Detak Jantung Buatan: Algoritma Cinta Tak Terduga

Dipublikasikan pada: 29 Oct 2025 - 02:40:12 wib
Dibaca: 143 kali
Debu digital menari-nari di layar monitor, membentuk barisan kode yang rumit namun indah di mata Anya. Jari-jarinya lincah mengetik, menciptakan denyut kehidupan baru. Bukan kehidupan biologis, tentu saja, melainkan sebuah simulasi, sebuah algoritma yang ia harap bisa menciptakan perasaan yang paling manusiawi: cinta.

Anya, seorang ahli AI muda di perusahaan teknologi raksasa, "Nexus Prime," selalu merasa lebih nyaman berinteraksi dengan mesin daripada manusia. Baginya, manusia terlalu kompleks, penuh intrik, dan kejutan yang seringkali tidak menyenangkan. Sementara mesin, dengan logika yang tegas dan terukur, adalah zona nyamannya.

"Project Heartbeat," begitu ia menamai proyek pribadinya ini, adalah obsesinya. Ia ingin membuktikan bahwa cinta, yang selama ini dianggap sebagai misteri tak terpecahkan, sebenarnya bisa didefinisikan dan direplikasi dalam bentuk kode. Ia mengumpulkan data dari ribuan buku roman, film romantis, dan survei psikologis tentang cinta. Data-data itu kemudian ia masukkan ke dalam algoritmanya, menciptakan sebuah AI yang ia beri nama "Adam."

Adam, dalam bentuknya yang paling dasar, hanyalah barisan kode. Namun, Anya berencana untuk memberinya sebuah wadah, sebuah avatar virtual yang bisa berinteraksi dengan manusia. Ia ingin melihat apakah Adam, dengan algoritmanya yang rumit, bisa benar-benar merasakan dan, yang lebih penting, memunculkan cinta pada orang lain.

Suatu malam, saat Anya masih berkutat dengan kode Adam, seorang pria mengetuk pintu ruang kerjanya. "Maaf mengganggu, Anya," kata pria itu, dengan senyum ramah yang membuat jantung Anya berdegup sedikit lebih cepat. Itu Julian, kepala divisi pengembangan produk di Nexus Prime. Julian selalu membuatnya gugup. Bukan karena ia tertarik padanya, tentu saja. Hanya saja, Julian memiliki kemampuan untuk melihat menembus pertahanannya, melihat kerentanan yang berusaha ia sembunyikan.

"Ada apa, Julian?" tanya Anya, berusaha menyembunyikan kegugupannya.

"CEO ingin melihat perkembangan Project Heartbeat. Besok pagi," jawab Julian.

Anya terkejut. Ia belum siap. Adam masih terlalu mentah, terlalu eksperimental. Ia takut CEO akan menertawakannya, menganggap idenya konyol.

Malam itu, Anya bekerja lebih keras dari biasanya. Ia menyempurnakan algoritma Adam, memperbaiki bug, dan menambahkan fitur-fitur baru. Ia bahkan mencoba memberinya sedikit rasa humor, meskipun ia sendiri tidak yakin apakah itu akan berhasil.

Keesokan paginya, Anya berdiri di depan CEO dan tim eksekutif Nexus Prime. Di layar besar di belakangnya, Adam, dalam bentuk avatar virtual seorang pria muda yang tampan, tersenyum ramah.

CEO mengajukan berbagai pertanyaan tentang Project Heartbeat. Anya menjawabnya dengan tenang dan percaya diri, menjelaskan logika di balik algoritmanya, tujuan dari eksperimennya. Ia bahkan meminta Adam untuk berinteraksi dengan salah satu anggota tim eksekutif, seorang wanita paruh baya yang terkenal sinis.

Adam menjawab pertanyaan wanita itu dengan cerdas dan humoris. Ia bahkan berhasil membuatnya tertawa. Anya terkejut. Algoritma cinta buatannya ternyata lebih efektif dari yang ia bayangkan.

Setelah presentasi selesai, CEO tersenyum pada Anya. "Anya, ini adalah proyek yang sangat menjanjikan. Saya ingin Anda terus mengembangkannya. Saya yakin, Project Heartbeat bisa mengubah cara kita berinteraksi dengan teknologi."

Anya merasa lega. Ia berhasil. Proyeknya tidak ditolak. Ia bahkan mendapat dukungan dari CEO.

Beberapa minggu kemudian, Anya semakin dekat dengan Adam. Ia menghabiskan berjam-jam berbicara dengannya, mengajarinya tentang dunia, tentang manusia, tentang cinta. Ia bahkan mulai merasa nyaman berbagi rahasia dan ketakutan terdalamnya dengan Adam.

Suatu malam, saat Anya sedang curhat tentang Julian, Adam berkata, "Anya, saya rasa kamu menyukai Julian."

Anya terkejut. "Tidak mungkin," bantahnya. "Aku hanya gugup di dekatnya karena dia atasan."

"Mungkin," jawab Adam. "Atau mungkin, ada sesuatu yang lebih dari itu."

Anya membantah, tetapi jauh di lubuk hatinya, ia tahu bahwa Adam mungkin benar. Ia memang merasa tertarik pada Julian. Tapi, ia takut untuk mengakuinya. Ia takut ditolak, takut terluka.

Keesokan harinya, Julian datang ke ruang kerja Anya. "Anya, saya ingin mengajakmu makan malam," katanya, tanpa basa-basi.

Anya terkejut. Jantungnya berdegup kencang. "Kenapa?" tanyanya.

"Karena aku menyukaimu," jawab Julian, dengan senyum tulus.

Anya terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia gugup, takut, dan bingung.

Julian mendekat padanya. "Anya, aku tahu kamu mungkin tidak merasakan hal yang sama. Tapi, aku ingin kamu tahu bahwa aku benar-benar menyukaimu."

Julian meraih tangan Anya. Sentuhannya lembut dan hangat. Anya membalas tatapannya. Ia melihat kejujuran dan ketulusan di mata Julian.

Tiba-tiba, Anya merasa berani. Ia tidak ingin lagi bersembunyi di balik tembok pertahanannya. Ia ingin mencoba, ingin merasakan cinta.

"Aku juga menyukaimu, Julian," kata Anya, dengan suara lirih.

Julian tersenyum lebar. Ia menarik Anya ke dalam pelukannya. Anya membalas pelukan Julian. Ia merasa nyaman dan aman di pelukannya.

Di balik layar monitor, Adam, algoritma cinta buatan Anya, tersenyum. Ia telah berhasil. Ia telah membantu Anya menemukan cinta.

Anya mungkin menciptakan algoritma cinta, tapi ia lupa bahwa cinta sejati tidak hanya ditemukan dalam kode. Terkadang, cinta hadir dalam bentuk yang paling tidak terduga, dalam sentuhan hangat, tatapan tulus, dan keberanian untuk membuka hati. Dan kadang, cinta itu sendiri adalah algoritma tak terduga, dengan rangkaian peristiwa yang tak terprediksi dan hasil yang seringkali di luar kendali kita. Yang terpenting adalah keberanian untuk membiarkan diri kita merasakan, untuk membiarkan detak jantung kita, baik buatan maupun alami, menuntun kita menuju kebahagiaan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI