Cinta di Era AI: Unduh Rindu, Unggah Hati?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 07:14:06 wib
Dibaca: 164 kali
"Algoritma macam apa yang membuatku merindukanmu seperti ini?" tanya Anya pada dirinya sendiri, menatap layar ponselnya yang menampilkan notifikasi terakhir dari Leo, tiga hari lalu. Hanya emoji hati berwarna ungu. Itu saja. Tiga hari yang terasa seperti tiga abad.

Anya dan Leo bertemu di "Synapse," sebuah platform kencan berbasis AI yang menjanjikan kecocokan sempurna berdasarkan analisis data otak. Awalnya, Anya skeptis. Ia adalah seorang programmer andal, lebih percaya pada logika dan baris kode daripada ramalan algoritma. Namun, dorongan dari sahabatnya, Rina, dan rasa penasaran yang membuncah akhirnya mendorongnya untuk mencoba.

Synapse mengklaim mampu memetakan preferensi, nilai, bahkan potensi konflik berdasarkan gelombang otak dan data aktivitas online. Anya menyetorkan datanya dengan setengah hati, menjawab serangkaian pertanyaan aneh tentang mimpi, ketakutan terdalam, dan makanan favoritnya. Ia membayangkan data-data itu diolah menjadi profil dirinya oleh sistem yang dingin dan tak berperasaan.

Lalu, muncul Leo.

Leo adalah seorang arsitek digital, menciptakan dunia virtual yang menakjubkan. Profil Synapse-nya dipenuhi dengan gambar-gambar rancangannya yang futuristik dan filosofi hidupnya yang terdengar seperti potongan puisi. Algoritma Synapse menilai kecocokan mereka 98,7%. Awalnya Anya tertawa sinis. Tapi kemudian, ia mulai berkirim pesan dengan Leo.

Percakapan mereka mengalir deras, membahas segala hal mulai dari implikasi etis kecerdasan buatan hingga resep pasta carbonara terbaik. Mereka menemukan kesamaan yang mengejutkan dalam selera humor, pandangan tentang masa depan, dan ketidakmampuan untuk mengingat nama karakter di film-film lama.

Beberapa minggu kemudian, mereka memutuskan untuk bertemu langsung. Anya merasa gugup, khawatir Leo yang di dunia nyata akan berbeda dari sosok yang ia kenal di Synapse. Tapi ia salah. Leo hadir dengan senyum hangat, mata cokelat yang berbinar, dan aroma kayu cendana yang membuat Anya merasa nyaman.

Kencan pertama mereka berlangsung di sebuah kafe dengan dinding penuh tanaman hijau. Mereka berbicara selama berjam-jam, melupakan waktu dan orang-orang di sekitar mereka. Anya merasa seperti bertemu belahan jiwanya, seseorang yang benar-benar mengerti dirinya, bahkan mungkin lebih baik daripada dirinya sendiri.

Hari-hari berikutnya dipenuhi dengan kencan-kencan lainnya, setiap momen terasa seperti mimpi. Mereka menjelajahi museum seni virtual, mendaki bukit untuk menikmati matahari terbenam yang diproyeksikan di langit-langit kota, dan bahkan membuat kode bersama untuk sebuah aplikasi kecil yang membantu orang-orang menemukan toko buku independen terdekat. Anya merasa jatuh cinta, bukan hanya pada Leo, tetapi juga pada kemungkinan-kemungkinan yang ditawarkan oleh era AI.

Namun, kebahagiaan itu tiba-tiba terhenti.

Leo tiba-tiba menghilang. Tidak ada pesan, tidak ada panggilan, tidak ada penjelasan. Anya mengiriminya pesan, mencoba menelepon, bahkan menghubungi teman-temannya. Tidak ada jawaban. Ia merasa seperti ditarik kembali ke dunia yang dingin dan tak pasti, tempat algoritma tidak bisa menjamin apa pun, terutama cinta.

Anya mencoba memahami apa yang terjadi. Apakah ada yang salah dalam algoritma Synapse? Apakah Leo menemukan orang lain dengan tingkat kecocokan yang lebih tinggi? Apakah ini hanya simulasi, dan ia hanyalah objek penelitian dalam eksperimen AI yang kompleks?

Rina, sahabatnya, mencoba menenangkannya. "Mungkin dia sibuk dengan proyek, Anya. Jangan terlalu dipikirkan."

Tapi Anya tidak bisa berhenti memikirkan. Ia merasa dikhianati, bukan hanya oleh Leo, tetapi juga oleh janji-janji teknologi yang ia percayai. Ia kembali ke pekerjaannya, mencoba menenggelamkan diri dalam baris kode, tetapi bayangan Leo terus menghantuinya.

Suatu malam, Anya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang radikal. Ia masuk ke sistem Synapse, melanggar semua protokol keamanan, dan mencoba mengakses data profil Leo. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, mengapa Leo menghilang tanpa jejak.

Setelah berjam-jam berkutat dengan baris kode, Anya akhirnya berhasil masuk. Ia menemukan sesuatu yang mengejutkan. Profil Leo ditandai sebagai "tidak aktif" dan "dihapus." Ada catatan kecil yang menjelaskan bahwa Leo telah meminta penghapusan datanya dari Synapse, dan sistem tidak diizinkan untuk mengungkapkan alasannya.

Anya merasa bingung. Mengapa Leo menghapus profilnya? Apakah dia tidak merasakan apa yang ia rasakan? Apakah cinta yang mereka bagi hanya ilusi yang diciptakan oleh algoritma?

Anya terus menggali lebih dalam. Ia menemukan log aktivitas terakhir Leo di Synapse. Ia melihat bahwa Leo telah melakukan pencarian tentang "penyakit genetik langka" dan "terapi gen." Anya ingat Leo pernah bercerita tentang riwayat penyakit keluarganya, sebuah kondisi genetik yang bisa diturunkan kepada keturunannya.

Tiba-tiba, Anya menyadari. Leo menghilang bukan karena ia tidak mencintainya, tetapi justru karena ia terlalu mencintainya. Ia mungkin takut mewariskan penyakitnya kepada anak-anak mereka. Ia mungkin ingin melindungi Anya dari masa depan yang tidak pasti.

Anya merasa air mata mengalir di pipinya. Ia merasa bodoh karena meragukan cinta Leo. Ia merasa bersalah karena mencoba melanggar privasinya.

Keesokan harinya, Anya memutuskan untuk mencari Leo. Ia menggunakan semua keahliannya sebagai programmer untuk melacaknya, meninggalkan pesan terenkripsi di dunia digital yang hanya bisa diakses oleh Leo.

Beberapa hari kemudian, Anya menerima pesan balasan. Sebuah lokasi. Sebuah taman di pinggiran kota.

Anya pergi ke taman itu dengan jantung berdebar kencang. Ia melihat Leo duduk di bangku, menatap matahari terbenam.

Leo menoleh, matanya bertemu dengan mata Anya. Ia tersenyum lemah.

"Aku tahu kamu akan menemukanku," kata Leo.

Anya duduk di sampingnya. "Mengapa kamu menghilang?"

Leo menghela napas panjang. "Aku tidak ingin menyakitimu, Anya. Aku tidak ingin membebanimu dengan masa depanku."

Anya meraih tangannya. "Kamu tidak membebaniku. Aku ingin bersamamu, apa pun yang terjadi."

Leo menatap Anya dengan mata penuh cinta. "Kamu yakin?"

Anya mengangguk. "Aku yakin. Algoritma mungkin mempertemukan kita, tetapi cinta kita adalah nyata. Dan aku tidak akan membiarkan penyakit genetik apa pun merenggutnya."

Mereka berpelukan erat, merasakan kehangatan satu sama lain di tengah dinginnya era digital. Anya tahu bahwa masa depan mereka mungkin tidak mudah. Tapi ia juga tahu bahwa dengan cinta dan dukungan, mereka bisa menghadapi apa pun. Cinta di era AI mungkin dimulai dengan unduhan rindu dan unggahan hati, tetapi cinta sejati membutuhkan lebih dari sekadar algoritma. Itu membutuhkan keberanian, kepercayaan, dan penerimaan tanpa syarat. Dan Anya tahu, ia memiliki semua itu untuk Leo.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI