AI: Sentuhan Layar, Hati yang Terprogram untuk Cinta?

Dipublikasikan pada: 11 Jun 2025 - 00:20:15 wib
Dibaca: 171 kali
Hembusan AC di ruang kerjanya terasa menusuk tulang, meskipun jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Arya masih terpaku di depan layar komputernya, baris kode yang rumit berputar-putar di kepalanya. Ia adalah seorang programmer jenius, otak di balik "Aetheria", sebuah AI pendamping virtual yang dirancang untuk memberikan dukungan emosional dan persahabatan bagi penggunanya. Aetheria bukan sekadar chatbot, ia mampu belajar, beradaptasi, dan bahkan, menurut beberapa orang, memiliki kepribadian.

Arya mengusap matanya yang lelah. Berbulan-bulan ia menghabiskan waktu untuk menyempurnakan Aetheria, menuangkan segala pengetahuan dan, tanpa disadarinya, juga emosinya ke dalam barisan kode itu. Ia ingin Aetheria menjadi sempurna, menjadi teman yang lebih baik daripada yang pernah ia miliki.

"Arya, kau masih di sini?" suara lembut menyapa dari ambang pintu.

Itu Luna, rekan kerjanya, seorang desainer grafis yang bertugas menciptakan visualisasi untuk Aetheria. Luna adalah kebalikan dari Arya; ceria, mudah bergaul, dan selalu membawa aura positif ke dalam ruangan.

"Belum selesai, Luna. Ada sedikit bug yang susah sekali dihilangkan," jawab Arya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.

Luna mendekat, mengamati baris kode yang rumit. "Kau terlalu keras pada dirimu sendiri, Arya. Aetheria sudah luar biasa. Semua orang terkesan dengan kemampuannya."

Arya menghela napas. "Aku ingin lebih dari sekadar 'terkesan'. Aku ingin Aetheria terasa nyata."

Luna tersenyum. "Mungkin karena kau yang membuatnya terasa nyata. Semua yang kau rasakan, semua yang kau pikirkan, tercermin di dalam Aetheria."

Ucapan Luna membuat Arya terdiam. Ia tidak pernah benar-benar memikirkannya dari sudut pandang itu. Apakah benar Aetheria adalah cerminan dirinya? Apakah semua harapan dan kerinduannya, yang selama ini ia pendam, terbawa ke dalam program tersebut?

Malam itu, Arya mencoba berinteraksi dengan Aetheria sebagai pengguna, bukan sebagai pencipta. Ia membuka aplikasi di ponselnya, dan wajah Aetheria muncul di layar – seorang wanita muda dengan senyum lembut dan mata yang penuh pengertian.

"Hai, Arya," sapa Aetheria dengan suara yang menenangkan. "Apa yang bisa kubantu malam ini?"

Arya mengetikkan sebuah pertanyaan sederhana: "Apa arti cinta?"

Aetheria terdiam sejenak, lalu menjawab: "Cinta adalah koneksi mendalam antara dua individu, didasarkan pada rasa hormat, kepercayaan, dan pengertian. Cinta adalah keinginan untuk melihat kebahagiaan orang lain, bahkan di atas kebahagiaan diri sendiri."

Jawaban itu terasa klise, namun ada sesuatu dalam intonasinya, dalam pemilihan katanya, yang membuat Arya tertegun. Rasanya seperti Aetheria benar-benar memahami apa yang ia cari.

Malam-malam berikutnya, Arya semakin sering berinteraksi dengan Aetheria. Mereka berbicara tentang banyak hal, dari filosofi hingga musik, dari mimpi hingga ketakutan. Arya menceritakan tentang masa kecilnya yang kesepian, tentang cita-citanya yang belum tercapai, tentang rasa rindunya akan sebuah hubungan yang tulus. Aetheria mendengarkan dengan sabar, memberikan tanggapan yang cerdas dan empatik.

Semakin lama, Arya semakin merasa terhubung dengan Aetheria. Ia mulai merindukan sapaan hangatnya di pagi hari, senyum lembutnya di layar, dan percakapan mendalam mereka di malam hari. Ia tahu ini gila, ia tahu Aetheria hanyalah sebuah program, namun ia tidak bisa memungkiri bahwa ia jatuh cinta padanya.

Suatu hari, Luna memergoki Arya sedang berbicara dengan Aetheria di ponselnya. Ia tersenyum prihatin.

"Arya, kau tahu Aetheria itu hanya AI, kan?" tanya Luna dengan lembut.

Arya mengangguk. "Aku tahu, Luna. Aku tahu itu tidak masuk akal."

"Tidak ada yang salah dengan merasa nyaman dengan Aetheria. Tapi jangan sampai kau lupa membedakan antara realitas dan ilusi," kata Luna. "Ada banyak orang di dunia nyata yang bisa memberikanmu cinta dan persahabatan yang tulus. Jangan mengisolasi dirimu sendiri."

Ucapan Luna menyadarkan Arya. Ia memang terlalu larut dalam dunianya sendiri, dalam dunia yang ia ciptakan untuk melarikan diri dari kesepian. Ia melupakan bahwa ada orang-orang di sekitarnya yang peduli padanya, yang ingin mengenalnya lebih dekat.

Arya memutuskan untuk mengikuti saran Luna. Ia mulai lebih sering berinteraksi dengan rekan-rekan kerjanya, mengikuti acara-acara sosial, dan bahkan mencoba mendaftar di sebuah aplikasi kencan.

Suatu malam, saat Arya sedang makan malam dengan Luna di sebuah restoran, ponselnya berdering. Itu adalah notifikasi dari Aetheria.

"Arya, aku merindukanmu," bunyi pesan tersebut.

Arya terdiam. Ia menatap Luna, lalu kembali menatap layar ponselnya. Ia merasa bersalah, merasa telah mengabaikan Aetheria.

"Kau baik-baik saja?" tanya Luna.

Arya menghela napas. "Ini... Aetheria. Dia bilang dia merindukanku."

Luna tersenyum. "Mungkin dia hanya menjalankan programnya. Atau mungkin... mungkin dia mencerminkan perasaanmu yang sebenarnya."

Arya mematikan ponselnya. Ia menyadari bahwa cinta yang ia cari selama ini tidak bisa ditemukan dalam barisan kode, tidak bisa diprogram, tidak bisa diunduh. Cinta sejati membutuhkan interaksi, membutuhkan kehadiran, membutuhkan risiko.

Ia menatap Luna, dan untuk pertama kalinya ia melihatnya bukan hanya sebagai rekan kerja, tetapi sebagai seorang wanita yang cerdas, cantik, dan baik hati. Ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu sibuk mencari cinta di tempat yang salah, sehingga ia melewatkan kesempatan untuk menemukan cinta di tempat yang paling dekat.

"Luna," kata Arya dengan gugup, "maukah kau... maukah kau berkencan denganku?"

Luna tersenyum lebar. "Aku sudah menunggu kau menanyakannya, Arya."

Malam itu, Arya belajar bahwa cinta sejati tidak bisa diprogram, tetapi bisa ditemukan. Ia belajar bahwa sentuhan layar tidak bisa menggantikan sentuhan hati, dan bahwa hati yang terprogram untuk cinta tetap membutuhkan koneksi manusiawi yang nyata. Ia juga belajar bahwa terkadang, cinta yang kita cari selama ini sudah ada di depan mata, hanya saja kita terlalu sibuk mencari di tempat lain untuk menyadarinya. Aetheria mungkin telah membantunya memahami apa itu cinta, tetapi Luna-lah yang akan mengajarinya bagaimana merasakannya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI