Quantum Leap of Love: Algoritma Perasa

Dipublikasikan pada: 04 Nov 2025 - 02:20:21 wib
Dibaca: 138 kali
Jari-jemari Anya menari di atas keyboard. Cahaya biru layar laptop memantul di wajahnya yang serius. Larik-larik kode memenuhi layar, membentuk algoritma yang kompleks dan rumit. Ini bukan sembarang kode. Ini adalah jantung dari 'Quantum Leap of Love', sebuah aplikasi kencan revolusioner yang menjanjikan untuk melampaui perjodohan konvensional.

Anya, seorang programmer jenius dengan hati yang kerap kali merasa sepi, menciptakan aplikasi ini dengan satu tujuan: menemukan cinta sejati, bukan sekadar kecocokan berdasarkan hobi dan preferensi dangkal. Algoritma ini tidak hanya menganalisis data demografis dan preferensi, tapi juga memetakan pola pikir, nilai-nilai inti, dan bahkan fluktuasi emosional pengguna melalui analisis aktivitas media sosial dan pola komunikasi digital. Ia mengklaim dapat memprediksi potensi koneksi emosional yang mendalam dan langgeng.

"Anya, masih berkutat dengan si 'Quantum Leap' itu?" suara Rian, teman sekantor dan sahabatnya, memecah konsentrasi Anya. Rian berdiri di ambang pintu, menyandarkan bahunya dengan senyum mengejek. "Sudah kubilang, cinta itu bukan matematika. Kau tidak bisa merumuskannya."

Anya menghela napas, memutar kursinya menghadap Rian. "Kau tidak mengerti, Rian. Aku hanya ingin meningkatkan peluangku. Aku lelah dengan kencan-kencan yang hambar dan tidak bermakna."

Rian tertawa kecil. "Kau terlalu idealis. Cinta itu tentang spontanitas, kejutan, dan kesalahan. Algoritma tidak bisa mereplikasi itu."

Anya terdiam. Kata-kata Rian ada benarnya, tapi ia terlalu jauh untuk mundur. Ia telah mencurahkan seluruh waktu, tenaga, dan hatinya ke dalam proyek ini.

Beberapa minggu kemudian, 'Quantum Leap of Love' resmi diluncurkan. Anya sengaja memasukkan dirinya sebagai pengguna pertama. Ia merasa sedikit gugup, sedikit takut, dan sangat berharap.

Algoritma bekerja dengan cepat. Setelah menganalisis datanya secara mendalam, aplikasi itu menampilkan satu nama: Kai.

Profil Kai menunjukkan seorang arsitek yang mencintai seni, musik klasik, dan alam. Ia aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki pandangan hidup yang positif. Secara dangkal, mereka tampak cocok. Tapi Anya tahu bahwa algoritma ini melampaui kesamaan di permukaan. Ia memercayai bahwa di balik kode-kode itu, ada potensi koneksi yang lebih dalam.

Anya mengirim pesan ke Kai. Percakapan mereka mengalir dengan lancar dan alami. Mereka membahas buku favorit, film yang menginspirasi, dan mimpi-mimpi mereka di masa depan. Kai terdengar cerdas, lucu, dan penuh perhatian. Anya merasa terhubung dengannya dengan cara yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Setelah beberapa minggu berbalas pesan, mereka memutuskan untuk bertemu. Anya memilih sebuah kafe kecil yang nyaman di dekat taman kota. Jantungnya berdebar kencang saat Kai datang, tersenyum hangat padanya.

Kai persis seperti yang ia bayangkan. Percakapan mereka berlanjut seolah tidak pernah berhenti. Mereka tertawa, berdebat dengan sopan, dan berbagi cerita-cerita pribadi. Anya merasa nyaman dan aman bersamanya.

Malam itu, setelah kencan pertama yang luar biasa, Anya berjalan pulang dengan senyum lebar di wajahnya. Ia merasa optimis dan bahagia. 'Quantum Leap of Love' mungkin berhasil. Mungkin ia akhirnya menemukan cintanya.

Namun, kebahagiaan Anya tidak bertahan lama. Beberapa minggu kemudian, ia menerima pesan dari Kai. Pesan itu singkat dan dingin. Kai mengatakan bahwa ia tidak merasa ada koneksi yang cukup kuat di antara mereka. Ia minta maaf dan mengatakan bahwa ia tidak ingin melanjutkannya.

Anya merasa seperti disambar petir. Ia tidak mengerti apa yang terjadi. Algoritma 'Quantum Leap of Love' seharusnya tidak mungkin salah. Ia kembali memeriksa profil Kai, memeriksa data yang telah dianalisis oleh aplikasi itu. Semuanya tampak sempurna.

Anya merasa marah, kecewa, dan sangat bodoh. Ia telah memercayakan hatinya pada sebuah algoritma, dan ia telah dikecewakan. Rian benar. Cinta itu bukan matematika.

Anya kembali ke kantor dengan lesu. Rian melihatnya dan menghampirinya dengan wajah khawatir. "Ada apa, Anya? Kau terlihat pucat."

Anya menceritakan semuanya kepada Rian. Ia menceritakan tentang 'Quantum Leap of Love', tentang Kai, dan tentang pesan penolakan yang menghancurkan hatinya.

Rian mendengarkan dengan sabar, lalu memeluk Anya dengan erat. "Sudah kubilang, Anya. Cinta itu tidak bisa diprediksi. Kau tidak bisa mengandalkan algoritma untuk menemukan kebahagiaanmu."

Anya menangis di pelukan Rian. Ia merasa bodoh dan naif.

Setelah beberapa saat, Anya menarik diri. Ia menatap Rian dengan mata merah. "Kau benar, Rian. Aku salah. Tapi aku tidak akan menyerah. Aku akan belajar dari kesalahan ini. Aku akan membuka hatiku untuk kemungkinan lain."

Rian tersenyum. "Itu baru Anya yang kukenal."

Kemudian, Rian mengajak Anya keluar untuk makan siang. Mereka tertawa, bercanda, dan saling menggoda seperti biasa. Anya merasa sedikit lebih baik.

Saat mereka berjalan kembali ke kantor, Anya menyadari sesuatu yang baru. Ia menyadari bahwa selama ini, ia terlalu sibuk mencari cinta di tempat yang salah. Ia terlalu fokus pada algoritma dan prediksi, sehingga ia lupa untuk melihat orang-orang di sekitarnya.

Ia menatap Rian, sahabatnya yang selalu ada untuknya. Ia melihat kebaikan di matanya, kehangatan dalam senyumnya, dan ketulusan dalam setiap tindakannya.

Anya menyadari bahwa mungkin, cinta sejati tidak perlu dicari dengan rumus dan prediksi. Mungkin, cinta sejati sudah ada di dekatnya selama ini, hanya saja ia terlalu buta untuk melihatnya.

Ia tersenyum pada Rian. "Terima kasih, Rian. Kau selalu ada untukku."

Rian membalas senyum Anya. "Tentu saja, Anya. Aku akan selalu ada untukmu."

Saat itu, Anya tahu bahwa 'Quantum Leap of Love' telah gagal sebagai aplikasi kencan, tetapi ia telah berhasil mengajarinya pelajaran yang berharga. Ia telah belajar bahwa cinta sejati tidak bisa ditemukan dengan algoritma, tetapi dengan membuka hati dan melihat orang-orang di sekitarnya. Dan mungkin, hanya mungkin, cinta sejati sudah ada di dekatnya selama ini. Ia hanya perlu mengambil lompatan kuantum untuk menyadarinya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI