Retas Hati: Algoritma Cinta Tak Terduga

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 17:40:41 wib
Dibaca: 167 kali
Debu neon berpendar di layar monitor, menari-nari bersama kode-kode program yang bergulir. Jari-jari Arya lincah menari di atas keyboard, menciptakan algoritma kompleks. Bukan algoritma pencarian data, bukan pula algoritma keamanan siber. Ini algoritma cinta. Setidaknya, itulah yang ia klaim.

Arya, seorang programmer jenius dengan tampilan urakan khas anak IT, tidak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, apalagi takdir. Baginya, semua emosi bisa diukur, diprediksi, dan tentu saja, dimanipulasi dengan data. Jadi, ia menciptakan aplikasi kencan yang tidak berdasarkan pada foto profil atau bio klise, melainkan pada analisis data kepribadian mendalam, pola komunikasi, hingga preferensi musik. Tujuannya sederhana: menemukan pasangan yang paling kompatibel secara algoritma.

Aplikasi itu diberi nama "Synapse". Ironisnya, Arya sendiri belum pernah menggunakannya. Terlalu sibuk mengembangkan dan menyempurnakan kode, ia lupa bahwa cinta tidak bisa ditemukan hanya dengan baris perintah.

Suatu sore, sebuah notifikasi aneh muncul di dashboard pengembangannya. Bukan laporan bug, bukan pula saran peningkatan fitur. Ini adalah pesan pribadi, dari seorang pengguna bernama "Luna_Dreamer".

"Hai, Arya. Aku tahu kamu programmer di balik Synapse. Aku ingin bilang, algoritmamu keren, tapi… agak menyeramkan."

Arya mengerutkan kening. Menyeramkan? Dia merasa bangga dengan akurasi algoritmanya. Balasan ketusnya meluncur cepat. "Menyeramkan karena terlalu akurat?"

Luna_Dreamer membalas hampir seketika. "Bukan begitu. Akurat sih iya. Tapi, apa gunanya menemukan kecocokan sempurna kalau tidak ada kejutan? Cinta itu kan bukan cuma tentang persamaan, tapi juga tentang menerima perbedaan."

Arya terdiam. Kata-kata Luna menusuk egonya. Selama ini, ia terlalu fokus pada kesamaan, melupakan bahwa dinamika cinta justru lahir dari perbedaan yang saling melengkapi.

Perdebatan mereka berlanjut selama berhari-hari. Arya membela logika algoritmanya, Luna dengan gigih menyuarakan pentingnya intuisi dan spontanitas. Anehnya, di tengah perdebatan itu, Arya mulai merasa tertarik pada Luna. Bukan karena datanya, bukan karena kecocokan algoritmiknya, melainkan karena kecerdasannya, idealismenya, dan caranya menantang pandangannya.

Ia mencoba mencari data Luna di databasenya. Informasi yang ia dapat sangat minim. Luna tidak mengisi profilnya dengan lengkap. Seolah, ia sengaja menyembunyikan diri, menantang algoritma ciptaannya.

Suatu malam, Arya memberanikan diri bertanya, "Siapa kamu sebenarnya, Luna_Dreamer?"

Balasan Luna membuatnya terkejut. "Aku? Aku hanyalah seorang pengagum senja, penyuka kopi pahit, dan… seseorang yang berharap algoritmamu bisa sedikit lebih fleksibel."

Arya tertawa kecil. Untuk pertama kalinya, ia merasa bodoh dengan algoritma ciptaannya. Ia tidak bisa mengukur apa yang ia rasakan pada Luna. Perasaan itu murni, tanpa rekayasa, tanpa kalkulasi.

"Mungkin… mungkin algoritmaku memang perlu sedikit 'retas'," balas Arya, mencoba bercanda.

"Retas? Kedengarannya menarik," balas Luna. "Tapi, aku punya ide yang lebih baik. Kenapa kita tidak bertemu dan 'meretas' hati kita secara langsung?"

Jantung Arya berdegup kencang. Ini di luar kendali algoritma. Ini murni keberanian yang baru tumbuh. "Di mana?"

"Di kedai kopi Senja Kala, besok sore. Aku akan memakai syal biru," jawab Luna.

Keesokan harinya, Arya tiba di kedai kopi dengan perasaan gugup yang luar biasa. Ia belum pernah merasakan ini sebelumnya. Semua logika dan datanya seolah menguap, digantikan oleh harapan yang membuncah.

Ia melihat sekeliling. Banyak orang di sana, menikmati sore dengan obrolan hangat dan aroma kopi yang menenangkan. Lalu, matanya tertuju pada seorang wanita di sudut ruangan. Wanita itu mengenakan syal biru, sedang membaca buku dengan tatapan teduh.

Arya mendekat. Semakin dekat, semakin ia merasakan jantungnya berpacu. Ketika ia berdiri tepat di depannya, wanita itu mendongak dan tersenyum.

"Arya?" sapanya lembut.

Arya mengangguk, terpaku. Wanita di hadapannya jauh lebih cantik dari yang ia bayangkan. Aura hangat terpancar dari matanya, membuat Arya merasa nyaman dan… bodoh.

"Aku Luna," katanya, mengulurkan tangan.

Arya menjabat tangannya. Sentuhan itu terasa anehnya familiar. "Aku… aku tidak tahu harus berkata apa."

Luna tertawa kecil. "Tidak perlu berkata apa-apa. Duduklah. Aku pesan kopi pahit untukmu."

Mereka duduk berhadapan. Obrolan mengalir begitu saja, tanpa canggung. Arya menceritakan tentang Synapse, tentang algoritmanya, tentang kebimbangannya. Luna mendengarkan dengan sabar, sesekali memberikan komentar yang cerdas dan menohok.

Semakin lama, Arya semakin sadar. Luna tidak hanya sekadar pengguna aplikasinya. Dia lebih dari itu. Dia adalah seorang wanita yang memahami dirinya, yang menantang pandangannya, yang… mungkin, bisa membuatnya jatuh cinta.

Di tengah obrolan, Arya menyadari sesuatu. Luna mengenakan sebuah gelang di tangannya. Gelang itu terbuat dari rangkaian kode-kode program yang dirangkai menjadi sebuah desain yang indah. Arya mengenal kode-kode itu. Itu adalah kode dasar dari Synapse.

"Gelang itu…?" tanya Arya, menunjuk gelang Luna.

Luna tersenyum. "Aku membuatnya sendiri. Aku suka dengan algoritmamu, Arya. Aku hanya ingin membuatnya sedikit lebih manusiawi."

Arya terdiam. Ia merasa terharu. Luna tidak hanya mengkritik algoritmanya, tapi juga menghargainya. Ia tidak hanya menantang pandangannya, tapi juga mencoba memahaminya.

Sore itu, Arya menyadari bahwa cinta tidak bisa diretas dengan algoritma. Cinta adalah kombinasi antara logika dan intuisi, antara kesamaan dan perbedaan, antara harapan dan kenyataan. Cinta adalah tentang menerima orang lain apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Dan mungkin, ia telah menemukan cinta itu, di kedai kopi Senja Kala, bersama seorang wanita yang mengenakan syal biru dan gelang dari kode-kode program ciptaannya. Mungkin, algoritma cinta yang sebenarnya adalah pertemuan tak terduga, bukan kecocokan data yang sempurna. Mungkin, Luna_Dreamer adalah retasan paling indah dalam hidupnya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI