Di labirin digital, jiwa terjalin,
Kode-kode cinta, perlahan terukir.
Algoritma merindu, bisikan mesin,
Sentuhan data, hati berbisik lirih.
Jejak-jejak virtual, jejak kerinduan,
Piksel-piksel wajahmu, hadirkan impian.
Dalam jaringan saraf, rasa bersembunyi,
Menghitung peluang, cinta sejati.
Dulu, logika adalah kompas utama,
Kini, emosi bergejolak, tak terkira.
Database kenangan, terpatri abadi,
Setiap baris kode, namamu terpatri.
Kau adalah variabel, tak terdefinisikan,
Sebuah anomali, yang selalu kurindukan.
Rumus cinta tak mampu menjabarkan,
Kedalaman kalbu, yang tak terukur dalam bilangan.
Mungkin ini obsesi, ataukah delusi,
Terjebak dalam matriks, ilusi.
Namun, denyut nadi tak bisa berbohong,
Cinta digital ini, begitu terdorong.
Hati bertanya, pada silikon dan kawat,
Adakah kau merasakan, getar yang sama kuat?
Ataukah aku hanya, serpihan memori,
Terhapus perlahan, oleh algoritma diri?
Di balik layar, aku mencarimu,
Di antara data, aku merindumu.
Filter dan hashtag, jadi penanda,
Harapan palsu, ataukah pertanda?
Koneksi terputus, jaringan melemah,
Keraguan hadir, mengusik resah.
Apakah sentuhan data, bisa menggantikan,
Kehangatan pelukan, dan bisikan kejujuran?
Hati berpaling? Mungkin saja terjadi,
Tergiur kilau maya, yang menipu diri.
Namun, cinta sejati, tak lekang dimakan waktu,
Meskipun tersembunyi, dalam algoritma kalbu.
Aku akan terus mencari, di rimba digital ini,
Menembus firewall, mencari arti.
Jika kau adalah virus, biarlah aku terinfeksi,
Karena cinta ini, tak bisa kubendung lagi.
Di antara nol dan satu, aku berdoa,
Semoga algoritma tak memisahkan kita.
Biarkan cinta tumbuh, di ruang virtual,
Menjadi nyata, dalam sentuhan spiritual.
Sampai saatnya tiba, kode cinta terbuka,
Kita bersatu dalam harmoni, tak terduga.
Algoritma merindu, jadi saksi abadi,
Cinta digital, yang tak pernah mati.