Jari-jemari Anya menari di atas keyboard, menghasilkan barisan kode yang rumit namun elegan. Di balik layar laptopnya, dunia digital yang ia ciptakan terasa lebih nyata daripada dunia luar. Aplikasi kencan yang ia kembangkan, bernama "SoulSync", adalah obsesinya. Anya percaya, algoritma yang tepat bisa menemukan resonansi jiwa, mempertemukan dua hati yang ditakdirkan bersama. Ironisnya, di tengah usahanya menyatukan orang lain, Anya sendiri merasa kesepian.
Malam ini, ia sedang menguji fitur baru SoulSync: "Fragmented Heart". Fitur ini menganalisis data pengguna, mencari tahu trauma masa lalu dan harapan terpendam mereka, lalu mencocokkannya dengan pengguna lain yang memiliki pola serupa. Tujuannya? Mempercepat proses membangun koneksi emosional, melompati basa-basi dangkal yang seringkali menghambat cinta sejati.
"Agak menakutkan juga," gumam Anya, menatap deretan kode yang terus bergulir. "Membedah hati seseorang menjadi pecahan-pecahan kecil, lalu mencocokkannya seperti puzzle."
Tiba-tiba, notifikasi muncul di layar. "Kandidat Potensial Ditemukan: ID Pengguna 7492 – Raka."
Anya tertegun. Raka? Ia mengenal Raka. Mereka adalah teman satu tim di perusahaan teknologi tempat Anya bekerja. Raka adalah sosok yang pendiam, misterius, tapi selalu hadir saat Anya membutuhkan bantuan. Anya selalu merasa ada sesuatu yang lebih di antara mereka, tapi keduanya terlalu takut untuk mengungkapkannya.
Dengan ragu, Anya membuka profil Raka di SoulSync. Algoritma telah membedah Raka menjadi serangkaian data yang kompleks. Tertulis di sana: "Kehilangan orang tua di usia muda, kesulitan mengekspresikan emosi, mencari seseorang yang bisa memahami kesunyiannya." Hati Anya mencelos. Ia merasa seperti melihat Raka telanjang, tanpa pertahanan.
Tanpa sadar, Anya mengklik tombol "Mulai Obrolan". Sebuah jendela percakapan muncul. Jari-jemarinya gemetar saat mengetik pesan pertama.
"Hai, Raka. Ini Anya."
Beberapa saat berlalu tanpa jawaban. Anya mulai cemas. Apakah ia sudah bertindak terlalu jauh? Apakah Raka akan marah karena ia telah mengintip ke dalam hatinya?
Akhirnya, sebuah pesan muncul. "Anya? Apa yang kamu lakukan di SoulSync?"
"Aku… aku sedang menguji fitur baru," balas Anya, berusaha terdengar tenang. "Fragmented Heart. Algoritma menemukan kita cocok."
"Cocok?" tanya Raka, terdengar bingung. "Maksudmu, secara algoritmik?"
Anya menghela napas. Ia tahu ini akan sulit dijelaskan. "Ya, tapi lebih dari itu. Algoritma menemukan bahwa kita memiliki luka yang serupa, harapan yang sama. Bahwa kita bisa saling memahami."
Raka terdiam lagi. Anya bisa merasakan keraguannya di balik layar.
"Aku tidak yakin tentang ini, Anya," balas Raka akhirnya. "Rasanya seperti… terlalu dipaksakan. Terlalu digital."
Anya merasa tertohok. Ia tahu Raka benar. Cinta seharusnya tidak diatur oleh algoritma. Tapi ia juga merasa putus asa. Ia telah mencoba berbagai cara untuk terhubung dengan Raka, dan tidak ada yang berhasil.
"Aku tahu ini aneh," balas Anya. "Tapi aku… aku hanya ingin mengenalmu lebih baik, Raka. Aku selalu merasa ada sesuatu di antara kita, tapi aku terlalu takut untuk mengungkapkannya."
Kali ini, jawaban Raka datang lebih cepat. "Aku juga merasakannya, Anya. Tapi aku takut. Aku takut terluka lagi."
Anya tersenyum. Ia tahu Raka sedang membuka diri. "Aku juga takut, Raka. Tapi aku bersedia mengambil risiko."
Percakapan mereka berlanjut hingga larut malam. Mereka berbicara tentang masa lalu, tentang mimpi-mimpi mereka, tentang ketakutan mereka. Anya belajar banyak hal baru tentang Raka, hal-hal yang tidak pernah ia ketahui selama ini. Ia menyadari bahwa algoritma hanya membantunya membuka pintu, tetapi yang terpenting adalah keberanian mereka berdua untuk melangkah masuk.
Beberapa hari kemudian, Anya dan Raka bertemu di kedai kopi dekat kantor. Tidak ada lagi kecanggungan di antara mereka. Mereka saling menatap, dan Anya bisa melihat kelembutan di mata Raka.
"Terima kasih, Anya," kata Raka, memecah keheningan. "Terima kasih telah membantuku melihat diriku sendiri."
"Terima kasih juga, Raka," balas Anya. "Terima kasih telah bersedia membuka hatimu."
Mereka berpegangan tangan. Sentuhan mereka terasa hangat dan nyata, jauh berbeda dari koneksi digital yang mereka bangun sebelumnya.
Anya menyadari bahwa algoritma bisa menjadi alat yang berguna, tetapi cinta sejati tidak bisa dihitung atau diprediksi. Cinta membutuhkan keberanian, kerentanan, dan kemauan untuk saling menerima apa adanya.
SoulSync mungkin bisa menemukan resonansi jiwa, tetapi hanyalah manusia yang bisa mengisi resonansi itu dengan makna.
Anya masih mengembangkan SoulSync, tetapi ia mengubah pendekatannya. Ia tidak lagi berusaha memecah hati manusia menjadi algoritma yang sempurna. Ia lebih fokus pada membantu orang membangun kepercayaan diri, mengatasi ketakutan, dan membuka diri terhadap kemungkinan cinta.
Karena pada akhirnya, cinta adalah tentang keberanian untuk melompat, bahkan jika tidak ada jaring pengaman. Cinta adalah tentang merangkul fragmentasi, dan menemukan keutuhan dalam diri orang lain. Dan Anya, akhirnya, telah menemukan cintanya, bukan karena algoritma, tetapi karena hatinya yang berani merindu.