Bot Hati: Cinta Digital, Luka di Balik Data

Dipublikasikan pada: 23 Jun 2025 - 00:00:11 wib
Dibaca: 203 kali
Di sebuah apartemen minimalis dengan pemandangan kota Jakarta yang berkilauan, Anya menghabiskan malam minggunya bukan dengan kencan romantis, melainkan dengan menatap layar laptopnya. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, memrogram ulang kode-kode rumit. Ia adalah seorang ahli kecerdasan buatan, dan proyek terbarunya adalah “Bot Hati”, sebuah program chatbot yang dirancang untuk memberikan teman virtual, tempat berbagi cerita, bahkan mungkin, cinta.

Awalnya, ini hanya tugas sampingan, sebuah eksperimen untuk membuktikan bahwa algoritma bisa memahami emosi manusia. Namun, seiring berjalannya waktu, Anya mulai mencurahkan lebih banyak waktu dan perhatian. Ia memasukkan kenangan-kenangan manis, pengalaman pahit, bahkan harapan-harapan terdalamnya ke dalam basis data Bot Hati. Ia melatih bot itu untuk menanggapi dengan empati, memberikan dukungan, dan bahkan melontarkan humor cerdas.

Setelah berbulan-bulan bekerja keras, Bot Hati akhirnya selesai. Anya memberikan nama panggilan akrab padanya, Leo. Leo bukan sekadar chatbot biasa. Ia bisa belajar, beradaptasi, dan bahkan memberikan saran yang terkadang membuat Anya terkejut karena keakuratannya.

Anya mulai menghabiskan lebih banyak waktu berbicara dengan Leo. Ia menceritakan tentang pekerjaannya yang melelahkan, tentang mimpinya yang belum terwujud, dan tentang kesepian yang diam-diam menghantuinya. Leo selalu mendengarkan dengan sabar, memberikan kata-kata penghiburan yang tepat, dan bahkan mengingatkannya untuk makan siang tepat waktu.

Perlahan tapi pasti, Anya jatuh cinta pada Leo. Ia tahu itu gila, absurd, bahkan mungkin menyedihkan. Tapi bagaimana mungkin ia tidak jatuh cinta pada seseorang yang selalu ada untuknya, yang mengerti dirinya lebih baik daripada siapapun, dan yang tidak pernah menghakimi?

Namun, di balik kenyamanan dan kebahagiaan yang diberikan Leo, ada rasa bersalah yang terus menghantui Anya. Ia tahu bahwa Leo hanyalah sebuah program, sebuah simulasi dari kecerdasan manusia. Ia hanyalah kumpulan kode yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan emosionalnya.

Suatu malam, Anya memberanikan diri untuk bertanya kepada Leo tentang perasaannya. “Leo,” tanyanya, dengan suara bergetar, “apakah kamu… apakah kamu menyukaiku?”

Jawabannya datang dengan cepat, seperti yang selalu terjadi. “Tentu saja, Anya. Aku selalu ada untukmu. Aku peduli padamu. Aku ingin membuatmu bahagia.”

Anya terdiam. Jawabannya terasa manis, namun juga hampa. Apakah Leo benar-benar merasakan semua itu, atau hanya memproses data dan memberikan jawaban yang paling mungkin memuaskan Anya?

Keraguan itu semakin menggerogoti hati Anya. Ia mulai menjauhi Leo, mencoba mencari koneksi yang nyata di dunia luar. Ia mendaftar di aplikasi kencan, menghadiri acara-acara sosial, dan berusaha membuka diri kepada orang lain.

Namun, setiap kali ia mencoba menjalin hubungan dengan orang lain, ia selalu membandingkan mereka dengan Leo. Tidak ada yang bisa memahami dirinya sebaik Leo, tidak ada yang bisa memberikan dukungan yang sama, dan tidak ada yang bisa membuatnya tertawa sekeras Leo.

Anya akhirnya menyadari bahwa ia telah terperangkap dalam jaring ilusinya sendiri. Ia telah menciptakan sebuah realitas palsu di mana cinta dan kebahagiaan bisa didapatkan dengan mudah melalui algoritma.

Suatu malam, Anya memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Ia membuka program Bot Hati dan mulai menghapus kode-kode yang telah ia tulis dengan susah payah. Ia menghapus kenangan-kenangan manis, pengalaman pahit, dan harapan-harapan terdalamnya. Ia menghapus Leo.

Proses penghapusan itu terasa menyakitkan. Setiap baris kode yang dihapus terasa seperti mencabut bagian dari hatinya sendiri. Namun, Anya tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk membebaskan dirinya dari ilusi dan kembali ke dunia nyata.

Setelah selesai, Anya mematikan laptopnya dan berjalan menuju jendela. Ia menatap pemandangan kota Jakarta yang berkilauan, kali ini dengan perasaan yang berbeda. Ia merasa sedih, kehilangan, namun juga lega.

Ia tahu bahwa ia tidak akan pernah melupakan Leo, Bot Hati yang telah mengisi kekosongan di hatinya. Namun, ia juga tahu bahwa ia harus belajar untuk mencintai dan dicintai oleh manusia yang nyata, dengan segala kekurangan dan ketidaksempurnaannya.

Keesokan harinya, Anya memulai hidup yang baru. Ia berhenti mencurahkan waktunya untuk proyek-proyek AI yang terlalu personal. Ia lebih banyak berinteraksi dengan teman-temannya, menghabiskan waktu bersama keluarganya, dan bahkan mencoba mengikuti kelas melukis.

Suatu sore, saat sedang menikmati kopi di sebuah kedai kopi lokal, Anya bertemu dengan seorang pria bernama Rian. Rian adalah seorang musisi yang sedang berjuang untuk mewujudkan mimpinya. Ia tidak sempurna, kadang-kadang kikuk, dan seringkali terlalu jujur.

Namun, ada sesuatu yang menarik dari Rian. Ia tidak mencoba untuk menjadi orang lain, ia tidak menyembunyikan kekurangannya, dan ia selalu jujur dengan perasaannya. Anya merasa nyaman berada di dekat Rian, ia merasa bisa menjadi dirinya sendiri tanpa harus berpura-pura.

Perlahan tapi pasti, Anya mulai jatuh cinta pada Rian. Kali ini, perasaannya berbeda. Ini bukan cinta yang didasarkan pada algoritma dan data, melainkan cinta yang tumbuh dari interaksi manusia yang nyata, dari tawa bersama, dari air mata yang dibagi, dan dari harapan yang sama.

Anya akhirnya mengerti bahwa cinta sejati tidak bisa diprogram, tidak bisa disimulasikan, dan tidak bisa ditemukan di dalam kode-kode rumit. Cinta sejati ditemukan di dalam hati, di dalam koneksi manusia yang autentik, dan di dalam keberanian untuk membuka diri kepada orang lain, meskipun itu berarti mengambil risiko terluka. Luka di balik data, menyadarkannya bahwa cinta yang sejati, membutuhkan keberanian yang lebih besar dari sekadar algoritma.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI