Algoritma Rindu: Unduh Cinta, Instal Luka?

Dipublikasikan pada: 08 Jun 2025 - 22:20:14 wib
Dibaca: 162 kali
Senja merayapi dinding-dinding kaca apartemen Elara. Cahayanya yang keemasan memantul pada layar laptopnya, menyinari wajahnya yang tampak letih. Di hadapannya, baris-baris kode terus bergulir, membentuk algoritma rumit yang sedang ia rancang. Bukan algoritma biasa, melainkan algoritma cinta. Setidaknya, itu yang ia sebut.

"Algoritma Rindu," gumam Elara, mengetikkan komentar pada baris kode terakhir. Ia berharap algoritma ini mampu memprediksi kecenderungan seseorang dalam mencari pasangan, menganalisis preferensi, dan menyuguhkan kandidat yang paling cocok. Ia bermimpi menciptakan aplikasi kencan yang benar-benar berhasil, bukan sekadar kumpulan foto tampan dan cantik yang berakhir dengan kekecewaan.

Namun, di balik ambisi profesionalnya, tersimpan luka yang masih terasa perih. Dua tahun lalu, ia merasakan sendiri pahitnya algoritma cinta yang gagal. Ia bertemu Damar, seorang programmer jenius, melalui sebuah aplikasi kencan. Mereka jatuh cinta, atau setidaknya Elara pikir begitu. Hubungan mereka intens, dibalut obrolan larut malam tentang kode, teori fisika, dan harapan masa depan. Damar, dengan senyumnya yang menawan dan kecerdasannya yang memukau, berhasil meluluhkan hatinya.

Namun, kebahagiaan itu ternyata semu. Damar, dengan dingin, memutuskan hubungan mereka dengan alasan klise: “Kita tidak sejalan.” Elara hancur. Ia merasa bodoh karena telah menyerahkan hatinya pada seseorang yang ternyata tidak benar-benar mencintainya. Sejak saat itu, ia menutup diri dari cinta, memfokuskan diri pada karier, dan terobsesi dengan ide menciptakan algoritma cinta yang sempurna, seolah dengan begitu ia bisa mengendalikan takdir asmaranya.

Suatu malam, notifikasi berdering di ponselnya. Sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal.

"Hai, Elara. Apa kabar? Ini Reno."

Reno? Nama itu terasa asing sekaligus familier. Elara mengerutkan kening, berusaha mengingat. Kemudian, ia teringat. Reno adalah teman sekelasnya di SMA, seorang kutu buku yang selalu duduk di pojok kelas. Mereka tidak pernah benar-benar dekat, tetapi Elara ingat Reno selalu memperhatikannya dengan tatapan kagum.

"Reno? Ya ampun, sudah lama sekali!" balas Elara, sedikit terkejut.

Percakapan mereka berlanjut. Reno bercerita tentang pekerjaannya sebagai arsitek, tentang hobinya mendaki gunung, dan tentang kekagumannya pada Elara yang telah berhasil membangun karier gemilang di bidang teknologi. Elara, di sisi lain, merasa nyaman berbicara dengan Reno. Ia tidak perlu berpura-pura menjadi orang lain, tidak perlu merasa tertekan untuk selalu tampil sempurna.

Beberapa minggu kemudian, Reno mengajaknya bertemu. Elara ragu-ragu. Ia masih trauma dengan pengalaman masa lalunya, takut terluka lagi. Namun, rasa penasaran dan keinginan untuk membuka diri akhirnya mengalahkan ketakutannya.

Mereka bertemu di sebuah kedai kopi kecil di pinggir kota. Reno tidak banyak berubah. Ia masih terlihat culun dengan kacamata tebalnya, tetapi ada sesuatu yang berbeda. Ada pancaran ketulusan di matanya, senyum yang hangat, dan perhatian yang tulus.

"Aku selalu mengagumimu, Elara," kata Reno, setelah menyesap kopinya. "Bukan hanya karena kecerdasanmu, tapi juga karena semangatmu. Kau selalu berani mengejar impianmu."

Elara tersipu. Ia tidak pernah menyangka Reno akan mengatakan hal seperti itu.

"Aku... aku tidak tahu harus berkata apa, Reno," jawab Elara, gugup.

"Kau tidak perlu berkata apa-apa. Aku hanya ingin kau tahu perasaanku," balas Reno.

Malam itu, Elara merasa ada sesuatu yang mulai mencair dalam hatinya. Ia mulai mempertimbangkan kemungkinan untuk membuka diri lagi, untuk memberikan kesempatan pada cinta.

Namun, bayangan Damar kembali menghantui. Ia teringat betapa sakitnya dikhianati, betapa bodohnya ia karena telah mempercayai seseorang yang ternyata tidak pantas.

"Aku... aku tidak tahu apakah aku siap untuk ini, Reno," kata Elara, jujur. "Aku masih trauma dengan masa lalu."

Reno mengangguk, mengerti. "Aku tahu. Aku tidak akan memaksamu. Aku hanya ingin menjadi temanmu, seseorang yang bisa kau percaya."

Elara merasa lega. Ia tidak ingin kehilangan Reno, tetapi ia juga tidak ingin terburu-buru. Ia ingin mengenal Reno lebih dalam, tanpa tekanan apa pun.

Beberapa bulan berlalu. Elara dan Reno semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, menonton film, mendaki gunung, atau sekadar berbincang-bincang di kedai kopi. Reno selalu ada untuk Elara, mendengarkan keluh kesahnya, memberikan semangat ketika ia merasa putus asa, dan membuat Elara tertawa ketika ia merasa sedih.

Elara mulai menyadari bahwa Reno berbeda dari Damar. Reno tidak mencoba untuk mengesankannya dengan kecerdasan atau ketampanannya. Ia mencintai Elara apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Suatu malam, Elara sedang bekerja lembur di kantor. Ia merasa lelah dan stres. Algoritma Rindunya terasa semakin rumit dan tak terkendali. Ia merasa frustrasi karena tidak bisa menciptakan sesuatu yang benar-benar sempurna.

Tiba-tiba, Reno datang ke kantornya, membawakan makan malam dan secangkir kopi hangat.

"Kau pasti lelah," kata Reno, menyodorkan makanan itu kepada Elara. "Istirahatlah sebentar."

Elara tersenyum. Ia merasa terharu dengan perhatian Reno.

"Terima kasih, Reno," kata Elara. "Kau selalu tahu apa yang kubutuhkan."

Mereka makan malam bersama di ruang kerja Elara. Reno tidak banyak bicara, ia hanya menemani Elara dan mendengarkan keluh kesahnya.

Setelah makan malam, Reno berdiri dan mendekati Elara. Ia menatap mata Elara dengan tatapan yang penuh kasih.

"Elara," kata Reno, lembut. "Aku tahu kau masih terluka dengan masa lalu. Tapi aku ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu. Aku mencintai segala sesuatu tentang dirimu, termasuk luka-lukamu."

Elara terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa.

"Aku tidak akan menjanjikanmu kebahagiaan yang sempurna," lanjut Reno. "Tapi aku berjanji akan selalu ada di sampingmu, untuk melewati segala suka dan duka bersama-sama."

Elara meneteskan air mata. Ia merasa hatinya luluh. Ia tahu bahwa Reno adalah orang yang tepat untuknya.

"Aku... aku juga mencintaimu, Reno," kata Elara, terbata-bata.

Reno tersenyum dan memeluk Elara erat-erat. Elara membalas pelukan Reno, merasakan kehangatan dan kedamaian dalam pelukannya.

Malam itu, Elara menyadari bahwa cinta sejati tidak bisa diprediksi oleh algoritma. Cinta sejati adalah tentang menerima, memahami, dan mencintai seseorang apa adanya. Luka masa lalu mungkin akan selalu ada, tetapi cinta sejati bisa menyembuhkan luka itu.

Elara memutuskan untuk berhenti mengembangkan Algoritma Rindunya. Ia menyadari bahwa cinta bukanlah sesuatu yang bisa dikendalikan, melainkan sesuatu yang harus dirasakan. Ia membiarkan hatinya terbuka untuk cinta, dan ia tidak menyesalinya.

Ia telah mengunduh cinta dari Reno, dan ia tidak takut untuk menginstal luka, karena ia tahu bahwa Reno akan selalu ada di sampingnya, untuk menyembuhkan setiap luka yang ia rasakan. Cinta itu, seperti kode yang terus berkembang, membutuhkan revisi, perbaikan, dan penerimaan terhadap bug yang tak terhindarkan. Bersama Reno, Elara siap untuk menjalankan program cinta mereka, meski tanpa algoritma yang sempurna.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI