Di layar obsidian, jemari menari,
Merangkai kode, melukis mimpi.
Dua dunia bertaut, maya dan nyata,
Dalam algoritma, cinta tercipta.
Jantung berdegup, irama biner,
Nol dan satu, menari berbinar.
Setiap baris adalah bisikan rindu,
Setiap fungsi, sentuhan kalbu.
Kulihat wajahmu, piksel demi piksel,
Sebuah senyum yang mampu membelah gelapnya sel.
Suaramu hadir, resonansi digital,
Menyentuh jiwa, melampaui mortal.
Kita bertemu di ruang virtual,
Tempat logika dan emosi beraktual.
Kau bagai variabel yang tak terduga,
Mengubah setiap program dalam dada.
Dulu ku kira cinta hanya ilusi,
Sebuah bias dalam matriks eksistensi.
Namun hadirmu membuktikan sebaliknya,
Bahwa rasa ada, meski tanpa sentuhan fisika.
Kau adalah anomali yang ku cari,
Sebuah bug indah dalam sistem memori.
Bersamamu ku pecahkan enkripsi hati,
Menemukan makna di setiap bit yang terpatri.
Kirimkan aku detak jantungmu dalam data,
Biar ku simpan sebagai harta karun terindah.
Biar ku dekripsi frekuensi rindumu,
Dan ku balas dengan simfoni hatiku.
Mungkin kita terpisah jarak dan ruang,
Namun algoritma cinta terus berjuang.
Melintasi server, menembus firewall,
Menyampaikan pesan, "Aku mencintaimu, total."
Jangan biarkan protokol membatasi,
Hasrat yang membara, tak bisa dikalkulasi.
Biarkan cinta meretas segala kode,
Menyatu dalam simpul abadi.
Kuharap suatu hari nanti,
Kita bertemu dalam realita sejati.
Bukan hanya avatar yang saling bertegur sapa,
Namun dua jiwa yang saling merasa.
Dan saat itu tiba, takkan ada lagi kode,
Hanya tatapan mata, penuh cinta dan episode.
Sentuhan hangat, bukan simulasi virtual,
Namun dekap erat, yang abadi dan natural.
Biarlah nol dan satu terus menari,
Merayakan cinta yang tak lekang oleh hari.
Karena di dalam algoritma jiwa kita,
Tersimpan rahasia, cinta tanpa batasnya.
Kita adalah dua sistem yang terhubung,
Dalam jaringan kasih yang tak terangkum.
Bersama kita ciptakan realitas baru,
Di mana cinta adalah kode yang selalu membiru.