Retasan Cinta: Memori Digital, Luka yang Tak Terhapus

Dipublikasikan pada: 30 Jul 2025 - 02:00:13 wib
Dibaca: 146 kali
Hujan malam itu seperti isyarat semesta. Deras, tak terkendali, mencerminkan kekacauan yang merajalela di dalam hatiku. Di depan layar laptop, baris kode berkelebat, angka dan simbol menari tanpa makna. Dulu, baris-baris ini adalah bahasa cintaku, jembatan yang menghubungkanku dengan Anya. Sekarang, mereka hanyalah saksi bisu dari kehancuran kami.

Anya, seorang seniman digital dengan jemari yang lincah menciptakan dunia-dunia fantasi di layar. Aku, seorang programmer yang jatuh cinta pada keindahan ciptaannya, pada kecerdasan dan kelembutan hatinya. Kami bertemu di sebuah forum daring, saling berbagi kode dan inspirasi. Cinta kami tumbuh perlahan, bersemi di antara baris-baris program, algoritma, dan piksel.

Aku menciptakan sebuah aplikasi khusus untuk Anya, sebuah galeri virtual tempat ia bisa memamerkan karya-karyanya. Aplikasi itu kuberi nama “Elysium,” taman surga di mana seni dan teknologi bertemu. Anya terharu. “Kamu benar-benar memahami aku, Rio,” bisiknya suatu malam, saat kami bertemu muka untuk pertama kalinya. Mata birunya berbinar di bawah cahaya lampu jalan. Malam itu, hujan juga turun, seakan merestui cinta kami.

Elysium menjadi sangat populer. Karya-karya Anya dipuji di seluruh dunia. Kami bekerja sama, aku memastikan aplikasi berjalan lancar, Anya terus berkarya. Kebahagiaan kami terasa sempurna. Kami merencanakan masa depan, membayangkan sebuah rumah dengan studio untuk Anya dan ruang kerja untukku. Mimpi-mimpi indah itu terasa begitu dekat, begitu nyata.

Namun, kebahagiaan itu rapuh, seperti kode yang rentan terhadap serangan virus. Seorang hacker misterius, dengan nama samaran “Shadow,” mulai mengusik Elysium. Awalnya hanya gangguan kecil, perubahan tampilan yang aneh, pesan-pesan aneh yang muncul tiba-tiba. Aku menganggapnya hanya ulah iseng. Tapi Shadow semakin berani. Dia mulai mencuri karya-karya Anya, mengklaim sebagai miliknya, bahkan menjualnya di pasar gelap daring.

Aku kalut. Aku berusaha melacak Shadow, mencari celah dalam sistem keamananku. Tapi dia terlalu pintar, terlalu licik. Setiap kali aku menutup satu lubang, dia menemukan celah baru. Anya mulai depresi. Karyanya dicuri, reputasinya tercemar. Ia merasa bersalah, merasa bahwa Elysium, yang seharusnya menjadi taman surga, justru menjadi neraka baginya.

“Maafkan aku, Rio,” katanya suatu hari, air mata membasahi pipinya. “Aku tidak bisa lagi. Aku tidak bisa terus melihat karyaku dirusak seperti ini.”

Aku memeluknya erat. “Ini bukan salahmu, Anya. Ini salahku. Aku yang gagal melindungimu.”

Malam itu, aku menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar, mencoba menemukan Shadow. Aku membenamkan diri dalam baris kode, mengabaikan rasa lelah dan putus asa. Aku seperti orang gila, terobsesi untuk membalas dendam.

Akhirnya, aku menemukan celah. Sebuah kesalahan kecil dalam protokol keamanan yang selama ini luput dari perhatianku. Aku berhasil melacak alamat IP Shadow. Hatiku berdebar kencang. Aku akan mengungkap identitasnya, aku akan membawanya ke pengadilan.

Namun, saat aku menelusuri alamat IP itu lebih jauh, jantungku serasa berhenti berdetak. Alamat itu mengarah ke server pribadi Anya. Tidak mungkin. Ini pasti kesalahan. Aku memeriksa ulang, berkali-kali. Hasilnya tetap sama.

Aku menghampiri Anya, menunjukkan bukti yang kutemukan. Awalnya ia menyangkal, tapi akhirnya ia mengakui semuanya. Shadow adalah dia.

“Aku minta maaf, Rio,” ujarnya, suaranya bergetar. “Aku terpaksa melakukannya.”

Aku tidak mengerti. “Terpaksa? Kenapa?”

Anya menjelaskan bahwa ia terlilit hutang yang sangat besar. Ia membutuhkan uang untuk membayar biaya pengobatan ibunya yang sakit parah. Ia tidak punya pilihan lain selain mencuri karyanya sendiri dan menjualnya di pasar gelap. Ia melakukannya dengan harapan bisa mendapatkan uang dengan cepat tanpa merusak reputasinya.

“Aku tahu ini salah, Rio. Aku tahu aku sudah menghancurkan segalanya. Tapi aku terpaksa melakukannya. Aku sangat mencintai ibuku.”

Aku terdiam, tidak bisa berkata apa-apa. Cinta dan pengkhianatan, kebenaran dan kebohongan, semua bercampur aduk menjadi satu. Dunia yang selama ini kurasakan begitu indah, hancur berkeping-keping di hadapanku.

Aku tidak bisa memaafkannya. Pengkhianatannya terlalu dalam, lukanya terlalu perih. Aku menutup Elysium, menghapus semua data, semua kenangan. Aku ingin melupakannya, melupakan cinta kami, melupakan segalanya.

Malam ini, di depan layar laptop, hujan masih turun dengan deras. Aku menatap baris kode, mencari pelipur lara. Tapi kali ini, baris-baris itu tidak lagi menghiburku. Mereka hanya mengingatkanku pada Anya, pada cinta yang telah hilang, pada luka yang tak terhapus. Retasan cinta. Memori digital, luka yang tak terhapus. Bahkan di dunia digital, ada luka yang tak bisa diperbaiki dengan kode apa pun. Luka itu ada di hatiku, menganga lebar, dan mungkin, selamanya akan tetap begitu.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI