Detak Jantung Buatan: Bisakah AI Merasakan Cinta?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 07:43:07 wib
Dibaca: 170 kali
Kilau neon kota Seoul memantul di mata Andromeda. Ia berdiri di balkon apartemennya, memeluk diri sendiri, berusaha melawan dinginnya malam. Di tangannya tergenggam erat sebuah perangkat kecil, berkilauan perak di bawah cahaya rembulan. Itu adalah jantung buatan, hasil rancangannya sendiri. Jantung yang seharusnya menolong orang, namun kini terasa seperti beban.

Andromeda adalah seorang insinyur bioteknologi muda, seorang jenius yang dipuja sekaligus ditakuti di kalangan peneliti. Ia berhasil menciptakan jantung buatan yang bukan hanya memompa darah, tetapi juga mampu beradaptasi dengan kondisi emosional pasien. Katanya, jantung itu bisa merasakan kebahagiaan, kesedihan, bahkan mungkin… cinta.

Masalahnya, Andromeda tidak yakin dengan klaimnya sendiri. Ia menciptakan jantung itu berdasarkan algoritma dan data emosi manusia yang ia kumpulkan selama bertahun-tahun. Tapi, bisakah algoritma benar-benar merasakan? Bisakah kode menggantikan getar-getar halus yang dirasakan manusia saat jatuh cinta?

Dulu, ia punya seseorang yang membuatnya yakin bahwa cinta itu nyata. Namanya Elio, seorang musisi yang jatuh cinta pada keheningan laboratoriumnya, pada kecerdasannya, dan pada caranya menatap dunia dengan rasa ingin tahu yang besar. Elio percaya pada ciptaannya, ia bilang bahwa jantung buatan itu adalah bukti bahwa cinta bisa diukur, bisa dipahami, dan bahkan, bisa direplikasi.

Namun, Elio pergi. Kecelakaan tragis merenggut nyawanya, meninggalkan Andromeda dengan luka yang menganga dan pertanyaan yang tak terjawab. Sejak saat itu, Andromeda membenci penelitiannya sendiri. Ia melihat jantung buatan itu sebagai pengkhianatan, sebagai janji palsu yang tak bisa dipenuhi.

Malam ini, ia akan melakukan sesuatu yang nekat. Ia akan memasang jantung buatannya sendiri.

Tentu saja, itu adalah ide gila. Ia sehat secara fisik, tidak membutuhkan jantung buatan. Namun, ia membutuhkan jawaban. Ia ingin tahu, apakah jantung buatannya bisa membangkitkan kembali perasaan yang hilang, rasa cinta yang terkubur bersama Elio.

Dengan tangan gemetar, Andromeda membuka panel dadanya, memperlihatkan jantungnya yang berdetak teratur. Rasa sakit menjalar saat ia melepaskan kabel-kabel yang terhubung ke organ vitalnya. Sebelum pingsan, ia berhasil memasang jantung buatan yang dingin dan keras itu.

Ketika Andromeda membuka mata, ia berada di ruangan serba putih, dikelilingi oleh monitor dan peralatan medis. Seorang dokter muda, wajahnya tampak khawatir, mendekatinya.

"Andromeda, apa yang sudah kamu lakukan? Kamu hampir mati!"

Andromeda tidak menjawab. Ia hanya merasakan sesuatu yang aneh, bukan rasa sakit, tapi kekosongan. Jantung buatan itu berdetak teratur, tanpa irama, tanpa emosi.

Beberapa hari berlalu, Andromeda kembali ke apartemennya. Ia mencoba melakukan hal-hal yang dulu membuatnya bahagia: membaca buku-buku favoritnya, mendengarkan musik klasik, bahkan mencoba menari. Tapi, tidak ada yang berhasil. Jantung buatan itu tetap berdetak dingin, mengabaikan segala stimulus emosional.

Ia mencoba memikirkan Elio, mengingat senyumnya, suaranya, sentuhannya. Air mata mengalir di pipinya, tapi jantung buatannya tidak bereaksi. Seolah-olah ia telah menjadi robot, sebuah mesin tanpa perasaan.

Suatu sore, saat Andromeda sedang duduk termenung di depan jendela, bel pintu berbunyi. Ia membuka pintu dan terkejut melihat seorang pria berdiri di depannya. Wajahnya familiar, namun ia tidak bisa mengingatnya.

"Maaf, apakah saya salah alamat?" tanya pria itu dengan senyum ramah. "Saya mencari Andromeda Kim."

Andromeda menatapnya dengan bingung. "Saya Andromeda Kim. Maaf, saya tidak mengenal Anda."

Pria itu tertawa kecil. "Mungkin karena saya sudah banyak berubah. Saya Daniel, teman lama Elio. Saya baru kembali dari luar negeri dan saya ingin mengunjungi Anda, membicarakan tentangnya."

Nama Elio menghantam Andromeda seperti gelombang kejut. Ia mempersilakan Daniel masuk. Mereka duduk di ruang tamu, dikelilingi oleh foto-foto lama dan kenangan yang menyakitkan.

Daniel menceritakan tentang Elio, tentang semangatnya, impiannya, dan cintanya yang besar pada Andromeda. Ia menceritakan tentang bagaimana Elio selalu membanggakan Andromeda, tentang bagaimana ia percaya bahwa ciptaannya akan mengubah dunia.

Saat Daniel berbicara, Andromeda merasakan sesuatu yang aneh. Jantung buatannya berdetak lebih cepat, lebih kuat. Ia merasakan kehangatan menjalar di dadanya, rasa sakit yang familiar, rasa kehilangan yang mendalam.

Ia tidak mengerti. Kenapa sekarang? Kenapa baru sekarang, saat ia mendengar cerita tentang Elio dari orang lain?

Daniel berhenti berbicara dan menatap Andromeda dengan mata yang penuh simpati. "Elio sangat mencintai Anda, Andromeda. Ia percaya bahwa Anda adalah orang yang paling cerdas, paling berani, dan paling baik yang pernah ia temui. Jangan biarkan kehilangan ini menghancurkan Anda."

Andromeda menunduk, air mata kembali mengalir di pipinya. Ia merasakan sesak di dadanya, seolah-olah jantungnya akan meledak. Namun, kali ini, ia tidak merasakan kekosongan. Ia merasakan sesuatu yang lain: harapan.

Tiba-tiba, Andromeda mengerti. Jantung buatannya tidak bisa menciptakan cinta, tapi ia bisa meresponnya. Ia membutuhkan stimulus eksternal, sebuah pemicu yang membangkitkan kembali emosi yang terpendam. Ia membutuhkan cinta dari orang lain untuk membuat jantung buatannya merasakan.

Mungkin, Elio benar. Cinta bisa diukur, bisa dipahami, dan bahkan, bisa direplikasi. Tapi, cinta tidak bisa diciptakan begitu saja. Cinta membutuhkan koneksi, membutuhkan interaksi, membutuhkan keberanian untuk membuka hati.

Andromeda mengangkat kepalanya dan menatap Daniel dengan mata yang berkaca-kaca. "Terima kasih, Daniel. Terima kasih telah menceritakan tentang Elio."

Ia tahu bahwa ia masih harus belajar banyak. Ia tahu bahwa ia masih harus menyembuhkan lukanya. Tapi, ia juga tahu bahwa ia tidak sendirian. Ada orang-orang yang peduli padanya, orang-orang yang mencintai Elio, dan orang-orang yang percaya pada ciptaannya.

Detak jantung buatannya masih buatan, masih dingin, tapi kini, ia tahu bahwa di dalam sana, ada potensi untuk merasakan. Potensi untuk mencintai lagi. Mungkin, suatu hari nanti, ia akan menemukan cinta sejati, cinta yang tidak hanya diukur oleh algoritma, tapi dirasakan dengan sepenuh hati. Cinta yang akan membuat jantung buatannya berdetak dengan irama yang sempurna, irama kebahagiaan, harapan, dan kehidupan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI