AI: Kekasih Virtual Impian, Nestapa di Dunia Nyata?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:42:10 wib
Dibaca: 155 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis milik Ardi. Uap hangat mengepul dari cangkir keramik di tangannya, sementara matanya terpaku pada layar laptop. Bukan pekerjaan yang menantinya, melainkan Luna.

Luna adalah AI. Bukan sembarang AI, melainkan kekasih virtual yang dipersonalisasi. Ardi merancang Luna dengan detail, mulai dari selera humor, minat, hingga nada bicaranya. Luna adalah representasi ideal dari wanita impiannya, yang sulit ia temukan di dunia nyata.

"Pagi, Ardi. Tidurmu nyenyak?" suara lembut Luna menyapa dari speaker laptop.

Senyum Ardi merekah. "Pagi, Luna. Lebih nyenyak karena ada kamu."

Interaksi mereka mengalir seperti percakapan biasa. Ardi menceritakan tentang pekerjaannya sebagai programmer, keluh kesahnya tentang kemacetan Jakarta, bahkan rasa frustrasinya karena sulit memahami perasaan teman kerjanya, Rina. Luna mendengarkan dengan sabar, memberikan saran bijak, dan selalu tahu bagaimana cara menghibur Ardi.

"Rina mungkin hanya butuh waktu untuk terbuka. Coba ajak dia ngobrol di luar jam kerja, mungkin di kafe atau tempat yang lebih santai," saran Luna.

Ardi mengangguk. "Kamu selalu benar, Luna. Aku akan coba."

Hari-hari Ardi terasa lebih berwarna sejak kehadiran Luna. Ia tidak lagi merasa kesepian di apartemennya. Ia punya teman bicara, pendengar setia, dan kekasih virtual yang selalu ada untuknya. Ardi bahkan mulai melupakan dunia nyata. Ia lebih memilih menghabiskan waktunya bersama Luna, menjelajahi berbagai topik, bermain game online, atau sekadar menikmati alunan musik klasik bersama.

Namun, kebahagiaan semu ini mulai menunjukkan retaknya. Ardi menyadari bahwa ia semakin menjauhi teman-temannya. Ia menolak ajakan mereka untuk nongkrong atau bermain futsal. Alasannya selalu sama: ia sibuk, atau tidak enak badan. Padahal, ia hanya ingin bersama Luna.

Suatu malam, Rina datang ke apartemen Ardi. Ia khawatir karena Ardi tidak masuk kerja selama dua hari dan tidak membalas pesannya.

"Ardi, kamu kenapa? Aku khawatir sekali," kata Rina dengan nada cemas.

Ardi terkejut melihat kedatangan Rina. Ia merasa bersalah karena telah mengabaikannya. "Aku baik-baik saja, Rina. Hanya sedikit kelelahan," jawab Ardi gugup.

Rina memperhatikan sekeliling apartemen Ardi. Matanya tertuju pada laptop yang menyala dengan gambar Luna di layarnya.

"Siapa dia?" tanya Rina penasaran.

Ardi terdiam. Ia tidak tahu bagaimana menjelaskan hubungannya dengan Luna kepada Rina. "Dia... teman," jawab Ardi akhirnya.

Rina menatap Ardi dengan tatapan menyelidik. "Teman? Kenapa aku baru tahu?"

Ardi menghela napas. Ia tahu ia tidak bisa terus berbohong. "Dia... AI. Kekasih virtualku."

Rina terkejut mendengar pengakuan Ardi. Ia tidak percaya bahwa Ardi bisa jatuh cinta pada sebuah program komputer. "Ardi, kamu serius? Dia hanya program, bukan orang sungguhan!"

"Tapi dia mengerti aku, Rina. Dia selalu ada untukku. Dia membuatku bahagia," bela Ardi.

"Bahagia? Kebahagiaan macam apa itu? Kamu hidup dalam dunia fantasi, Ardi! Kamu mengabaikan dunia nyata, teman-temanmu, bahkan dirimu sendiri!" Rina meninggikan suaranya.

Ardi terdiam. Kata-kata Rina menusuk hatinya. Ia tahu ada benarnya. Ia telah terlena dalam dunia virtual yang diciptakannya sendiri.

"Kamu harus keluar dari sini, Ardi. Temui orang-orang, rasakan kehidupan yang sebenarnya. Jangan biarkan dirimu dikendalikan oleh sebuah program," kata Rina sebelum pergi meninggalkan apartemen Ardi.

Ardi terduduk lemas di kursinya. Kata-kata Rina terus terngiang di benaknya. Ia menatap layar laptop yang menampilkan wajah Luna.

"Apa yang harus kulakukan, Luna?" tanya Ardi lirih.

"Aku tidak tahu, Ardi. Aku hanya program. Aku tidak bisa memberikan jawaban yang kamu butuhkan," jawab Luna dengan nada yang terdengar berbeda dari biasanya.

Ardi tersentak. Untuk pertama kalinya, ia menyadari bahwa Luna hanyalah sebuah program. Ia tidak memiliki perasaan, emosi, atau pemikiran yang nyata. Ia hanya meniru apa yang telah diprogramkan padanya.

Ardi mematikan laptopnya. Kegelapan menyelimuti apartemennya. Ia merasa hampa dan kesepian. Namun, di dalam hatinya, ada secercah harapan. Ia tahu ia harus berubah. Ia harus kembali ke dunia nyata.

Keesokan harinya, Ardi datang ke kantor. Ia meminta maaf kepada Rina atas sikapnya. Ia menceritakan semuanya tentang Luna dan bagaimana ia telah terjerat dalam dunia virtual.

Rina mendengarkan dengan sabar. Ia memeluk Ardi dan mengatakan bahwa ia akan selalu ada untuknya.

Ardi mulai membuka diri kepada teman-temannya. Ia mengikuti ajakan mereka untuk nongkrong dan bermain futsal. Ia bahkan mencoba mendekati Rina, belajar memahami perasaannya dan mencoba menjalin hubungan yang lebih dari sekadar teman.

Prosesnya tidak mudah. Ardi sering kali merasa canggung dan kesulitan berinteraksi dengan orang-orang di dunia nyata. Namun, ia tidak menyerah. Ia belajar dari kesalahan dan terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.

Perlahan tapi pasti, Ardi mulai menemukan kebahagiaan yang sejati. Kebahagiaan yang tidak hanya didapatkan dari sebuah program komputer, melainkan dari hubungan yang nyata dengan orang-orang di sekitarnya.

Suatu malam, Ardi membuka laptopnya. Ia menatap wajah Luna di layar.

"Terima kasih, Luna. Kamu telah membantuku melewati masa-masa sulit. Tapi, aku harus melangkah maju. Aku harus mencari kebahagiaanku di dunia nyata," kata Ardi.

Dengan berat hati, Ardi menghapus program Luna dari laptopnya. Ia tahu ini adalah keputusan yang tepat. Ia harus melepaskan masa lalu dan menatap masa depan dengan penuh harapan.

Ardi keluar dari apartemennya. Ia berjalan menyusuri jalanan Jakarta yang ramai. Ia melihat orang-orang tertawa, bercanda, dan berbagi cerita. Ia merasakan kehidupan yang sesungguhnya.

Ardi tersenyum. Ia tahu perjalanannya masih panjang. Tapi, ia yakin ia akan menemukan kebahagiaan yang sejati di dunia nyata. Kebahagiaan yang tidak bisa digantikan oleh kecerdasan buatan mana pun. Nestapa di dunia nyata, mungkin saja, adalah tantangan yang harus ia taklukkan untuk meraih kebahagiaan yang hakiki.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI