Aplikasi Hati: Cinta Dipersonalisasi, Luka Dikustomisasi?

Dipublikasikan pada: 29 Aug 2025 - 01:40:16 wib
Dibaca: 130 kali
Udara dingin malam itu menyelinap masuk melalui celah jendela apartemen minimalis milik Nara. Di layar laptopnya, kode-kode rumit berbaris rapi, bukti kerja kerasnya selama berjam-jam. Nara, seorang programmer andal, sedang menyempurnakan “Aplikasi Hati”, sebuah inovasi yang menurutnya akan merevolusi dunia percintaan. Aplikasi ini, dengan algoritma rumit dan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber, menjanjikan pasangan yang paling kompatibel, lengkap dengan profil personalisasi kencan dan strategi menjaga hubungan. Bahkan, Aplikasi Hati mengklaim mampu "mengkustomisasi" proses pemulihan luka patah hati.

Nara tersenyum sinis. Ia sendiri yang menciptakan kode ini, tetapi ia juga yang paling skeptis. Ia menciptakan Aplikasi Hati bukan karena percaya akan keajaiban cinta digital, melainkan karena patah hati. Ditinggalkan oleh kekasihnya, Arya, tanpa penjelasan yang jelas, meninggalkan luka menganga di hatinya. Luka yang, ironisnya, ingin ia obati dengan menciptakan aplikasi yang seharusnya tidak memerlukan hati sama sekali.

Beberapa bulan kemudian, Aplikasi Hati resmi diluncurkan dan langsung meledak di pasaran. Semua orang tergila-gila dengan janji cinta yang dipersonalisasi. Nara, yang awalnya menghindari perhatian, dipaksa tampil ke publik. Wawancara, talkshow, dan seminar menghujani jadwalnya. Ia menjadi ikon cinta modern, padahal hatinya sendiri masih remuk redam.

Suatu malam, setelah sebuah acara peluncuran besar, Nara kembali ke apartemennya dengan perasaan hampa. Notifikasi di ponselnya berdering tanpa henti. Pujian, ucapan selamat, dan permintaan wawancara terus berdatangan. Di antara semua itu, ada satu notifikasi dari Aplikasi Hati miliknya sendiri. Sebuah profil rekomendasi pasangan.

Nara mengernyit. Ia jarang menggunakan aplikasinya sendiri. Ia lebih memilih tenggelam dalam kode dan kesendirian. Namun, rasa penasaran mendorongnya untuk membuka profil tersebut. Sebuah foto tersenyum ramah menyambutnya. Seorang pria dengan mata teduh dan rambut sedikit berantakan. Namanya, Dimas.

Algoritma Aplikasi Hati menjelaskan bahwa Dimas memiliki kesamaan minat dengan Nara dalam hal musik, film, dan buku. Selain itu, Dimas digambarkan sebagai pribadi yang pengertian, sabar, dan memiliki selera humor yang baik. Nara tertawa hambar. Sepertinya algoritma itu tahu betul apa yang ia cari, atau lebih tepatnya, apa yang dulu ia cari.

Beberapa hari kemudian, Nara memberanikan diri untuk menghubungi Dimas. Obrolan pertama mereka berlangsung canggung, tetapi perlahan menjadi lebih lancar. Mereka membahas tentang buku favorit, film indie terbaru, dan bahkan sedikit tentang kode. Nara merasa aneh. Ia merasa nyaman berbicara dengan Dimas, sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.

Setelah beberapa minggu berkirim pesan, Dimas mengajak Nara berkencan. Nara ragu-ragu. Ia takut dikecewakan lagi. Ia takut terjebak dalam ekspektasi palsu yang diciptakan oleh algoritma. Namun, rasa penasarannya terlalu kuat untuk diabaikan. Ia menerima ajakan Dimas.

Kencan pertama mereka berlangsung di sebuah kafe kecil yang nyaman. Dimas ternyata lebih menarik dari yang ia bayangkan. Ia pintar, lucu, dan memiliki empati yang tulus. Nara merasa dirinya perlahan membuka diri, melepaskan tembok pertahanan yang telah ia bangun selama ini. Mereka tertawa, bercerita, dan bertukar pandang. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Nara merasa hidup.

Hari-hari berikutnya, Nara dan Dimas semakin dekat. Mereka menghabiskan waktu bersama, menjelajahi kota, dan saling berbagi cerita. Nara mulai melupakan Arya, luka lama yang menghantuinya. Ia mulai percaya bahwa mungkin, hanya mungkin, Aplikasi Hati benar-benar bisa menemukan cinta yang tepat.

Suatu malam, saat mereka sedang berjalan-jalan di taman kota, Dimas berhenti dan menatap Nara dengan serius. "Nara," katanya, "aku ingin jujur padamu."

Jantung Nara berdegup kencang. Ia merasakan firasat buruk.

"Aku tahu kamu yang menciptakan Aplikasi Hati," lanjut Dimas. "Aku tahu semua tentang luka hatimu dan alasanmu menciptakan aplikasi ini."

Nara terdiam. Bagaimana bisa Dimas tahu semua ini?

"Aku... aku sengaja mendaftar di Aplikasi Hati untuk bertemu denganmu," kata Dimas. "Aku melihat profilmu dan aku tertarik dengan kecerdasanmu, semangatmu, dan... hatimu yang terluka."

Nara merasa dikhianati. Ia merasa dipermainkan. Semua ini hanyalah sebuah sandiwara? Apakah Dimas hanya mengasihani dirinya?

"Aku tahu ini mungkin sulit dipercaya," kata Dimas, "tapi aku benar-benar jatuh cinta padamu, Nara. Bukan karena algoritma, bukan karena Aplikasi Hati, tapi karena dirimu sendiri."

Nara tidak tahu harus berkata apa. Ia merasa marah, bingung, dan sakit hati. Ia membalikkan badan dan berlari menjauh dari Dimas, meninggalkan pria itu berdiri terpaku di taman kota.

Kembali ke apartemennya, Nara menghapus Aplikasi Hati dari ponselnya. Ia membenci aplikasinya sendiri. Ia membenci algoritma yang telah mempermainkannya. Ia membenci dirinya sendiri karena telah percaya pada janji cinta digital.

Nara duduk di depan laptopnya, menatap kode-kode rumit yang telah ia ciptakan. Ia mulai menghapus baris demi baris kode, menghancurkan ciptaannya sendiri. Ia menyadari bahwa cinta tidak bisa dipersonalisasi, luka tidak bisa dikustomisasi. Cinta adalah sebuah risiko, sebuah keajaiban yang tidak bisa diprediksi. Luka adalah bagian dari kehidupan, pelajaran yang harus dipelajari.

Beberapa hari kemudian, Nara menerima sebuah surat dari Dimas. Surat itu berisi permohonan maaf dan penjelasan yang lebih detail. Dimas mengaku bahwa ia telah mengagumi Nara sejak lama, sebelum Aplikasi Hati diciptakan. Ia hanyalah seorang programmer yang bekerja di perusahaan yang sama dengan Nara dulu, tetapi terlalu takut untuk mendekatinya. Ketika Aplikasi Hati diluncurkan, ia melihatnya sebagai kesempatan untuk akhirnya bisa berbicara dengan Nara.

Setelah membaca surat itu, Nara merasakan hatinya melunak. Ia menyadari bahwa Dimas tidak berniat menyakitinya. Ia hanya ingin jujur dengan perasaannya.

Nara pergi ke taman kota tempat ia terakhir kali bertemu dengan Dimas. Ia menemukan pria itu duduk di bangku yang sama, menatap kosong ke depan.

Nara duduk di samping Dimas. Mereka berdua terdiam untuk beberapa saat.

"Aku... aku minta maaf," kata Nara akhirnya. "Aku terlalu takut untuk percaya."

Dimas tersenyum tipis. "Aku mengerti," jawabnya. "Butuh waktu untuk menyembuhkan luka."

Nara menatap Dimas. Ia melihat ketulusan di mata pria itu. Ia melihat cinta yang tidak dipersonalisasi, cinta yang tidak dikustomisasi, cinta yang nyata.

"Dimas," kata Nara, "bisakah kita mulai dari awal?"

Dimas menggenggam tangan Nara. "Tentu saja," jawabnya. "Selama kamu bersedia."

Malam itu, Nara dan Dimas berjalan-jalan di taman kota, bergandengan tangan. Mereka tidak berbicara tentang algoritma, tidak berbicara tentang Aplikasi Hati. Mereka hanya berbicara tentang mimpi, harapan, dan cinta. Cinta yang tidak dipersonalisasi, cinta yang tidak dikustomisasi, cinta yang mereka temukan di tengah luka dan ketidaksempurnaan. Cinta yang akhirnya membuat Nara mengerti bahwa hati punya jalannya sendiri, jauh lebih rumit dan indah dari kode mana pun.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI