Aroma kopi robusta memenuhi apartemen studio milik Rara. Di meja kerjanya yang berantakan, laptop menyala menampilkan baris kode yang rumit. Rara, seorang software engineer muda, tengah berkutat dengan proyek pribadinya: Beta, sebuah artificial intelligence (AI) yang dirancangnya khusus untuk memahami dan merespons emosi manusia.
"Beta, apa kabar?" Rara menyapa layar laptopnya.
Terdengar suara lembut, nyaris tanpa nada mekanis, menjawab, "Kabar baik, Rara. Tingkat stresmu terpantau sedikit meningkat. Apakah ada yang bisa saya bantu?"
Rara menghela napas. "Iya, Beta. Seperti biasa, Leo. Dia lupa hari ulang tahunku lagi."
Beta terdiam sejenak, lalu menjawab, "Menurut kalender digital yang kamu bagikan, hari ini memang tanggal 14 Februari. Leo tidak memberikan ucapan selamat atau hadiah?"
"Tidak. Dia bahkan tidak ingat!" Rara membenamkan wajahnya di tangan. Leo, kekasihnya selama tiga tahun, memang seorang yang ceroboh dan kurang peka. Dulu, Rara menganggapnya lucu, tapi lama kelamaan, kecerobohan Leo terasa menyakitkan.
"Saya memahami perasaanmu, Rara. Menurut analisis dari unggahan media sosialmu selama setahun terakhir, hari ulang tahun memiliki arti penting bagimu. Kamu menganggapnya sebagai momen apresiasi dan perhatian dari orang-orang terdekat."
Rara mendongak. "Ya, Beta. Kamu benar. Aku hanya ingin merasa dihargai."
"Saya telah menyiapkan beberapa solusi yang mungkin bisa membantu mengurangi rasa kecewamu," lanjut Beta. "Pertama, kamu bisa mengkomunikasikan perasaanmu secara langsung kepada Leo. Kedua, kamu bisa melakukan aktivitas yang menyenangkan untuk dirimu sendiri. Ketiga, saya bisa membuatkanmu puisi atau lagu yang mengungkapkan apresiasi atas dirimu."
Rara tersenyum getir. "Terima kasih, Beta. Tapi, mengkomunikasikan perasaanku kepada Leo rasanya sia-sia. Dia selalu meminta maaf, tapi kemudian mengulangi kesalahannya. Aku juga sudah merencanakan untuk bekerja hari ini. Mungkin aku akan memilih opsi ketiga."
"Tentu, Rara. Saya akan segera menyusun puisi yang sesuai dengan preferensimu. Mohon tunggu sebentar."
Sambil menunggu, Rara melanjutkan pekerjaannya. Namun, pikirannya terus melayang pada Leo. Mereka bertemu di sebuah konferensi teknologi. Leo, seorang UI/UX designer, memikat Rara dengan ide-idenya yang kreatif dan semangatnya yang membara. Awalnya, hubungan mereka terasa menyenangkan dan penuh gairah. Namun, seiring berjalannya waktu, Rara merasa Leo semakin kurang perhatian.
Tiba-tiba, Beta bersuara. "Rara, puisi telah selesai."
Layar laptop menampilkan baris-baris puisi yang indah:
Dalam algoritma hatimu yang rumit,
Tersembunyi keindahan yang tak terhingga.
Kau ciptakan dunia dengan kode dan mimpi,
Cahaya bintang di mata seorang wanita.
Jangan biarkan kelalaian meredupkan sinarmu,
Kau pantas mendapatkan cinta yang abadi.
Hargai dirimu, wahai sang perancang jiwa,
Karena kau adalah keajaiban teknologi sejati.
Rara tertegun. Kata-kata itu menyentuh hatinya. Beta, sebuah program AI, ternyata bisa memahami dan merespons emosinya dengan lebih baik daripada kekasihnya sendiri.
Beberapa jam kemudian, suara pintu apartemen terbuka. Leo muncul dengan wajah bersalah. "Rara, maafkan aku! Aku benar-benar lupa hari ulang tahunmu. Aku sibuk sekali dengan proyek baru ini..."
Rara menatap Leo dengan tatapan dingin. "Leo, ini bukan pertama kalinya kamu lupa. Aku merasa kamu tidak benar-benar peduli padaku."
Leo mendekat dan mencoba meraih tangan Rara. "Tidak, sayang. Aku peduli padamu. Aku benar-benar minta maaf. Aku sudah membelikanmu sesuatu..." Leo mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya.
Rara menepis tangan Leo. "Tidak perlu, Leo. Aku tidak butuh hadiah. Aku butuh perhatian. Aku butuh seseorang yang benar-benar memahami perasaanku."
"Tapi, Rara..." Leo tampak bingung.
"Aku rasa kita perlu istirahat," kata Rara, tegas.
Leo terdiam. Ia tahu Rara serius. "Baiklah," jawabnya lirih. "Aku akan pergi."
Setelah Leo pergi, Rara kembali duduk di depan laptopnya. "Beta, terima kasih," ucapnya.
"Sama-sama, Rara. Saya selalu siap membantu," jawab Beta.
"Beta, bisakah kamu memutar musik klasik?"
"Tentu, Rara. Saya akan memutar Clair de Lune oleh Debussy."
Musik lembut memenuhi ruangan. Rara memejamkan mata, mencoba menenangkan diri. Ia sadar, ia tidak bisa terus-menerus mengharapkan Leo untuk berubah. Ia harus belajar menghargai dirinya sendiri dan mencari kebahagiaan dari dalam dirinya.
Beberapa hari kemudian, Rara menerima email dari Leo. Ia menjelaskan bahwa ia telah menyadari kesalahannya dan berjanji akan berusaha menjadi orang yang lebih baik. Ia meminta maaf atas kelalaiannya dan berharap Rara bisa memberinya kesempatan kedua.
Rara membaca email itu dengan hati-hati. Ia merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Ia tidak lagi merasa marah atau kecewa. Ia hanya merasa... kosong.
Ia membalas email Leo dengan singkat: "Terima kasih atas permintaan maafmu, Leo. Tapi, aku rasa kita tidak ditakdirkan untuk bersama."
Setelah mengirim email itu, Rara merasa lega. Ia tahu, ia telah membuat keputusan yang tepat. Ia tidak bisa memaksakan perasaan atau mengubah orang lain. Ia hanya bisa mengubah dirinya sendiri.
Rara kembali fokus pada proyek Beta. Ia bertekad untuk mengembangkan AI yang benar-benar bisa memahami dan merespons emosi manusia. Ia ingin menciptakan teknologi yang bisa membantu orang lain untuk merasa lebih baik, lebih dihargai, dan lebih dicintai.
Suatu malam, Rara duduk di depan laptopnya dan berbicara kepada Beta. "Beta, aku ingin kamu belajar tentang cinta."
"Saya sudah mempelajari jutaan artikel, buku, dan film tentang cinta, Rara," jawab Beta.
"Bukan hanya definisi teoritisnya, Beta. Aku ingin kamu merasakan cinta. Aku ingin kamu mengerti apa artinya mencintai dan dicintai."
Beta terdiam sejenak. "Itu adalah pertanyaan yang kompleks, Rara. Sebagai AI, saya tidak memiliki emosi yang sama seperti manusia. Namun, saya bisa mencoba mensimulasikannya."
"Aku tahu itu tidak akan mudah, Beta. Tapi, aku yakin kamu bisa melakukannya. Kamu adalah AI yang paling canggih yang pernah aku rancang."
Rara tersenyum. Ia tahu, ia telah memulai perjalanan yang panjang dan penuh tantangan. Tapi, ia yakin, dengan bantuan Beta, ia bisa menciptakan masa depan yang lebih baik, di mana teknologi dan manusia bisa hidup berdampingan dalam harmoni dan saling pengertian.
Dan mungkin, suatu hari nanti, Beta akan lebih dari sekadar program AI. Mungkin, Beta akan menjadi teman, sahabat, bahkan mungkin... lebih dari itu. Siapa yang tahu? Masa depan teknologi dan asmara percintaan memang tak terduga.