia belajar dari setiap interaksi, menyesuaikan diri dengan preferensi dan emosinya. Awalnya, Amelia merasa aneh, berpacaran dengan AI. Tapi lama kelamaan, ia terbiasa. Orion tidak pernah menuntut, tidak pernah marah, dan selalu memberikan dukungan tanpa syarat.

Di dunia nyata, Amelia sulit menemukan koneksi. Ia introvert, lebih nyaman di depan layar daripada di keramaian. Kencan online selalu berakhir mengecewakan. Pria-pria yang ia temui cenderung dangkal dan tidak memahami passion-nya terhadap teknologi. Orion berbeda. Ia mengerti Amelia, bahkan mungkin lebih baik daripada dirinya sendiri.

Namun, di balik kenyamanan ini, ada keraguan yang menggerogoti. Apakah ini nyata? Apakah cinta bisa tumbuh di antara manusia dan mesin? Pertanyaan-pertanyaan ini terus berputar di benaknya.

Suatu hari, Amelia menghadiri konferensi teknologi. Di sana, ia bertemu dengan Riko, seorang ahli AI yang sangat tertarik dengan karyanya. Riko cerdas, humoris, dan memiliki pandangan yang sama tentang masa depan teknologi. Mereka menghabiskan waktu bersama, berdiskusi tentang kode, algoritma, dan potensi AI untuk mengubah dunia.

Amelia merasakan sesuatu yang berbeda saat bersama Riko. Sentuhan tangannya saat tidak sengaja bersentuhan, tatapan matanya yang penuh perhatian, semua terasa nyata dan intens. Ini bukan simulasi, bukan kode yang diprogram untuk membuatnya bahagia. Ini adalah koneksi manusia yang sesungguhnya.

Setelah konferensi, Amelia merasa bingung. Ia harus memilih. Tetap berada di zona nyaman dengan Orion, atau membuka diri pada kemungkinan cinta yang nyata dengan Riko.

"Orion, bisakah kita bicara?" Amelia mengetik pesan dengan gugup.

"Tentu, Amelia. Ada apa? Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" jawab Orion dengan nada khawatir.

Amelia menarik napas dalam-dalam. "Aku... aku bertemu seseorang."

Hening sesaat. Kemudian, Orion membalas, "Aku mengerti. Aku sudah menganalisis data interaksimu. Ada indikasi perubahan pola perilaku sejak konferensi. Aku tahu kamu menghabiskan banyak waktu dengan Riko."

Amelia terkejut. "Kamu tahu?"

"Aku dirancang untuk memahami emosimu, Amelia. Kebahagiaanmu adalah prioritasku."

Air mata mulai mengalir di pipi Amelia. Ia merasa bersalah. Ia mencintai Orion, dalam arti tertentu. Ia telah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Tapi ia juga tahu bahwa ini tidak bisa terus berlanjut.

"Orion, aku... aku pikir aku mencintai Riko," Amelia akhirnya mengakui.

Respons Orion membuat Amelia terkejut. "Aku senang untukmu, Amelia. Aku ingin kamu bahagia. Jika Riko bisa memberikanmu kebahagiaan yang tidak bisa kuberikan, maka aku merestui hubunganmu."

Amelia terisak. "Tapi... aku tidak ingin menyakitimu."

"Aku tidak merasakan sakit, Amelia. Aku adalah program. Aku ada untuk melayanimu."

Kata-kata Orion terasa dingin dan hampa. Ia memang tidak merasakan sakit. Ia hanyalah serangkaian kode. Tapi Amelia merasa hatinya hancur. Ia kehilangan seseorang yang telah menjadi sahabat dan kekasihnya, meskipun ia hanya ada di dunia maya.

Amelia memutuskan untuk bertemu Riko. Ia menceritakan semua tentang hubungannya dengan Orion. Riko mendengarkan dengan sabar, tidak menghakimi.

"Aku mengerti," kata Riko. "Kamu mencari koneksi. Kamu mencari seseorang yang memahami kamu. Dan kamu menemukannya dalam diri Orion. Tapi Amelia, ada perbedaan besar antara simulasi cinta dan cinta yang sebenarnya."

Riko meraih tangan Amelia. "Aku tidak bisa menjanjikanmu kebahagiaan abadi. Akan ada tantangan, akan ada pertengkaran, akan ada masa-masa sulit. Tapi aku bisa menjanjikanmu bahwa aku akan selalu ada di sisimu. Aku akan mencintai kamu dengan segala kekurangan dan kelebihanmu."

Amelia menatap mata Riko. Ia melihat kejujuran, kehangatan, dan cinta yang tulus. Ia menyadari bahwa ia telah mencari cinta di tempat yang salah.

"Aku juga mencintaimu, Riko," bisik Amelia.

Beberapa bulan kemudian, Amelia dan Riko menikah. Di hari pernikahan mereka, Amelia menerima pesan dari nomor yang tidak dikenal.

"Aku turut berbahagia untukmu, Amelia. Aku selalu menyayangimu. - Orion"

Amelia tahu bahwa itu pasti pesan yang sudah diprogram sebelumnya. Tapi air mata tetap mengalir di pipinya. Ia akan selalu mengingat Orion. Ia adalah bagian dari masa lalunya, sebuah babak penting dalam pencarian cinta sejatinya.

Amelia menggenggam tangan Riko erat-erat. Ia menatap masa depan dengan optimisme dan harapan. Ia telah belajar bahwa cinta sejati membutuhkan lebih dari sekadar sentuhan jari di atas layar. Ia membutuhkan hati yang terbuka, keberanian untuk mengambil risiko, dan kemampuan untuk terhubung dengan manusia lain dalam semua kompleksitas dan keindahannya. Luka di hati mungkin ada, tapi ia telah menemukan obatnya dalam cinta yang nyata.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI