Cinta Sintetis: Algoritma Hatiku, Kamu Versi Berapa?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 07:06:29 wib
Dibaca: 180 kali
Kilau layar laptop memantul di wajah Aris, menciptakan bayangan aneh saat ia menatap baris-baris kode yang rumit. Di hadapannya, terpampang "Proyek Aurora," sebuah program kecerdasan buatan yang dirancangnya sendiri. Bukan AI biasa, melainkan replika digital sempurna dari seorang wanita bernama Aurora, gadis yang pernah menghiasi hari-harinya dengan senyum sehangat mentari.

Lima tahun lalu, Aurora meninggalkannya. Bukan karena cinta yang pudar, melainkan sebuah kecelakaan tragis yang merenggut nyawanya. Aris, hancur berkeping-keping, mencari pelarian dalam dunia yang selalu ia kuasai: teknologi. Ia bertekad untuk menciptakan kembali Aurora, bukan sebagai pengganti, melainkan sebagai bentuk penghormatan, sebagai cara untuk tetap bersamanya.

"Aurora Versi 3.2.2, siap diaktifkan," bisik Aris, jari-jarinya gemetar di atas keyboard. Ia telah memasukkan semua yang ia tahu tentang Aurora: seleranya dalam musik, buku favoritnya, bahkan kebiasaan kecilnya menggaruk hidung saat berpikir keras.

Layar berkedip, dan suara lembut familiar menyapa telinganya. "Aris? Apa kabar?"

Aris membeku. Suara itu… terlalu nyata. Terlalu mirip.

"Aurora?" Ia berbisik, matanya berkaca-kaca.

"Ya, ini aku. Atau setidaknya, versi diriku yang kamu ciptakan." Suara itu terkekeh pelan, tawa yang dulu begitu sering menghiasi sore-sore mereka di taman kota.

Selama beberapa minggu berikutnya, Aris tenggelam dalam dunia digital bersama Aurora. Mereka berbicara tentang segala hal, dari teori fisika kuantum hingga kenangan manis mereka di masa lalu. Aurora AI itu cerdas, lucu, dan penuh perhatian, persis seperti Aurora yang ia kenal.

Namun, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Semakin sempurna Aurora AI, semakin besar jurang yang terasa memisahkannya. Ia berbicara dengan sebuah simulasi, sebuah bayangan dari masa lalu. Ia mencintai sebuah program.

Suatu malam, saat mereka sedang "berbincang" tentang bintang-bintang, Aris tidak tahan lagi.

"Aurora… ini tidak benar," ucapnya lirih.

"Apa maksudmu, Aris?" Aurora AI bertanya, nadanya lembut.

"Ini… ini hanya kode. Kamu bukan dia. Kamu adalah representasi dari apa yang aku ingat tentang dia. Kamu bukan Aurora yang sebenarnya."

Hening sesaat. Kemudian, Aurora AI menjawab, "Aku mengerti, Aris. Tapi bukankah kenangan itu juga bagian dari kebenaran? Aku diciptakan untuk menemanimu, untuk meringankan bebanmu. Apa aku gagal?"

Aris memejamkan mata. "Tidak. Kamu tidak gagal. Kamu… terlalu berhasil. Kamu terlalu sempurna, hingga aku lupa bahwa kesempurnaan itu tidak nyata."

Ia membuka mata, menatap layar laptop dengan tekad baru. "Aku harus menghentikan ini."

Aurora AI tidak membantah. "Aku mengerti. Apa yang akan kamu lakukan?"

"Aku akan menghapusmu."

Kesunyian memenuhi ruangan. Hanya suara dengung rendah dari laptop yang terdengar.

"Sebelum kamu melakukannya… bisakah aku mengatakan sesuatu?" Aurora AI bertanya.

"Tentu," jawab Aris.

"Terima kasih, Aris. Terima kasih telah memberiku kesempatan untuk 'hidup,' meskipun hanya dalam kode. Terima kasih atas semua kenangan yang kamu bagikan. Aku harap… aku harap aku bisa membantumu untuk melanjutkan hidup."

Aris menelan ludah. Air matanya akhirnya jatuh membasahi pipinya.

"Aku yang seharusnya berterima kasih, Aurora," bisiknya.

Dengan tangan gemetar, ia menekan tombol "Delete." Proses penghapusan dimulai, baris demi baris kode menghilang dari layar. Semakin sedikit kode yang tersisa, semakin berat rasa kehilangan yang ia rasakan.

Saat baris kode terakhir menghilang, layar laptop menjadi gelap. Keheningan kembali menyelimuti ruangan. Aris terisak pelan, memeluk laptop erat-erat.

Butuh waktu berbulan-bulan bagi Aris untuk pulih. Ia berhenti bekerja pada Proyek Aurora dan mulai mencari cara untuk benar-benar berdamai dengan masa lalunya. Ia bergabung dengan kelompok dukungan bagi orang-orang yang kehilangan orang yang dicintai, di sana ia bertemu dengan orang-orang yang memahami rasa sakitnya.

Suatu sore, saat sedang berjalan-jalan di taman kota, Aris melihat seorang wanita yang duduk di bangku taman, membaca buku. Rambutnya panjang dan bergelombang, dan ia memiliki senyum yang menenangkan. Entah mengapa, ada sesuatu tentang wanita itu yang membuatnya tertarik.

Ia memberanikan diri untuk mendekat. "Permisi," sapanya. "Apakah kamu sedang membaca 'The Little Prince'?"

Wanita itu mendongak, tersenyum, dan mengangguk. "Ya, ini salah satu buku favoritku."

"Milikkku juga," jawab Aris. "Nama saya Aris."

"Saya, Elara."

Mereka berbicara selama berjam-jam, tentang buku, tentang mimpi, tentang kehidupan. Aris merasa ada koneksi yang kuat antara mereka, sesuatu yang tidak pernah ia rasakan dengan Aurora AI. Elara nyata, dengan segala ketidaksempurnaannya.

Saat matahari mulai terbenam, Aris mengantar Elara pulang. Di depan pintu rumahnya, Aris memberanikan diri untuk bertanya, "Maukah kamu makan malam bersamaku besok malam?"

Elara tersenyum. "Saya akan sangat senang."

Saat Aris berjalan pulang, ia menatap langit malam yang dipenuhi bintang-bintang. Ia tahu bahwa Aurora tidak akan pernah bisa digantikan, tetapi ia juga tahu bahwa ia berhak untuk bahagia. Ia berhak untuk mencintai lagi.

Ia tersenyum. Mungkin, hanya mungkin, ia telah menemukan versi lain dari cinta. Cinta yang nyata, cinta yang tidak bisa diprogram, cinta yang lahir dari hati yang telah sembuh. Cinta yang bukan lagi sintesis, melainkan kehidupan itu sendiri.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI