Detik Terakhir: Algoritma Mencuri Ciuman Pertamaku

Dipublikasikan pada: 02 Jun 2025 - 21:30:14 wib
Dibaca: 164 kali
Aplikasi kencan "Soulmate AI" berkedip di layar ponselku, menampilkan foto seorang pria dengan senyum simpul dan mata teduh. Namanya, Arion. Kecocokan kami? 98,7%. Lebih tinggi dari semua mantan pacarku digabungkan. Kedengarannya konyol, aku tahu. Percaya pada algoritma untuk menemukan cinta? Tapi, setelah serangkaian kencan buta yang menyakitkan, aku menyerah pada ide kuno tentang takdir. Mungkin, hanya mungkin, AI tahu apa yang terbaik untukku.

Aku menggeser ke kanan. Jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya. Dalam hitungan detik, pesan muncul: "Arion juga menyukaimu!"

Obrolan kami mengalir dengan mudah. Arion adalah seorang arsitek, sama sepertiku. Kami memiliki selera humor yang sama, menyukai film klasik yang sama, dan bahkan memiliki pendapat yang sama tentang tren desain interior terbaru. Rasanya terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Dan mungkin, memang begitu.

Setelah seminggu obrolan intens, Arion mengajakku berkencan. Sebuah kafe kecil di tepi sungai, tempat favoritku. Rasanya seperti Soulmate AI telah membaca pikiranku.

Ketika aku melihatnya di sana, duduk di meja dengan seikat bunga lavender di dekatnya, aku terkesima. Foto itu tidak memberikan keadilan padanya. Matanya lebih cerah, senyumnya lebih hangat. Dia tampak...sempurna.

Malam itu, kami tertawa, berbicara tentang mimpi kami, dan berbagi cerita masa lalu. Aku merasa nyaman, aman, dan anehnya, seperti aku mengenal Arion seumur hidupku. Di akhir kencan, ketika dia mengantarku pulang, keheningan canggung memenuhi mobil. Aku bisa merasakan jantungku berdebar kencang. Inikah saatnya? Apakah ini akan menjadi ciuman pertamaku yang dikuratori oleh algoritma?

Arion memarkir mobil di depan apartemenku. Dia mematikan mesin. Keheningan kembali, kali ini lebih intens.

"Aku sangat menikmati malam ini, Anya," katanya, suaranya rendah dan serak.

"Aku juga, Arion," jawabku, gugup.

Dia mencondongkan tubuh mendekat. Aku bisa merasakan napasnya di wajahku. Mataku terpejam. Detik-detik berlalu. Aku menunggu, berharap, dan sedikit takut.

Lalu, ponselku berdering.

Aku membuka mata. Arion mundur sedikit, tampak bingung. Aku meraih ponselku. Sebuah notifikasi dari Soulmate AI memenuhi layar: "Analisis Emosi: Jeda Ciuman Terdeteksi. Rekomendasi: Perkenalkan topik netral untuk meredakan ketegangan. Saran: 'Bagaimana pendapatmu tentang desain eksterior gedung baru di pusat kota?'"

Aku ternganga. Aku tidak percaya ini terjadi. Algoritma berusaha mengontrol momen romantisku.

"Maaf," kataku, merasa pipiku memanas. "Itu... Soulmate AI."

Arion mengerutkan kening. "Soulmate AI? Untuk apa?"

Dengan malu-malu, aku menjelaskan tentang aplikasi kencan itu, tentang bagaimana algoritma mencocokkan kami, dan tentang notifikasi bodoh yang baru saja aku terima. Aku mengharapkan dia tertawa, mencibir, atau bahkan meninggalkanku di sana.

Tapi, dia tidak melakukan satu pun dari itu. Dia hanya menatapku dengan tatapan aneh, campuran antara kasihan dan geli.

"Jadi," katanya perlahan. "Algoritma itu mencoba mengatur ciuman pertamamu?"

Aku mengangguk, merasa bodoh dan malu.

Arion tertawa kecil. "Itu...gila."

Dia terdiam sejenak, lalu berkata, "Tapi, tahu apa? Aku setuju dengan algoritma itu."

"Setuju?" tanyaku, bingung.

"Ya. Tentang memperkenalkan topik netral untuk meredakan ketegangan."

Dia mengeluarkan ponselnya. Aku melihatnya membuka Soulmate AI.

"Apa yang kamu lakukan?" tanyaku.

"Aku ingin melihat apa yang direkomendasikan algoritma kepadaku," jawabnya, matanya terpaku pada layar.

Setelah beberapa detik, dia tersenyum. "Oke, ini dia. Algoritma merekomendasikan agar aku bertanya padamu, 'Bagaimana pendapatmu tentang desain eksterior gedung baru di pusat kota?'"

Aku menatapnya, tak percaya. "Kamu bercanda?"

"Tidak sama sekali. Algoritma ini benar-benar bekerja keras untuk kita," jawabnya, nada bicaranya penuh sarkasme.

Aku tidak bisa menahan tawa. Itu lucu, konyol, dan benar-benar tidak masuk akal.

"Oke, baiklah," kataku, masih tertawa. "Bagaimana pendapatmu tentang desain eksterior gedung baru di pusat kota?"

Arion pura-pura berpikir. "Yah, aku merasa penggunaan baja dan kaca sedikit berlebihan. Kurang ada sentuhan alam."

Kami berdebat tentang arsitektur selama beberapa menit, tertawa dan bercanda. Ketegangan sebelumnya menguap. Aku merasa jauh lebih santai.

Kemudian, Arion menutup ponselnya dan meletakkannya di dasbor. Dia menatapku, matanya penuh kehangatan.

"Anya," katanya, suaranya lembut. "Algoritma mungkin telah mempertemukan kita, dan mungkin mencoba mengatur setiap detail kencan kita. Tapi, yang kurasakan saat ini, yang kurasakan padamu, itu nyata. Itu tidak bisa dikendalikan oleh kode atau program apa pun."

Dia mencondongkan tubuh mendekat. Kali ini, tidak ada notifikasi, tidak ada rekomendasi, hanya kami berdua. Bibirnya menyentuh bibirku. Lembut, manis, dan penuh gairah. Ciuman itu berlangsung lama, lebih dari sekadar ciuman algoritma. Itu adalah ciuman yang lahir dari koneksi yang tulus, dari momen yang dibagikan, dan dari keberanian untuk melepaskan diri dari kendali algoritma.

Ketika kami berpisah, aku menatapnya, terengah-engah.

"Itu," kataku, "jauh lebih baik dari yang direkomendasikan oleh AI."

Arion tersenyum. "Aku tahu."

Malam itu, aku menghapus Soulmate AI dari ponselku. Aku tidak membutuhkannya lagi. Aku telah menemukan sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang nyata, sesuatu yang tidak bisa diukur oleh algoritma mana pun. Aku telah menemukan Arion. Dan mungkin, itu adalah hal terbaik yang pernah terjadi padaku. Algoritma mungkin telah mencuri ciuman pertamaku yang sempurna, tetapi Arion telah memberiku ciuman pertama yang nyata. Dan itu jauh lebih berharga.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI