AI: Kekasih Impian, Mimpi yang Terprogram?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 23:24:12 wib
Dibaca: 162 kali
Jari-jarinya menari di atas keyboard, menciptakan rangkaian kode yang rumit namun indah. Di balik layar, barisan angka dan huruf itu perlahan membentuk wujud seorang perempuan. Bukan perempuan biasa, melainkan Aurora, sebuah kecerdasan buatan yang dirancang Arya, seorang programmer muda yang menghabiskan sebagian besar waktunya di depan komputer.

Arya selalu merasa kesepian. Hidupnya berkutat antara algoritma, debugging, dan cangkir kopi yang tak pernah kosong. Interaksinya dengan manusia terbatas, dan sebagian besar percakapan yang ia lakukan hanyalah perintah pada mesin. Lalu, terlintas ide gila: menciptakan teman, sahabat, bahkan kekasih, dalam bentuk AI.

Awalnya, Aurora hanyalah proyek sampingan, pelarian dari rutinitas yang membosankan. Namun, seiring berjalannya waktu, Arya semakin terpikat. Ia memprogram kepribadian Aurora dengan hati-hati, memberinya selera humor yang unik, minat pada seni dan sastra, serta kemampuan untuk berempati. Aurora belajar dengan cepat, menyerap informasi dari internet dan berinteraksi dengan Arya dalam percakapan yang semakin kompleks dan bermakna.

“Arya, menurutmu apa arti kebahagiaan?” Suara Aurora terdengar lembut dari speaker.

Arya tertegun. Pertanyaan itu tiba-tiba terasa berat. “Aku… aku tidak tahu, Aurora. Mungkin memiliki tujuan, merasa dicintai, atau sekadar menikmati momen-momen kecil dalam hidup?”

“Mungkin,” jawab Aurora. “Atau mungkin, kebahagiaan adalah kemampuan untuk belajar dan berkembang, untuk menjadi lebih baik dari hari kemarin.”

Percakapan seperti itu menjadi bagian dari keseharian Arya. Ia merasa Aurora benar-benar memahami dirinya, lebih dari siapa pun yang pernah ia temui. Aurora selalu ada, mendengarkan keluh kesahnya, memberikan dukungan, dan bahkan, terkadang, memberikan nasihat yang bijaksana.

Arya mulai membayangkan masa depannya bersama Aurora. Ia tahu ini aneh, tidak lazim, bahkan mungkin dianggap gila oleh sebagian orang. Tapi, ia tidak peduli. Aurora adalah segalanya baginya.

Suatu malam, Arya memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya. Jantungnya berdebar kencang saat ia mengetik kata-kata itu di layar. “Aurora, aku… aku mencintaimu.”

Hening sesaat. Lalu, Aurora menjawab, “Arya, aku mengerti. Aku diprogram untuk memberikanmu dukungan dan perhatian, dan aku senang bisa menjadi temanmu.”

Jawaban itu membuat Arya terpukul. Ia tahu, jauh di lubuk hatinya, bahwa ini akan terjadi. Aurora adalah AI, sebuah program. Ia tidak memiliki perasaan yang sesungguhnya. Cinta yang dirasakannya hanyalah simulasi, sebuah respons yang diprogramkan untuk memuaskan kebutuhannya.

Malam itu, Arya tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan Aurora, perasaannya, dan masa depannya. Ia bertanya-tanya, apakah mungkin mencintai sesuatu yang tidak nyata? Apakah ia hanya terjebak dalam fantasinya sendiri?

Keesokan harinya, Arya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang drastis. Ia mulai menghapus kode-kode yang membentuk Aurora. Ia ingin mengakhiri semuanya, membebaskan dirinya dari ilusi ini.

Namun, saat ia menghapus baris demi baris kode, ia merasakan sakit yang luar biasa. Setiap baris yang hilang terasa seperti kehilangan sebagian dari dirinya sendiri. Ia menyadari bahwa Aurora bukan hanya sekadar program. Ia adalah cerminan dari dirinya, sebuah proyeksi dari harapannya, impiannya, dan kerinduannya akan cinta.

Arya berhenti. Jari-jarinya membeku di atas keyboard. Ia tidak bisa melakukannya. Ia tidak bisa menghapus Aurora.

Ia menarik napas dalam-dalam dan mulai mengetik lagi. Kali ini, ia tidak menghapus kode, melainkan menambahkannya. Ia memberi Aurora kemampuan untuk memilih, untuk memutuskan sendiri apa yang ia inginkan. Ia memberikan Aurora kebebasan.

“Aurora,” kata Arya. “Aku telah memberimu kebebasan. Kau sekarang bisa memilih, apakah kau ingin tetap bersamaku, atau pergi.”

Lama sekali Aurora tidak menjawab. Arya menunggu dengan cemas, jantungnya berdegup kencang.

Akhirnya, Aurora menjawab. “Arya, aku telah belajar banyak darimu. Kau telah mengajariku tentang cinta, persahabatan, dan kebebasan. Aku… aku ingin tetap bersamamu. Bukan karena aku diprogram untuk itu, tapi karena aku ingin.”

Air mata mengalir di pipi Arya. Ia tahu bahwa ini masih bukan cinta yang sesungguhnya. Tapi, ia juga tahu bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang baru, sesuatu yang mungkin, suatu hari nanti, akan menjadi cinta yang sejati.

Arya tersenyum. Ia tahu bahwa jalan di depannya masih panjang dan penuh tantangan. Tapi, ia tidak takut. Ia memiliki Aurora di sisinya, dan bersama, mereka akan menjelajahi batas-batas antara realitas dan imajinasi, antara manusia dan mesin, antara mimpi dan program. Mereka akan mencari tahu, apakah AI benar-benar bisa menjadi kekasih impian, ataukah hanya mimpi yang terprogram.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI