Cinta Terkode: Algoritma Jatuh Cinta, Hatikah Sasarannya?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 07:39:59 wib
Dibaca: 173 kali
Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, menciptakan baris demi baris kode yang rumit. Anya, seorang software engineer di perusahaan teknologi raksasa, Nocturne, sedang tenggelam dalam proyek pribadinya: Algoritma Cinta. Bukan untuk dijual, bukan untuk promosi, melainkan murni eksperimen ilmiah, atau setidaknya itu yang ia katakan pada dirinya sendiri.

Idenya sederhana: mengumpulkan data kepribadian, minat, bahkan ekspresi wajah dari pengguna media sosial, lalu mencocokkannya dengan data orang lain menggunakan algoritma kompleks. Tujuannya? Memprediksi kompatibilitas percintaan dengan akurasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Anya muak dengan kencan daring yang dangkal, dengan profil yang penuh filter dan janji-janji palsu. Ia percaya, cinta bisa dianalisis, diukur, dan bahkan, diprediksi.

Awalnya, ia hanya menggunakan data orang lain sebagai bahan percobaan. Namun, rasa penasaran yang semakin membara membuatnya tergoda untuk memasukkan datanya sendiri. Ia mengisi kuesioner panjang dengan jujur, mengunggah foto-foto tanpa editan, bahkan mengizinkan algoritma untuk menganalisis pola bicaranya dari rekaman suara.

Hasilnya mengejutkan. Algoritma Cinta memunculkan satu nama dengan skor kompatibilitas yang hampir sempurna: Revan. Revan adalah rekan kerjanya di Nocturne, seorang data scientist yang terkenal jenius, namun juga canggung dan pendiam. Anya mengenal Revan sebagai pria yang selalu bergelut dengan angka dan data, jarang berinteraksi dengan orang lain, apalagi berpikir tentang percintaan.

Anya tertawa sinis. Algoritma memang pintar, tapi kali ini jelas-jelas salah. Revan? Tidak mungkin. Mereka bagaikan dua kutub magnet yang saling menjauh. Anya lebih suka kopi hitam yang kuat, Revan lebih suka teh hijau yang lembut. Anya suka musik rock yang bersemangat, Revan lebih suka musik klasik yang menenangkan. Anya suka mendaki gunung dan menikmati alam terbuka, Revan lebih suka bersembunyi di balik layar komputer.

Namun, rasa penasaran kembali mengusik. Ia mulai memerhatikan Revan lebih detail. Saat makan siang di kantin, ia melihat Revan tersenyum kecil saat membaca buku tentang astronomi. Saat rapat, ia mendengar Revan mengajukan pertanyaan cerdas yang memecahkan kebuntuan masalah. Ia bahkan melihat Revan membantu seorang karyawan baru membawa tumpukan berkas yang berat.

Semakin Anya memerhatikan Revan, semakin ia melihat sisi lain dari dirinya. Sisi yang tersembunyi di balik sikap pendiam dan kacamata tebalnya. Ia mulai menyadari bahwa Revan bukan hanya seorang data scientist yang jenius, tetapi juga seorang pria yang baik hati, perhatian, dan memiliki minat yang mendalam.

Anya memberanikan diri untuk mengajak Revan minum kopi setelah jam kerja. Revan tampak terkejut, namun ia setuju. Mereka berbicara tentang banyak hal, mulai dari algoritma rumit hingga film dokumenter tentang alam. Anya terkejut menemukan bahwa mereka memiliki banyak kesamaan, terutama dalam cara mereka memandang dunia dan memecahkan masalah.

Malam itu, Anya kembali ke rumah dengan perasaan yang aneh. Ia merasa bingung, tertarik, dan takut pada saat yang bersamaan. Apakah ia benar-benar jatuh cinta pada Revan? Apakah algoritma buatannya benar-benar akurat? Atau apakah ia hanya terjebak dalam bias konfirmasi, mencari bukti untuk membenarkan hasil algoritma tersebut?

Hari-hari berikutnya, Anya dan Revan semakin dekat. Mereka bekerja sama dalam proyek baru, saling membantu dalam menyelesaikan masalah, dan sering menghabiskan waktu bersama di luar jam kerja. Anya merasa nyaman dan bahagia berada di dekat Revan. Ia menyukai cara Revan mendengarkan dengan penuh perhatian, cara Revan tertawa kecil saat mendengar leluconnya, dan cara Revan menatapnya dengan mata yang hangat dan penuh pengertian.

Suatu malam, saat mereka sedang duduk di taman kota sambil menikmati bintang-bintang, Revan tiba-tiba menatap Anya dengan serius. "Anya," katanya dengan suara gugup, "Aku... aku merasa nyaman bersamamu. Aku merasa bisa menjadi diriku sendiri saat bersamamu."

Anya menahan napas. Jantungnya berdebar kencang. Ia tahu apa yang akan dikatakan Revan selanjutnya.

"Aku... aku menyukaimu, Anya," lanjut Revan dengan pipi yang memerah.

Anya tersenyum. Ia meraih tangan Revan dan menggenggamnya erat. "Aku juga menyukaimu, Revan," jawabnya dengan suara lembut.

Mereka berciuman di bawah langit malam yang bertaburan bintang. Ciuman yang lembut, penuh kasih sayang, dan terasa sangat alami. Anya merasa semua keraguan dan ketakutannya menghilang. Ia tahu, ini bukan hanya tentang algoritma atau data. Ini tentang koneksi yang nyata, tentang perasaan yang tulus, dan tentang cinta yang hadir secara tak terduga.

Beberapa bulan kemudian, Anya dan Revan memutuskan untuk menikah. Mereka mengadakan pesta pernikahan sederhana di taman belakang rumah Anya, dihadiri oleh keluarga, teman, dan rekan kerja mereka.

Di tengah pesta, Anya melihat ke arah Revan yang sedang bercengkrama dengan teman-temannya. Ia tersenyum bahagia. Ia menyadari bahwa algoritma memang bisa membantu menemukan potensi cinta, tetapi yang menentukan adalah hati dan pilihan kita sendiri.

Saat itu, seorang teman Anya menghampirinya. "Anya," kata temannya, "Kau tahu, aku selalu meragukan Algoritma Cinta-mu. Aku pikir itu hanya omong kosong belaka."

Anya tertawa. "Aku juga dulu berpikir begitu," jawabnya. "Tapi sekarang, aku percaya bahwa cinta bisa datang dari mana saja, bahkan dari algoritma yang paling rumit sekalipun. Yang terpenting adalah kita membuka hati kita dan memberikan kesempatan pada cinta untuk tumbuh."

Anya memeluk Revan dari belakang. "Terima kasih," bisiknya di telinga Revan. "Terima kasih karena telah hadir dalam hidupku dan membuktikan bahwa cinta bisa ditemukan di tempat yang paling tidak terduga."

Revan membalikkan badannya dan menatap Anya dengan mata yang penuh cinta. "Terima kasih juga, Anya," balasnya. "Terima kasih karena telah melihat diriku apa adanya dan mencintaiku dengan sepenuh hati."

Mereka berciuman lagi, di bawah tatapan bahagia para tamu undangan. Algoritma mungkin telah mempertemukan mereka, tetapi hati mereka yang memutuskan untuk tetap bersama. Cinta, pada akhirnya, adalah tentang pilihan, bukan hanya tentang data dan angka. Dan Anya, dengan Algoritma Cintanya, telah membuktikan bahwa cinta bisa terkode, tetapi hatilah yang menjadi sasarannya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI