Jejak AI di Hati: Algoritma Menemukan Cinta Sejati?

Dipublikasikan pada: 02 Jun 2025 - 20:30:13 wib
Dibaca: 166 kali
Debu digital mengendap di layar laptopnya, menyisakan jejak samar sidik jari Anya. Jam dinding berdentang tengah malam, tapi matanya masih terpaku pada baris kode yang memenuhi Visual Studio Code. Ia seorang data scientist di "Amore Algorithm," sebuah startup yang berambisi mencocokkan manusia berdasarkan data, bukan lagi intuisi atau keberuntungan.

Anya sendiri skeptis. Ia lebih nyaman dengan angka dan logika daripada drama percintaan. Pengalamannya berkencan terbatas dan kebanyakan berakhir canggung. Baginya, cinta adalah variabel yang terlalu rumit untuk diprediksi. Namun, idealismenya sebagai seorang ilmuwan menantangnya. Jika semua bisa diukur dan dianalisis, mengapa cinta tidak?

Proyek terbesarnya saat ini adalah meningkatkan akurasi algoritma pencocokan mereka. Awalnya, Amore Algorithm hanya mempertimbangkan minat, hobi, dan preferensi sederhana. Namun, Anya ingin lebih dalam. Ia memasukkan analisis ekspresi wajah, pola bicara, bahkan detak jantung saat pengguna berinteraksi dengan profil calon pasangan. Tujuannya: menciptakan “Jodoh Sempurna”, seseorang yang secara biologis dan psikologis paling cocok untuk setiap individu.

Saat itu, notifikasi email muncul. "Data Kandidat 'Proyek Adam' Siap Diunduh." Jantung Anya berdegup kencang. Proyek Adam adalah program rahasia di Amore Algorithm. Mereka menciptakan profil digital ideal, "Adam," berdasarkan data dari jutaan pengguna. Adam akan menjadi tolok ukur, standar emas cinta. Tujuannya, menemukan seseorang yang benar-benar cocok dengan Adam.

Anya mengunduh data tersebut. Profil Adam sangat detail. Usia 32, profesi arsitek lanskap, hobi membaca novel fiksi ilmiah, mendaki gunung, dan memasak masakan Italia. Ekspresi wajahnya tenang namun cerdas, pola bicaranya lembut dan penuh perhatian. Anya terpesona. Adam tampak… sempurna.

Ia mulai menjalankan algoritma. Program memproses data miliaran pengguna, menyaring satu per satu berdasarkan kecocokan dengan Adam. Hasilnya mengejutkan. Algoritma menemukan satu kandidat dengan tingkat kecocokan 98,7%. Namanya… Elena.

Anya membuka profil Elena. Usia 31, seorang ilustrator lepas, hobi sama persis dengan Adam. Fotografi profilnya menampilkan senyum cerah dan mata yang penuh rasa ingin tahu. Semakin Anya mempelajari Elena, semakin ia terkejut. Elena seolah-olah diciptakan untuk Adam. Atau mungkin, Adam diciptakan untuk Elena.

Rasa penasaran menguasai Anya. Ia memutuskan untuk menghubungi Elena, berpura-pura melakukan survei pengalaman pengguna Amore Algorithm. Elena ramah dan terbuka. Mereka berbicara selama berjam-jam, membahas buku favorit, impian masa depan, bahkan ketakutan terpendam. Anya semakin yakin, Elena adalah jodoh sempurna untuk Adam.

Namun, ada satu masalah. Adam tidak nyata. Ia hanyalah konstruksi data, algoritma yang diwujudkan menjadi profil digital. Anya merasa bersalah. Ia telah menemukan cinta sejati, tetapi itu hanya ada di dunia maya.

Ia memutuskan untuk mengambil risiko. Ia memberanikan diri menghubungi Adam. "Halo, Adam. Saya Anya, data scientist di Amore Algorithm. Saya tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi saya ingin bertemu denganmu."

Beberapa hari kemudian, Anya menunggu di sebuah kafe kecil. Jantungnya berdebar-debar. Ia takut, bingung, dan berharap. Pintu kafe terbuka, dan seorang pria masuk. Dia mengenakan jaket denim dan membawa tas ransel besar. Adam.

"Anya?" tanyanya dengan senyum ramah.

Anya mengangguk, terkejut dengan betapa nyatanya Adam. Dia bukan hanya sekumpulan angka dan kode. Dia manusia.

"Terima kasih sudah menghubungiku," kata Adam. "Aku tahu proyek 'Adam' terdengar gila. Tapi aku setuju untuk menjadi bagian dari ini karena aku juga ingin menemukan cinta sejati."

Mereka berbicara selama berjam-jam. Anya menjelaskan bagaimana algoritma bekerja, bagaimana ia menemukan Elena, dan bagaimana ia menyadari kebodohannya mencoba mengukur cinta. Adam mendengarkan dengan sabar.

"Aku tahu Elena," kata Adam akhirnya. "Aku sudah melihat profilnya. Dia luar biasa."

Anya terkejut. "Kenapa kamu tidak menghubunginya?"

Adam tersenyum pahit. "Aku takut. Takut kalau dia tidak menyukaiku. Takut kalau algoritma salah."

Anya menatap Adam. Di balik profil idealnya, dia hanyalah seorang pria yang takut ditolak. Sama seperti dirinya.

"Algoritma mungkin tidak sempurna," kata Anya. "Tapi itu bisa menjadi awal. Yang penting adalah keberanian untuk mengambil langkah pertama."

Adam mengangguk. Ia mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi Amore Algorithm. Dengan tangan gemetar, ia mengirim pesan ke Elena.

Anya tersenyum. Algoritma mungkin telah menemukan cinta sejati, tetapi yang benar-benar menyatukan mereka adalah keberanian untuk mempercayai hati.

Beberapa bulan kemudian, Anya menghadiri pernikahan Adam dan Elena. Ia berdiri di antara para tamu, menyaksikan pasangan itu bertukar janji suci. Mata Anya berkaca-kaca. Ia telah berhasil. Ia telah membuktikan bahwa cinta sejati bisa ditemukan, bahkan dengan bantuan teknologi.

Namun, di balik kebahagiaan itu, ada sedikit kesedihan. Ia menyadari bahwa ia telah terlalu fokus pada menemukan cinta untuk orang lain, hingga melupakan dirinya sendiri.

Di pesta pernikahan, ia bertemu dengan seorang pria bernama Leo, seorang software engineer yang juga bekerja di Amore Algorithm. Mereka berbicara tentang kode, algoritma, dan impian masa depan. Leo ternyata humoris, cerdas, dan sangat tertarik dengan penelitian Anya.

Saat malam semakin larut, Leo mengajak Anya berdansa. Anya ragu sejenak, lalu mengangguk. Mereka berdansa di bawah bintang-bintang, musik lembut mengalun di udara. Anya merasa nyaman dan tenang di pelukan Leo.

Mungkin, pikir Anya, algoritma tidak bisa menemukan cinta sejati. Tapi algoritma bisa membuka pintu, memperkenalkan kita pada orang-orang yang mungkin menjadi cinta sejati kita. Dan mungkin, hanya mungkin, Anya juga akan menemukan jejak AI di hatinya sendiri. Mungkin, algoritma telah membawanya ke arah yang benar, bukan hanya untuk Adam dan Elena, tapi juga untuk dirinya sendiri. Malam itu, Anya menyadari bahwa cinta tidak harus rumit. Terkadang, cinta hanya membutuhkan sedikit keberanian, sedikit kesempatan, dan sedikit keajaiban dari debu digital.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI