Algoritma Cinta: Menemukanmu di antara Triliunan Data

Dipublikasikan pada: 11 Jun 2025 - 02:20:14 wib
Dibaca: 164 kali
Debu digital seakan menari-nari di depan mata Anya, memantul dari layar monitor raksasa di hadapannya. Jari-jarinya lincah mengetik baris demi baris kode, menciptakan dunia virtual yang rumit namun indah. Ia seorang data scientist di “Aetheria”, perusahaan rintisan yang berambisi mengubah cara orang menemukan cinta. Aetheria bukan sekadar aplikasi kencan biasa; mereka menggunakan algoritma kecerdasan buatan paling mutakhir untuk mencocokkan pengguna, melampaui kesamaan hobi dan preferensi fisik.

Anya adalah otak di balik algoritma itu. Ia mengubur dirinya dalam lautan data, menganalisis pola interaksi, bahasa tubuh mikro yang tertangkap kamera, bahkan gelombang otak yang terekam melalui sensor EEG yang terintegrasi di aplikasi Aetheria. Tujuannya sederhana: menciptakan algoritma cinta yang sempurna, menemukan pasangan jiwa bagi setiap pengguna.

Ironisnya, di tengah kesibukannya menciptakan cinta untuk orang lain, Anya sendiri merasa hampa. Ia terlalu sibuk dengan kode dan data, hingga melupakan dunia nyata di sekitarnya. Kencan baginya hanyalah serangkaian eksperimen sosial, subjek penelitian untuk menyempurnakan algoritmanya. Setiap senyum, setiap sentuhan, setiap percakapan dianalisis, dikategorikan, dan dimasukkan ke dalam database. Cinta, bagi Anya, adalah data.

Suatu malam, di tengah tumpukan cangkir kopi kosong dan kode yang tak berujung, Anya melihat sesuatu yang aneh. Sebuah anomali. Seseorang dengan profil yang sangat tidak lazim tiba-tiba muncul dalam sistem. Namanya, Kai. Profilnya dipenuhi dengan hal-hal yang menurut algoritma Anya, sama sekali tidak kompatibel dengan siapapun. Kai tidak menyukai film romantis, benci selfie, dan lebih memilih mendaki gunung daripada menghadiri pesta. Namun, anehnya, algoritma Anya menunjukkan tingkat kecocokan yang sangat tinggi antara Kai dan…dirinya sendiri.

Anya tercengang. Bagaimana mungkin? Profilnya sendiri, dengan segala preferensi dan kebiasaannya, telah ia masukkan ke dalam sistem untuk menguji akurasi algoritma. Tapi Kai? Ia adalah antitesis dari segala yang dicari Anya dalam diri seseorang.

Karena penasaran, Anya memutuskan untuk menelusuri profil Kai lebih dalam. Ia menemukan foto-foto Kai di puncak gunung, matanya berbinar penuh semangat. Ia membaca tulisan-tulisan Kai di blog pribadinya, tentang filosofi hidup sederhana dan menghargai keindahan alam. Semakin Anya menggali, semakin ia merasa ada sesuatu yang menarik dari Kai, sesuatu yang tidak bisa diukur dengan angka atau algoritma.

Meskipun ragu, Anya memutuskan untuk mengambil risiko. Ia mengirim pesan kepada Kai melalui aplikasi Aetheria. Pesannya singkat: “Algoritma saya mengatakan kita cocok. Saya penasaran.”

Kai membalas keesokan harinya. Balasannya sama singkatnya: “Algoritma bisa salah. Tapi saya juga penasaran.”

Pertemuan pertama mereka terjadi di sebuah kedai kopi kecil di pinggiran kota. Anya datang dengan persiapan mental yang matang, siap menganalisis setiap gerak-gerik Kai. Namun, saat mata mereka bertemu, semua persiapan itu buyar. Kai tidak seperti yang ia bayangkan. Ia sederhana, jujur, dan memiliki selera humor yang unik. Mereka berbicara berjam-jam, bukan tentang algoritma atau data, tetapi tentang mimpi, ketakutan, dan harapan.

Anya menyadari sesuatu yang penting. Algoritma bisa mencocokkan data, tetapi tidak bisa merasakan emosi. Algoritma bisa memprediksi kecocokan, tetapi tidak bisa menciptakan koneksi. Cinta bukan sekadar persamaan matematika, tetapi sesuatu yang lebih dalam, lebih kompleks, dan lebih indah dari itu.

Seiring berjalannya waktu, Anya semakin dekat dengan Kai. Mereka mendaki gunung bersama, menonton matahari terbit dari puncak tertinggi, dan tertawa hingga air mata menetes. Anya mulai melupakan pekerjaannya, melupakan algoritma, dan mulai menikmati hidup. Ia belajar untuk menghargai momen-momen kecil, untuk merasakan kebahagiaan dalam kesederhanaan.

Namun, kebahagiaan Anya tidak berlangsung lama. Suatu hari, CEO Aetheria, Mr. Sterling, memanggilnya ke kantor. Mr. Sterling sangat antusias dengan hasil yang didapatkan Anya. Aplikasi Aetheria semakin populer, dan tingkat keberhasilan pencocokan pasangan meningkat secara signifikan. Ia ingin Anya terus menyempurnakan algoritma, dan menjadikannya paten global.

“Anya, kamu adalah aset berharga bagi perusahaan ini. Algoritma cinta yang kamu ciptakan akan mengubah dunia. Tapi ada satu hal lagi yang perlu kamu lakukan,” kata Mr. Sterling, dengan tatapan serius.

“Apa itu, Mr. Sterling?” tanya Anya, gugup.

“Saya ingin kamu menggunakan algoritma itu untuk menemukan pasangan yang sempurna untuk dirimu sendiri. Kamu adalah representasi terbaik dari keberhasilan Aetheria. Pernikahanmu akan menjadi bukti bahwa algoritma cinta benar-benar bekerja,” jawab Mr. Sterling, sambil tersenyum penuh harap.

Anya terdiam. Ia tahu apa yang diinginkan Mr. Sterling. Ia ingin Anya menikahi seseorang yang cocok secara algoritmik, seseorang yang akan mendongkrak popularitas Aetheria. Tapi hatinya sudah memilih. Ia mencintai Kai, bukan karena algoritma, tetapi karena ia adalah dirinya sendiri.

Anya mengambil keputusan. Ia mengundurkan diri dari Aetheria. Ia tidak bisa mengkhianati perasaannya sendiri. Ia tidak bisa menjadikan cintanya sebagai komoditas.

Anya menemui Kai di kedai kopi tempat mereka pertama kali bertemu. Ia menceritakan semuanya, tentang algoritma cinta, tentang tekanan dari Mr. Sterling, dan tentang keputusannya untuk mengundurkan diri.

Kai mendengarkan dengan seksama, tanpa memotong pembicaraan Anya. Ketika Anya selesai berbicara, Kai menggenggam tangannya.

“Anya,” kata Kai, lembut. “Saya tidak peduli dengan algoritma. Saya tidak peduli dengan apa yang orang lain pikirkan. Saya hanya peduli denganmu. Saya mencintaimu apa adanya.”

Anya meneteskan air mata bahagia. Ia menemukan cinta sejati, bukan di antara triliunan data, tetapi di dalam hatinya sendiri. Ia belajar bahwa cinta tidak bisa diprediksi, tidak bisa dikendalikan, dan tidak bisa diukur. Cinta adalah keajaiban, anomali yang indah dalam algoritma kehidupan.

Mereka kemudian membangun sebuah rumah kecil di kaki gunung. Anya berhenti berkutat dengan kode dan data, dan mulai menulis buku tentang cinta dan kehidupan. Kai terus mendaki gunung, menemukan keindahan di setiap langkah. Mereka hidup bahagia, bukan karena algoritma, tetapi karena mereka memilih untuk saling mencintai, saling menerima, dan saling mendukung.

Algoritma Anya memang menemukan mereka, tetapi cinta sejati mereka temukan sendiri. Di antara triliunan data, mereka menemukan satu sama lain, dan menciptakan algoritma cinta mereka sendiri. Algoritma yang sederhana, jujur, dan abadi. Algoritma yang hanya membutuhkan dua variabel: hati dan kebebasan memilih.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI