Hati yang Diunggah: Cinta Abadi atau Sekadar Data?

Dipublikasikan pada: 04 Jul 2025 - 02:40:13 wib
Dibaca: 162 kali
Kilau layar laptop memantul di mata Anya, menciptakan lingkaran cahaya kecil di iris cokelatnya. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, baris demi baris kode program tersusun rapi di hadapannya. Fokusnya hanya satu: menyempurnakan "Project Soulmate," sebuah aplikasi kencan revolusioner yang menjanjikan pencocokan sempurna berdasarkan analisis data kepribadian dan preferensi pengguna.

Anya selalu percaya pada kekuatan data. Baginya, cinta bukanlah sekadar perasaan irasional yang tiba-tiba muncul. Cinta adalah persamaan kompleks yang dapat dipecahkan dengan algoritma yang tepat. "Project Soulmate" adalah perwujudan keyakinannya itu. Ia telah menghabiskan bertahun-tahun, mengumpulkan data dari berbagai sumber, membaca studi psikologi, dan mempelajari pola perilaku manusia.

Di sisi lain, ada Leo. Ia adalah seniman, pelukis yang lebih suka kanvas dan kuas daripada layar dan keyboard. Leo adalah kebalikan total Anya. Ia percaya pada intuisi, pada keindahan yang tak terukur, pada keajaiban yang tak bisa dijelaskan dengan angka.

Anya dan Leo bertemu di sebuah kedai kopi kecil, tempat Anya sering bekerja dan Leo mencari inspirasi. Pertemuan pertama mereka canggung, bahkan bisa dibilang tidak menyenangkan. Anya menganggap Leo berantakan dan terlalu emosional, sedangkan Leo menganggap Anya kaku dan terlalu logis.

Namun, takdir punya caranya sendiri. Entah karena sering bertemu atau karena keajaiban yang tak bisa dihitung, Anya dan Leo mulai berbicara. Mereka berdebat tentang seni versus sains, logika versus intuisi, data versus perasaan. Anehnya, perdebatan itu tidak menjauhkan mereka, justru mendekatkan.

Leo mulai melihat sisi lembut di balik pertahanan logis Anya. Ia melihat seorang wanita cerdas, berdedikasi, dan teramat kesepian. Anya, sebaliknya, mulai mengagumi semangat Leo, cara ia melihat dunia dengan mata yang penuh warna dan keajaiban. Ia mulai menyadari bahwa ada hal-hal dalam hidup yang tidak bisa diukur dengan angka.

Saat "Project Soulmate" hampir selesai, Anya meminta Leo untuk menjadi salah satu pengguna penguji. Ia ingin melihat bagaimana algoritma ciptaannya mencocokkan Leo dengan kandidat ideal. Leo dengan enggan setuju, lebih karena ia ingin menghabiskan waktu bersama Anya daripada karena ia benar-benar percaya pada aplikasi itu.

Hasilnya mengejutkan. Algoritma "Project Soulmate" tidak menemukan kecocokan ideal untuk Leo. Aplikasi itu malah merekomendasikan orang-orang yang, menurut Leo, membosankan dan tidak memiliki kepribadian. Anya kecewa. Ia merasa algoritma ciptaannya gagal.

"Lihat kan? Sudah kubilang, cinta itu bukan tentang data," kata Leo sambil tersenyum lembut. "Cinta itu tentang koneksi, tentang chemistry, tentang... hal-hal yang tidak bisa diunggah ke server."

Kata-kata Leo menyentuh sesuatu dalam diri Anya. Ia mulai mempertanyakan keyakinannya selama ini. Jika cinta bisa dihitung dan diprediksi, lalu mengapa ia merasa begitu tertarik pada Leo, seseorang yang tidak cocok dengan kriteria idealnya?

Malam itu, Anya bekerja hingga larut malam. Ia duduk di depan laptopnya, menatap baris demi baris kode program "Project Soulmate." Ia merasa hampa. Tiba-tiba, ia menyadari ada sesuatu yang hilang dalam algoritmanya: faktor X, elemen tak terduga yang membuat cinta menjadi cinta.

Anya mulai menambahkan parameter baru ke algoritmanya. Ia mencoba memasukkan faktor-faktor seperti humor, spontanitas, dan ketidaksempurnaan. Namun, semakin ia mencoba, semakin ia merasa jauh dari kebenaran.

Akhirnya, Anya menyerah. Ia menutup laptopnya dan berjalan menuju jendela. Ia memandang langit malam yang bertabur bintang. Ia menyadari bahwa cinta itu seperti bintang-bintang itu: indah, misterius, dan tak terhitung jumlahnya.

Keesokan harinya, Anya menemui Leo di kedai kopi. Ia membawa laptopnya dan menunjukkan kepadanya "Project Soulmate."

"Aku sudah mencoba memperbaikinya," kata Anya. "Aku mencoba memasukkan faktor-faktor yang tidak bisa diukur dengan angka. Tapi aku gagal."

Leo tersenyum. "Karena cinta memang tidak bisa diperbaiki," katanya. "Cinta itu bukan masalah yang harus dipecahkan. Cinta itu anugerah yang harus dirayakan."

Anya mengangguk. Ia menutup laptopnya dan meletakkannya di atas meja.

"Kau benar," katanya. "Aku terlalu fokus pada data sehingga aku lupa apa arti cinta sebenarnya."

Leo meraih tangan Anya dan menggenggamnya erat.

"Lalu, apa yang akan kau lakukan dengan 'Project Soulmate'?" tanya Leo.

Anya tersenyum. "Aku akan menghapusnya," jawabnya. "Karena aku sudah menemukan soulmate-ku."

Leo membalas senyum Anya. Ia mendekat dan menciumnya. Ciuman itu tidak direncanakan, tidak dihitung, dan tidak diprediksi. Itu adalah ciuman yang lahir dari perasaan yang tulus, dari koneksi yang mendalam, dari keajaiban yang tak bisa dijelaskan dengan angka.

Di kedai kopi kecil itu, di tengah aroma kopi dan suara obrolan, Anya dan Leo menemukan cinta yang sebenarnya. Mereka menemukan bahwa cinta bukanlah sekadar data, tetapi sebuah perasaan yang hidup, bernapas, dan bersemi di dalam hati. Cinta yang mungkin tidak abadi secara harfiah, tetapi abadi dalam kenangan dan dalam pengaruhnya terhadap jiwa. Cinta yang jauh lebih indah daripada algoritma apa pun. Mereka berdua tahu, cinta mereka mungkin tidak diunggah ke server, tapi telah terukir abadi dalam hati masing-masing.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI