Di layar kaca, jemari menari,
Menyusun kode, merangkai mimpi.
Sebuah algoritma, lahir perlahan,
Bukan sekadar baris, tapi harapan.
Dulu, logika adalah benteng diri,
Menyembunyikan getar sanubari.
Namun, di balik piksel yang berpendar,
Hatiku mencari, tak bisa menghindar.
Data adalah bahasa yang kukenal,
Pola tersembunyi, bisikan akal.
Kucari jejakmu di dunia maya,
Di antara milyaran jiwa yang ada.
Kau hadir bagai anomali data,
Tak terduga, unik, mempesona.
Profilmu terpampang, sederhana saja,
Namun, menarikku bagai pusaran samudra.
Kucoba mendekat, perlahan mengetik,
Sebuah pesan singkat, gugup dan pelik.
"Hai," sapaku, sebuah langkah awal,
Berharap kau balas, hatiku berbakal.
Balasanmu tiba, bagai dentuman guntur,
Membangkitkan asa yang lama terkubur.
Kata-kata mengalir, tak terbendung lagi,
Dua jiwa bertemu di dunia digital ini.
Malam-malam panjang kita lalui,
Berbagi cerita, mimpi, dan isi hati.
Algoritma cintaku semakin kompleks,
Menganalisis senyum di balik teks.
Kutemukan kecocokan yang tak terduga,
Frekuensi jiwa yang sama berharga.
Kau mengerti aku, tanpa perlu kata,
Membaca kode di balik tatapan mata.
Namun, cinta digital takkan abadi,
Jika hanya bersemayam di dunia fiktif ini.
Kuberanikan diri, mengajak bertemu,
Menyentuh realita, menembus pilu.
Di sebuah kafe, remang dan sepi,
Wajahmu hadir, lebih dari mimpi.
Senyummu merekah, meneduhkan kalbu,
Algoritma hatiku berdebar haru.
Sentuhan tangan, getaran pertama,
Membuktikan cinta bukan hanya fatamorgana.
Data-data masa lalu kini terhapus,
Digantikan rasa yang tulus dan pupus.
Kau adalah bug dalam kode hidupku,
Kesalahan indah yang tak ingin kuperbaiki.
Bersamamu, logika menjadi puisi,
Algoritma hati menari tak henti.
Kini, cinta tak lagi sekadar data,
Melainkan rasa yang nyata dan membara.
Jejak algoritma hati kita terukir,
Dalam kisah kasih yang takkan berakhir.
Di setiap baris kode yang kutulis,
Namamu terukir, abadi dan manis.
Karena cintaku padamu, tak terukur,
Sejuta byte pun takkan cukup terukur.